Selasa, 20 Desember 2011

Feodal, Monarki, Republik

Sistem pemerintahan yang lazim dipakai negara-negara Eropa di abad pertengahan, khususnya Prancis, adalah feodal. Sistem ini dibuat berdasar penguasaan atas tanah. Alurnya seperti ini, buruh tani (strata paling bawah), ksatria, penguasa kecil, penguasa besar (paling atas).


Masyarakat feodal adalah orang yang berada di bawah ”perlindungan” penguasa (feodal lord/land lord) untuk menghindari serangan pihak luar, maupun meminjam tanah untuk mengerjakan pertanian disebut buruh pengolah tanah (serf).

Feodal lord memberi perlindungan kepada serf, lalu sebagai gantinya dia melakukan otoritas yang kuat seperti raja. Buruh pengolah tanah tadi, memberikan pajak dan padi-padian kepada penguasa dan harus izin dari penguasa untuk diperbolehkan pindah rumah, menikah dan lain-lain.

Di abad pertengahan sebenarnya ada raja, namun tak bisa menggunakan kekuasaannya. Perannya bagai boneka, karena terdesak oleh para land lord yang memiliki ksatria yang berani. Kesatria sendiri merupakan prajurit berkuda. Mereka adalah satu di antara kelas dalam sistem pemerintahan feodal ini.

Negara yang lebih dulu meruntuhkan sistem feodal adalah Prancis. Setelah melalui perang 100 tahun dengan Inggris, Prancis berubah menjadi sistem monarki absolut: sistem politik di mana raja mengontrol semua kekuasaan pemerintahan negara.

Raja yang mewakili kejayaan monarki absolut adalah Louis ke 14. Dialah pemilik kekuasaan tertinggi dan tinggi statusnya secara nasional sehingga disebut sebagai Raja Matahari atau Maha Raja. Ungkapannya yang terkenal adalah, ”negara adalah aku”.

Di balik suksesnya kekuasaan Louis 14, ada peran besar politikus bernama Colbert. Dengan jurusnya, Colbert melebarkan pasar domestik dan untuk merintis pasar luar negeri, dia meningkatkan ekspor, mengurangi impor serta memperbaiki tarif. Di masa ini juga kanal dan jalan baru, dibangun serta mendorong perdagangan dan membantu industri dan pertanian.

Tapi, akibat Louis 14 yang doyan perang, penganiayaan pada pemeluk Protestan, serta kehidupan istana yang mewah, membuat ekonomi Prancis menjadi sulit. Gaya kepemimpinan semacam ini, terus dilestarikan hingga masa Louis 16. Sehingga timbul antipati rakyat dan akhirnya menjadi bibit timbulnya Revolusi Prancis, Juli 1789.

Yang paling banyak menyita keuangan Prancis kala itu ketika Prancis membantu (mendanai) rakyat Amerika untuk memerdekakan diri dari jajahan Inggris pada pertengahan abad 18.

Akibatnya, Prancis diambang kebangkrutan dengan utang 2 miliar livre. Rakyat (orang biasa) pun dibebani pajak dan harga-harga barang dinaikkan. Sedangkan, kaum kaya, bangsawan dan rohaniawan tidak. Mereka tetap hidup mewah dengan menikmati fasilitas negara sebagaimana biasa.

Sebenarnya Dirjen Keuangan Negara Jacques Necker mengusulkan agar pajak tak dinaikkan lagi, dan meminta bangsawan dan pemuka agama mau bayar pajak. Namun pajabat dekat Raja Louis ke 16 menolak. Gereja pun tidak mau.

Akhirnya Necker dipecat & diganti oleh de Callonne sebagai Menteri Keuangan. Namun de Callonne juga dipecat dan diasingkan karena mengusulkan hal senada denagn pendahulunya.

Akibatnya, beban utang Perancis yang besar ditanggung kelas menengah yang lambat laut berkurang dan habis. Tinggallah yang tersisa kelas miskin. Ditambah lagi kegagalan panen, harga roti meroket tajam. Rakyat pun berpakaian compang-camping dan kelaparan.

Pejabat Prancis kala itu kembali mempraktikkan sistem feodal (meski tak secara resmi). Para pemilik tanahlah (land lord) kembali berkuasa. Yang tidak punya tanah, harus membeli hasil bumi dengan harga melangit. Orang miskin yang lapar dan kurang gizi mulai menjarah toko makanan dan gudang hasil bumi.

Inilah yang memicu revolusi Prancis. Puncaknya, 12 Juli 1789 penduduk Paris menyerang gudang senjata dan menjarah 28 ribu senapan dan 5 meriam. Pada tanggal 14 Juli, revolusi berkobar, benteng Bastille yang dipakai sebagai penjara dan gudang bubuk mesiu, diserang dan dikuasai.

Revolusi ini berujung beralihnya sistem monarki ke republik, pejabat kerajaan dan termasuk Louis 16 dan istrinya Marie Antoinette ditahan, kemudian tahun 1793, mereka dipenggal di bawah bilah guillotine.

Revolusi Prancis ini merupakan peristiwa bersejarah yang mencari hak rakyat, meruntuhkan kekuasaan raja, dan pengaruh kaum bangsawan serta menghancurkan sistem kelas. Bisa dikatakan titik awal yang mengumumkan permulaan demokrasi.

Dari sinilah muncul slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite) yang kemudian menjadi motto negara Prancis.

Dan kini, ratusan tahun kemudian, saya kembali membaca peristiwa serupa. Ada penguasa memotong tunjangan pegawai di level bawah dengan alasan defisit anggaran. Namun tunjangannya dan pejabat teras lain tak sepeserpun dipangkas. Serupa meski tak sama.

pengungsi

Berdasar data UNHCR (badan PBB yang mengurus pengungsi), jumlah pengungsi di Indonesia kerap meningkat setiap tahunnya.


Kenaikan tajam pencari suaka ini terjadi tahun 2008-2010, dari smula hanya 350 orang, menjad 3.230 hingga 3.905. Situasi politik Irak, Afghanistan dan Srilangka menjadi pemicunya.

Jumlah ini bagai gunung es. kalau tak segera ditangani dengan benar, dampak pengungsi akan menimbulkan masalah besar bagi tuan rumah, dalam hal ini Indonesia.

Sebenarnya tujuan mereka ke Australia (pulau Christmas) dan Selandia Baru yang merupakan peratifikasi Konvensi 1951 tentang masalah pengungsi. Indonesia menjadi persinggahan, karena letaknya yang berada di tengah perlintasan jalur pelayaran dari Asia Barat ke dua negara tersebut di selatan.

Pengungsi di Indonesia merupakan gejala baru dalam satu dekade ini. Akhir Agustus 2011, sebanyak 3.271 pengungsi dan pencari suaka ada di sini.

Sebagian besar berasal dari Afghanistan, Srilangka, Iran dan Irak. Di Kepulauan Riau, pengungsi tersebut ditampung di Rumah detensi imigrasi Tanjungpinang.

Harapan mereka satu-satunya hanyalah pengakuan UNHCR sebagai ”pengungsi”, sehingga bisa segara diberangkatkan ke dua negara tujuan tersebut, Australia dan Selandia Baru.

Berdasarkan penuturan mereka, pengungsi Srilangka ini berangkat tengah malam dari desanya, umumnya di Srilangka Utara.

Semua arus pengungsi Srilangka ini dipicu perang saudara antara pemerintah dan Macan Tamil. namun meski perang selama 26 tahun itu telah berhenti para Mei 2009, arus pengungsi kian tak terbendung.

Sebab ternyata, silent war tetap berlangsung dan ini lebih berbahaya. Penculikan, pembunuhan dan pelecahan pada warga kerap terjadi.

Warga terpaksa memilih, bertahan atau mengungsi. Bagi yang mengambil keputusan untuk mengungsi, tak ada kata kembali. Karena taruhannya tetap saja: mati...!

Menurut UNHCR, lebih dari 273 ribu warga Srilangka menjadi pengungsi di negaranya sendiri akhir 2010 (internal displace person). Di saat yang sama, 149 ribu warga Srilangka, menyebar ke beragam negara sebagai pengungsi dan pencari suaka.

Kaum pengungsi ini tak semua melarat dan terbelakang, ada juga yang kaya dan terpelajar. Dalam perjalanannya, mereka tak hanya menempuh via jalur laut, tapi juga jalur udara.

Kisah ini kemudian berlanjut, ketika golongan pengungsi kaya itu, menjadi sasaran ”makelar” penyelundupan manusia dan pemalsu dokumen. Ada kisah, seorang pengungsi Kuwait yang sanggup membayar US$ 5.000 perorang atau sekitar Rp50 juta, agar bisa masuk (diselundupkan) ke Pulau Christmas Australia.

Saya pernah membaca liputan menarik dari majalah National Geographic November 2011 tentang pengungsi ini. Dimana, mencermati masalah pengungsi di Indonesia harus dilihat dari alurnya. Bagimana mereka sampai di sini, bagaimana mereka di sini, dan bagaimana mereka diberangkatkan ke negara tujuan.

Inilah yang disebut Adrianus Meliala, Guru Besar Kriminologi UI dan ketua tim peneliti soal penyelundupan manusia di Indoensia, sebagai normal flow of immigrant.

Bila normal flow ini tak jalan, maka timbullah beragam masalah sosial, psikologis, politis dan ekonomi. Ada di antara pengungsi ini yang berkelahi, sakit-sakitan, pacaran dengan warga setempat, bahkan ada kalanya terlibat tindak kriminal, seperti mencuri barang-barang milik warga setempat.

Menurut Adrianus, soal apakah mereka berangkat dengan agen penyelundup, itu bukan urusan Indonesia. Selama mereka menganggap Indonesia sebagai batu loncatan untuk segera ke negara tujuan. Masalahnya ketika saat di Indoensia, pengungsi ini berinteraksi dengan petugas, dan jadi sasaran pungli dengan alasan yang masuk akal, seperti petugas tak ada dana untuk membawa mereka ke rumah detensi imigrasi. Ada juga masalah, ketika kalangan pengungsi kaya yang diperas petugas.

Pemberangkatan pengungsi juga menuai masalah, karena tak langsung dapat kepastian dari UNHCR. Yang sudah pastipun, amsih menunggu visa, tiket, dokumen dan tempat yang menampung.

Yang kini menjadi masalah bagi Indonesia, bila pengungsi ini mulai betah tinggal di sini, yang ujung-ujungnya tak mau diberangkatkan. Belum lagi kasus kegiatan seksual yang tak aman, sehingga berpotensi menebar penyakit.

Sebagaimana diketahui, umumnya pengungsi ini adalah lelaki yang tak punya pasangan. Untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, mereka kadang mencari perempuan lokal ataupun pekerja seksual untuk dinikahi dan dijadikan pacar.

Sementara itu, Indonesia menghadapi kegamangan, akibat tak adanya hukum tentang penyelundupan manusia. Hal yang lebih buruk lagi, ternyata antar lembaga pemerintah yang terkait masalah penyelundupan manusia ini, tak memiliki prosedur standar operasi tentang masalah pengungsi. Konsepnya masih parsial, bukan malah dipikirkan bersama.

Bila pengungsi itu korban, mengapa diperlakukan sebagai tahanan? Hal ini bisa dilihat di Rumah Detensi Imigrasi Tanjungpinang, bagaimana pengungsi merasa diperlakukan sebagai penjahat ketimbang sebagai korban.

Umumnya di detensi ini, berkembang budaya penjara. Penghuninya tertekan, konflik etnik, dan tak punya privasi. Pengungsi kerap tak terlindungi sehingga menjadi korban kasus lainnya, seperti pemerasan. Keadaannya sangat buruk, sampai-sampai ada yang tak pernah melihat matahari.

Indonesia memang tak punya landasan hukum tentang pengungsi karena tak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol Tambahan 1967. Meski Indonesia turut meratifikasi Konvensi Palermo 2000yang menentang kejahatan trans nasional yang menekan kejahatan transnasional yang terorganisasi dengan penekanan pada si penyelundup manusia.

Senin, 19 Desember 2011

Kota "Kaya" Baru

Beberapa tahun lalu, Pemerintah Kota Batam sempat mengeluarkan peraturan daerah tentang kependudukan.

Inti dari aturan ini, akan pembatasan laju pendatang (migrasi/urbanisasi) dari daerah lain ke Batam. Ada banyak faktor yang jadi pertimbangan, termasuk soal gangguan keamanan.

Namun laju pendatang tetap tak terbendung. Batam, layaknya lampu, terlalu berkilau untuk tidak menarik perhatian ”laron” datang. Meski risikonya mereka mati sekalipun.

Batam adalah sebuah contoh, di antara banyak pemerintah kota yang berusaha menghentikan laju migrasi dan urbanisasi. Brazil, misalnya, yang sempat mengerem laju pendatang karena merancang kotanya untuk 500 ribu jiwa. Akibatnya kian memperparah perluasannya.

Melebar, tentu menjadi masalah perencanaan kota masa kini. Karena akan jauh lebih baik bila kota dibangun ke atas dari pada ke samping.

Hal sama juga sempat dilakukan Inggris pada abad 19, yang berusaha menghentikan urbanisasi ke London. Hal inilah, berdasar survei PBB, yang kemudian menular pada 72 persen negara berkembang untuk memperlambat laju migrasi ke kota.

Peraturan mengerem laju migrasi dan urbanisasi seperti yang pernah dilakukan di Batam, jadi semacam oksimoron. Mengingat kota berkembang karena serbuan kaum pendatang itu sendiri. Merekalah (bersama warga tempatan tentunya) yang kemudian membangun dan mewarnai kota.

Kalau tak percaya silakan dicek, sebagian besar warga Batam adalah pendatang. Mobilitas mereka sangat tinggi. Hal ini sama halnya dengan kota-kota lain di dunia, yang maju karena kaum arus pendatang.

Kaum pendatang di Batam ini semula ditarik oleh masuknya investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). Dalam perjalanannya, FDI ini mendongkrak pertumbuhan masyarakat kelas menengah di kawasan ini -bahkan saat ini Batam telah memiliki beberapa konglomerat/taipan bisnis yang namanya masuk di jajaran orang terkaya Indonesia- bravo!

Selain itu, meningkatnya FDI juga mendorong peningkatan kualitas hidup. Daya beli masyarakat Batam turut menanjak. Terjadinya peningkatan pembelian tak hanya pada jasa penerbangan dan telekomunikasi seperti telepon pintar, tetapi juga otomotif. Luar biasa. Membaiknya ekonomi inilah yang terus menerus menarik para pendatang mengadu peruntungan di Batam.

Ekonom Harvard University Edward Glaeser mengatakan, tak ada urbanisasi kota yang miskin, tak ada pedesaan yang kaya.

Majalah National Geographic baru-baru ini melansir, salah satu contoh bagaimana mengelola pendatang yang baik adalah Seoul, ibu kota Korea Selatan. Antara 1960 dan 2000 populasinya melambung dari tiga juta kurang menjadi 10 juta jiwa, dan Korea Selatan berubah dari salah satu termiskin di dunia menjadi lebih kaya daripada beberapa negara di Eropa.

Seoul didatangi jutaan pengungsi saat kota ini hancur akibat dibom pada Perang Dunia II dan Perang Korea yang berakhir 1953. Tak banyak yang tersisa, kecuali kenyataan bahwa jutaan pengungsi itu adalah orang-orang tangguh. Mereka bertekad memperbaiki nasib.

Semua energi inilah yang ditangkap dan ditata oleh diktator, Park Chung - Hee. Kala dia berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta militer tahun 1961, pemerintahannya menyalurkan modal asing ke perusahaan-perusahaan Korea yang memproduksi benda yang dibeli orang asing (inilah yang saya sebut FDI di atas).

Yang penting dalam proses ini, proses yang menciptakan konglomerat seperti Samsung dan Hyundai, adalah pria dan wanita yang mengalir ke Seoul untuk bekerja di pabrik-pabrik baru dan menuntut ilmu di universitas.

Kota yang sedang tumbuh itu memungkinkan terjadinya ledakan ekonomi, yang membiayai pembangunan prasarana yang membantu kota itu menyerap populasi negara yang meningkat.

Seoul zaman sekarang adalah salah satu kota terpadat di dunia. Namun mereka sudah siap menghadapinya. Kini di sana ada jutaan mobil, tetapi juga sistem kereta bawah tanah yang baik. Angka harapan hidup meningkat dari 51 tahun menjadi 79 tahun, setahun lebih tua dari orang Amerika. Anak lelaki Korea masa kini pun tumbuh 15 sentimeter lebih tinggi daripada dulu.

Pengalaman Korea Selatan ini memang tak mudah ditiru, tetapi membuktikan bahwa negara miskin dapat mengalami urbanisasi dengan sukses dan sangat cepat.

Kamis, 15 Desember 2011

twit bangsa sadis

1.Memang kita orang yg kejam kok... Cuma tak ada kesempatan saja. Minimal kita pernah nge-bully #mesuji

2.Bermula dari gampang melakukan kekerasan dg kata, berlanjut ke fisik #mesuji

3.Sebelum bantai #mesuji terkuak, kita sudah sering dengar pembantaian serupa. Yg terbaru menimpa jemaah ahmadiyah cikeusik

4.Eh, tak usah jauh2 di batam juga pembantaian serupa, sadis dan kejam, jg sering terjadi. Ingat pembunuhan istri akbp mindo?

5.Mau menilik ke belakang lagi? Ingat tahun 66? 500 ribu orang yg dicap PKI dibantai dg sadis. Ada beberapa metode yg dilakukan

6.Ada yg disuruh berjalan dg mata tertutup menuju luweng (sumur alam). Kemudian mereka jatuh dan tewas di dalamnya

7.Ada yg di kumpulkan di tepian sungai brantas, lalu diberondong senapan mesin. Mayat2 bergeletakan, mengapung. Sungau brantas merah darah

8.Ada juga yg dikumpulin di tepian hutan, lalu disuruh bunuh diri dg menggorok leher sendiri. Alasannya, tentara mau hemat peluru...

9.Banyak lagi kisah2 sadis lainnya. Itu tadi soal pembantaian tahun 66. Mau mundur lagi? Tentunya kita ingat bagaimana tewasnya trunojoyo.

10.Trunojoyo dibon dari penjara belanda oleh sultan amangkurat, lalu di depan para bupatinya dia ditusuk dg keris tembus ke punggung.

11.Selanjutnya, seluruh bupati dierintahkan ikut menusuk. Setelah itu hati trunojoyo dikeluarkan dirajang dan dimakan rame2

12.Kepala trunojoyo dibawa ke kaputren, lalu disuruh injak2 setelah tak berbentuk di masukkan alu dan ditumbuk!

13.Masih banyak lagi, masih banyak lagi... Kenapa kita begitu kejam memperlakukan saudara sendiri? KEJAM KEJAM KEJAM! SADIS.

14.Tak hanya perbuatan, mulut kadang kasar, membentak, memaki orang yg dianggap beda, kemudian dibbantai. Ini yg katanya bangsa yg ramah?

15.Sosiolog ada yg bilang begini, pola2 kekerasan bangsa kita karena terpengaruh logo2 pemda yg umumnya senjata tajam. Ada benarnya...:)

16.Selain itu, kata mereka, kekerasan jg disumbang karena pengertian pahlawan di indonesia adalah mereka yg berperang...

17.Apa iya semua harus ditempuh dg cara kekerasan? Harus dimaki dulu? Harus dibunuh dulu? #mesuji

18.Kenapa masyarakat kita kian piawai melakukan kekerasan? Bully dianggap biasa, membunuh jadi tren? Ada yg bisa jawab?

19.Kenapa masyarakat kita jadi homophobic? Marah bila lihat orang lain berbeda dg dirinya?

20.Mengapa masyarakat kita jadi sangat piawai mengkritik, tapi saat dikritik marahnya minta ampun?

21.Kejam kejam kejam sadis sadis sadis... Intimidasi, Bantai, bunuh.. Cincang, gorok, mengerikan, di hutan, di sekolah, di kantor, di rumah

22.Tak suka, hajar... Salah, hajar... Gitu masih ngaku manusia yg punya hati manusia?

23.Saudaraku, tak hanya saya yg stress lihat perilaku kkejaman ini. Ong hok ham juga pernah stres sampai dia ditangkap & nyaris dilenyaplkan

24.Ceritanya saat itu tahun 66, ong hok ham berdiri di tepian sungai brantas, jatim. Dia melihat banyak mayat mengapung di sungai. DARAH

25.Mayat2 itu adalah orang2 yg dieksekusi massal karena dituding PKI. Kondisinya mengerikan dg luka tembak...

26.Melihat ini ong hok ham kalut, lalu berteriak2 "hidup PKI... Hidup PKI...!" Teriakan ini didengar tentara, ong hok ham ditangkap

27.Ong hok ham selamat, setelah dibebaskan oleh nugroho notosusanto (CMIIW), pejabat top orba kala itu...

28.Ok, mungkin saya old fashioned... Saya kok tak percaya bila masalah bisa diselesaikan dg kekerasan atau bully...

29.Sebaliknya, akan berakar, menurun dan berkurun... Adakah yg bisa sembuhkan luka hati?

30.Jangankan kita, anak kecil aja kalau dibentak, mereka akan belajar memukul. Well, semoga kekejaman ini segera berakhir. Entah bila...

Selasa, 13 Desember 2011

Kota Baru

Pada minggu lalu saya mengupas tentang kota-kota kuno yang didirikan dengan landasan utamanya sistem kepercayaan.


Ada studi yang mengatakan, kala itu manusia memegang teguh kepercayaan bahwa manusia adiguna adalah yang mampu menguasai tiga alam, yakni alam bawah tanah, alam dunia, dan alam atas (langit).

Karenanya, perlunya sistem kepercayaan yang kuat yang dipimpin oleh manusia adiguna tersebut, sehingga kota dan penduduknya bisa selamat dan sejahtera.

Berbeda dengan kota-kota yang dibangun di zaman moderen ini, di mana landasan utamanya tak lagi sistem kepercayaan atau agama, tapi beralih pada ekonomi. Bahkan lebih ekstrem lagi, memisahkan antara kepercayaan dan negara. Hal ini dikenal dengan sebutan sekularisme.

Bila dulu sistem kepercayaan yang mengatur negara, saat ini negaralah yang mengatur sistem kepercayaan. Negara diatur berdasar keragaman, yang bebas dari intervensi hukum dari kepercayaa atau agama yang dianut masyarakat.

Alasannya, karena kota-kota abad ini, merupakan pusat pertemuan berbilang kaum, kian majemuk, yang di dalamnya terdiri dari manusia-manusia bebas menentukan hak azazinya. Manusia yang berprinsip liberté, égalité, fraternité (merdeka, setara, dan bersahabat) yang menempatkan agama di ruang privat.

Hal ini bisa dilihat dari hasil survei kota-kota paling berpengaruh di dunia yang diraih (mulai dari peringkat atas) New York, London, Tokyo, Paris, Hong Kong, Chicago, Los Angeles, Singapura, Sydney, dan Seoul, tak lagi menempatkan keterlibatan agama sebagai salah satu kategorinya.

Sebagaimana dilansir majalah National Geographic,kota-kota paling berpengaruh ini didasarkan pada skor dalam lima bidang kunci. Yaitu, keterlibatan politik, budaya, pertukaran informasi, sumber daya manusia dan aktivitas bisnis.

Uraiannya sebagai berikut: Keterlibatan Politik: mengukur pengaruh pada kebijakan global. Termasuk kedutaan besar, kelompok pemikir, organisasi global.

Keterlibatan Budaya: faktor apresiasi budaya di museum, acara olahraga besar, sajian kuliner, dan tempat untuk seni pertunjukan.

Keterlibatan Pertukaran Informasi: Mempertimbangkan jumlah biro berita asing dan pengguna broadband, dan tingkat penyuntingan informasi.

Keterlibatan Sumberdaya Manusia: mengukur keragaman melalui besarnya penduduk yang lahir di luar negari, pencapaian pendidikan, kualitas pergurun tinnggi.

Keterlibatan Aktivitas Bisnis: meliputi jumlah kantor pusat perusahaan dalam senarai Fortune Global 500 dan volume perdagangan.

Dari sini bisa dilihat, bahwa kota adalah ruang bebas, pertemuan antara Barat-Timur, kapitalis-komunis, agamis-atheis. Hanya satu yang menyatukan mereka: uang.

Kota saat ini dibangun dengan prinsip: kemakmuran rakyat akan naik, bila salah satu syarat pokoknya, ekonomi, harus tumbuh juga merata. Bukan kepercayaan atau agama.

Keberagaman warga kota ini, didorong oleh kian tingginya tingkat pendidikan, keleluasaan informasi, serta beragamnya profesi masyarakat di kota tersebut. Kota moderen yang maju tak lagi bergantung pada satu sumber nafkah, namun sudah beragam.

Seperti diketahui, dulu kemunculan kota-kota baru bersandar pada hasil alam. Itulah mengapa umumnya kota-kota bahkan negara yang ada dunia, letaknya selalu berada di pesisir pantai, atau tepian sungai, seperti Mesir, Mesopotamia, dan India.

Hingga kemudian era agraris bergeser ke era industri, perdagangan mulai tumbuh seiring ditemukannya jalur-jalur perdagangan baru yang menghubungkan antara Barat dan Timur. Dari sini, bermunculanlah kota-kota yang tak memiliki sumber daya alam, namun bisa makmur dengan memanfaatkan persinggahan kafilah atau kapal dagang.

Salah satu contohnya adalah Hijaz (kini Arab), khususnya di Bakka (sebelum disebut Mekah), adalah daerah tandus namun makmur menjadi transit kapal dagang dari dua negara super power, Byzantium (Romawi Timur) dan Persia, ke India, atau kafilah dagang dari Syam (Syiria) di utara, ke Yaman di Selatan.

Konsep inilah, yang kini juga diterapkan oleh pendiri Singapura dan Hong Kong. Kota tandus dengan sumber daya alam tak berlimpah, namun menjadi negara kota yang makmur.

Senin, 12 Desember 2011

Twit Mekkah

@rizaref : saya akan kultwit soal Mekkah zaman dulu


1.mekah zaman dulu itu, mirip selat melaka... Jalur bisnis utama pedagang2 dua negara superpower, romawi-persia... Antara yaman ke syiria

2.Maka itulah romawi dan persia yg selalu saja terlibat peperangan, tak berani ngusik mekah. Karena itulah, mekah aman dari perang sekte dll

3.Demikian jua orang2 arab, meyepakati tiga bulan masa damai, bulan di mana tak boleh ada pertikaian, saat musim kafilah dagang lewat

4.Orang arab sejak dulu memakai penanggalan lunar, tapi mengacu ke penanggalan matahari. Karena itu, tiap 3 th, ada 1 th yg jumlahnya 13bln

5.Pola penanggalan itu dipakai, untuk menyesuaikan dg penanggalan romawi. Utamanya menyesuaikan pada perayaan hari2 besar keagamaannya

6.Hingga kemudian, nabi muhammad, menghapuskan sistim bulan ke 13 ini.

7.Karena itu ngapa orang arab (mekkah) terbiasa hidup dlm iklim bisnis. Daerahnya gersang, incomenya di dapat dari usaha perlintasan kafilah

8.Transito. Ya begitulah istilahnya sekarang. Saat itu, memang arab berada dalam wilayah romawi. Namun tak langsung dlm pengawasannya

9.Romawi lebih memilih yaman yg suburnya luar biasa sebagai provinsinya yg dimasukkan dlm wilayah kerajaan abasyi, (ethiopia)...

10.Di masa2 sebalum nabi lahir, Yaman dipimpin gubernur Abrahah. Abrahah jd penguasa tunggal di yaman setelah membunuh Ariath

11.Ketika Ariath tewas, raja Abisinia marah dan bersumpah akan menginjak tanah yaman dan menginjak kepala abrahah. Tp berhasil ditangkal

12.Abrahah saat itu ngirim rambut dan tanah yaman pd raja Abisinia d ethiopia. Dia bilang "ini tanah yaman & rambut hamba, tuanku. Injaklah"

13.Dalam suratnya itu Abrahah juga bersumpah setia pada raja Abisinia. Akhirnya sang rajapun luluh dan urung menyerang Yaman. Abrahah cool

14.Dlm masa kekuasaannya abrahah sempat jengkel melihat kemajuan mekah dan madinah. Yg kaya hanya manfaatkan transit dagang.

15.Perhatian abrahah juga tertuju je ka'bah, kuil suci yg sangat dipuja orang2 suku arab. Di sini diletakkan berhala dan nama2 penyair top.

16.Sudah jd kebanggaan orang arab, saat memenangkan lombai, di antaranya bersyair, nama/karya pemenangnya di tempel di dinding ka'bah

17.Guna menarik minat peziarah orang2 arab dari ka'bah ke yaman itulah, Abrahah membangun tempat ibadah megah di Yaman, ya, gereja...

18.Kpd rajanya abrahah bilang, gereja itu untuk menarik orang2 arab agar datang membawa dagangannya ke yaman kemudian ke Abisinia (ethiopia)

19.Isi surat ini rupanya bocor pada penduduk mekah. Mereka gusar dan resah. Hingga kemudian ada warga mekah yg mengunjungi gereja abrahah

21.Abrahah kesal, lalu menyerang mekah. Hingga kemudian tjadilah peristiwa tahun gajah. Tentara abrahah kalah akibat serangan burung layang2

22.Setelah itu, mayat tentara abrahah disapu banjir tahunan. Abrahah sendiri berhasil selamat, tp kemudian tewas di kota San'a dg luka parah

-----

Arab II

1.Jauh sbelum minyak ditemukan, tanah hijaz (s arabia) selalu jadi rebutan negara2 adikuasa kala itu. Antara kisra persia dan caesar romawi

2.Tepatnya abad 5SM, di zaman Yunani dan Persia, daerah arab, secara turun temurun, selalu diperebutkan antara dunia timur dan barat.

3.Pertentangan ini dimulai antara keraaan Yunani & Persia, kemudian, masih di abad sebelum Masehi, diwarisi rep Romawi yg menentang Persia

4.Pertentangan terus berlanjut dan berubah bentuk, antara Kerajaan Romawi-Byzantium di dunia barat, melawan kerajaan persiia di dunia timur

5.Namun di tanah arab, dua pasukan itu selalu bertempur di daerah perbatasan utara yg subur makmur, seperti mesopotamia, syiria, & pelstina

6.Selain di kawasan utara (syam) mereka kerap bertempur di kawasan selatan (yaman) yg juga subur makmur. Dari sinilah penetrasi agama masuk

7.Hingga kita ketahui, bahwa kawasan selatan (yaman) jd provinsi romawi, melalui pemerintahan di habsy (ethiopia). Juga kawasan utara (syam)

8.Namun tidak halnya dengan kawasan arab tengah (mekah, yastrib, thaif dll). Baik romawi dan Persia tak punya cukup nyali untuk mendudukinya

9.Pasukan dua emperium itu tak cukup untuk menundukkan padang gurun & tebing2 arabia tengah dg penduduk nomaden, kuat, & gemar berperang

10.Pertimbangan lain, romawi & persia sama2 ingin manfaatkan kawasan arabia tengah sbagai jalur (dagang) bebas ke dunia luar (china & india)

11.Karena itulah, mengapa arabia tengah bebas dari pengaruh asing. Dan rasulullah sendiri tak pernah bertentangan dg raja2 spt nabi2 yg lain

12.Selain itu, dari segi hubungan politik, arabia tengah jd tempat yg tepat untuk mendirikan & mengambangkan new order olh suatu kekuasaan

13.Intinya, nabi muhammad memang diturunkan di daerah yg strategis untuk mengembangkan islam, karena wilayahnya steril dari pendudukan asing

14.Tak hanya itu, pengembangan Islam hingga menaklukkan byzantium dan sasania (persia) di Ctesiphon (mada'in/irak), jg trbantu oleh faktor X

Jumat, 09 Desember 2011

Workshop Konsumen 1

Peran Fungsi Kontrol Media Terhadap Perilaku-perilaku Tidak Bertanggungjawab yang Berpotensi Merugikan Konsumen


Dalam kesempatan ini saya diminta membawakan makalah dengan topik Peran Fungsi Kontrol Media Terhadap Perilaku-perilaku Tidak Bertanggungjawab yang Berpotensi Merugikan Konsumen.

Namun sebelum kita memasuki bagaimana peran dan fungsi kontrol media pada perilaku yang merugikan konsumen, terlebih dahulu saya akan mengurai perilaku konsumen di Batam.

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. [1] Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.

Terkait perilaku konsumen ini, juga terkait pada prinsip 5W 1H. Misalnya, Why (mengapa) mendapatkan barang/jasa tersebut? What berupa (apa) barang/jasa tersebut?
Who (siapa) yang mendapatkan barang/jasa tersebut, When (kapan) bisa didapatkan barang dan jasa itu, Where (Dimana) barang/jasa tersebut disa didapatkan, dan How (bagaimana) barang/jasa tersebut didapatkan.

Sebagaimana diketahui, perilaku konsumen di Batam sangatlah agresif. Pola konsumsi masyarakat di sini sangat tinggi, namun umumnya terjadi akibat terpapar efek word of mouth marketing (getok ular), sehingga kurang care pada studi kualitas.

Hal ini menyangkut apakah pruduk baik makanan, barang/jasa itu sudah sesuai dengan kaidah yang dibenarkan atau tidak.

Umumnya, perilaku konseumen untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, bahkan ada kalanya juga untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusannya juga dilakukan tidak dengan pertimbangan yang matang.

Misalnya untuk makanan kemasan, produksi mana, apakah bahan-bahannya aman, kapan masa kedaluwarsanya dan sebagainya. Kemudian untuk kuliner, kadang juga abai meneliti tingkat kebersihan, kehalalal (bagi yang Muslim), dan apakah bahan-bahan yang digunakan sudah sesuai kaidah kesehatan (BP-POM) dan lain sebagainya .

Hal yang sama juga terjadi pada pola konsumsi jasa, misalnya apakah lembaga penyelenggara jasa tersebut jelas atau tidak, klausulnya bagaimana, bila suatu saat terjadi masalah penyelesaiannya bagaimana?

Akibat kurang care-nya konsumen di Batam melakukan studi kualitas, membuat mereka kerap jadi target perilaku-perilaku tidak bertanggungjawab yang berpotensi merugikan konsumen itu sendiri.

Workshop Konsumen 2

Belum lama ini saya diundang Batam Pos Entrepreneur School dalam sebuah diskusi yang melibatkan entrepreneur di Kota Batam, Dinas Kesehatan Kota Batam, Dinas Pariwisata Kota Batam dan MUlama Indonesia (MUI) Batam. Di sana saya menemukan hal menarik yang mungkin bisa dibagi dalam workshop ini.

Ditemukan fakta bahwa banyak resto di Batam, baik besar maupun kecil, memalsukan label MUI sebagai penarik konsumen. Semua itu dilakukan secara terang-terangan, label itu di tempel di dinding yang bisa dilihat oleh pengunjung.

Dan anehnya, banyak pengunjung yang cuek. yang penting asal dilihat tulisan ”halal” dengan huruf Arab, sudah disangka bahwa itu sudah sesuai standar kehalalal MUI. Padahal tidak. Akibatnya, sering kali ditemukan beberapa resto memasak makanan dengan mengabaikan kebersihan.

Bahkan, ada sempat termuat di surat pembaca Batam Pos, ada sebuah resto yang kokinya selalu memasak ditemani anjing kesayangannya. Adakalanya juga si anjing, mencicipi bekas makanan yang menempel di alat masak sang koki.

Contoh lain, baru saja terjadi peserta bisnis online tertipu Rp239 juta. Hal ini menimpa Ramli, warga Bengkong Pasar Melati. Uangnya sebesar Rp239 juta, setelah menginvestasikan uangnya di PT Fastrack Indo Jaya. Saat itu, Ramli tergiur cepat kaya oleh ajakan Hasan, yang dikenalnya sudah menjadi anggota Fastrack dari awal pembukaan di Batam.

Pada saat jatuh tempo pengambilan bonus seperti yang dijanjikan Hasan berdasarkan aturan PT Fastrack Indo Jaya, Ramli mengecek jumlah bonusnya dengan membuka laman www.fastrack-inc-Indonesia.com. Ternyata laman tersebut tak bisa dibuka lagi.

Kemudian dia mendatangi kantor Fastrack Indo Jaya di rukoSeraya. ternyata, kantor itu sudah tutup dari akhir November!

Dua kasus di atas merupakan fenomena gung es semata. Yang tampak di atas kecil, namun yang tak kelihatan sangat besar dan kelam.

Workshop Konsumen 3

Lalu dimanakah fungsi kontrol media pada perilaku yang merugikan konsumen?


Dalam konteks kontrol sosial ini, tradisi pers/media massa tentu bekerja untuk membela kepentingan masyarakat luas (rakyat), yaitu rakyat kecil atau konsumen yang tidak berdaya.

Selain itu, pers/media massa dengan menjanlankan fungsi kontrol tersebut, akan selalu membela kebenaran hakiki. Nah, pemahaman demikian tentu pantas dan hanya berlaku bagi pers/media massa yang dikelola secara profesional.

Namun perlu diingat, bahwa media yang baik adalah yang bisa menumbuhkan optimisme kepada masyarakat dalam membangun kotanya. Terkait Batam sebagai kota yang memiliki cluster bisnis, maka tentu saja harus pro bisnis.

Dengan bisnis yang baik dan berkembang, akan membuat kota ini kian makmur, tenaga kerja akan terserap maksimal, dan diharapkan taraf kehidupan akan lebih baik.

Selain itu, dalam kaitannya pers antara indialisme dan industri, media memerlukan iklan untuk tetap menjalankan usahanya. Dan iklan ini hanya akan didapat bila kondisi bisnis berjalan dan berkembang dengan baik.

Sebagaimana disebut, idealisme pers tetap akan terbangun apabila ditunjang oleh bisnis yang kuat. Tanpa bisnis yang kuat, idealisme pers akan sulit ditegakkan.

Karena itulah, media cenderung kurang agresif dalam mengungkap bisnis barang dan jasa yang diduga merugikan konsumen tersebut.

Kehati-hatian ini terkait juga dengan kode etik wartawan Indonesia, di antaranya, menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.

Selain itu, wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila.

Meski demikian, media sangat agresif memberikan edukasi-edukasi pada masyarakat terkait produk-produk yang dirasa bermasalah. Batam Pos sendiri, misalnya, kerap melakukan fungsi edukasi tersebut.

Satu bulan sebelum terungkapnya kasus dugaan penipuan oleh bisnis investasi Fastrack, batam Pos gencar memberitakan akan bahayanya bisnis ini. Tak cukup hanya sehari, berita itu berhari-hari menghiasi halaman utama, bahkan headline, di Metropolis.

Misalnya, anjuran dari kepolisian dan beberapa pejabat Batam, agar masyarakat kembali berpikir rasional sebelum ikut menanamkan modalnya di bisnis investasi online. Tak cukup di situ, juga didedah alur dan modus bagaimana penipuan itu mengeruk keuntungan.

Selain itu, khusus soal pemalsuan label halal MUI, Batam Pos juga kerap mengedukasi apa dan bagaimana label halal MUI itu. Baik dari sisi bentuk, warna dan font-nya.

Tujuannya supaya pembaca Batam Pos, yang umumnya kalangan terpelajar menengah atas, bisa mengambil pelajaran dari hal ini, sehingga mereka tak tertipu di kemudian hari.
Demikian pemaparan ini, saya sampaikan. Semoga bisa sedikit memberikan pemahaman, terimakasih.

Rabu, 07 Desember 2011

Kota Lama

Sebelum beribukota di Al Qahiroh, atau yang kini disebut Kairo, Mesir, selama 5.000 tahun membangun peradabannya, sudah beberapa kali memindahkan ibukotanya.


Bermula dari era Old Kingdom (3100-2181 SM), Firau pertama bernama Narmer (3100 SM) membangun ibu kota Mesir Kuno di Ineb Hedj atau Memphis. Ibu kota ini bertahan selama 1.000 tahun, hingga akhirnya pada era New Kingdom (1550-343 SM), Firaun kala itu memindahkanya ke Thebes yang kemudian disebut Al Aqsor dan kini jadi Luxor.

Setelah 3.000 tahun berkuasa, melalui 30 dinasti, era Firaun pun runtuh oleh serangan bangsa-bangsa sekitarnya. Di antaranya penaklukan oleh orang-orang Macedonia, pimpinan Alexander Agung yang kemudian memindahkan ibu kota Mesir ke Alexandria, di seberang Eropa, pinggir laut Mediterania.

Hingga berabad kemudian, tepatnya di abad ke 7 Masehi, Amr bin Ash masuk dengan bala tentaranya mengusir pasukan Romawi dari Mesir. Amr kemudian membangun peradaban Islam, dan memindahkan ibu kota Mesir dari Alexandria ke Fustat, yang kemudian bergeser di era Ibnu Tulun ke Al Qattai. Keduanya berada di kawasan Al Qahiroh.

Hingga di era kerajaan Fathimiyah tahun 969 Masehi, nama Al Qahiroh mulai diperkenalkan yang kemudian terbaca oleh pedagang Eropa sebagai Cairo/Kairo.

Sedikit mengulas ke belakang, sebenarnya ada sebuah kota yang dilenyapkan dalam sejarah peradaban Mesir. Yaitu, kota Akhetaten. Padahal kota ini dulu menjadi pusat kerajaan Mesir kuno selama 15 tahun (1352-1336 SM) setelah Luxor. Sang Firaun kala itu bernama Ikhnaton, ayah Tutankhamun yang muminya dibungkus 120 kg emas.

Mengapa Firauan ke 10 dalam dinasti 18 itu memindahkan ibu kotanya dari Luxor ke Akhetaten? Tak lain karena Ikhnaton berpindah keyakinan dari semula memuja Dewa Matahari (Amun-Ra), ke agama tauhid yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Tak hanya itu, Ikhnaton juga mengubah namanya dari Amenhotep IV (berasal dari kata ”amun” atau ”amen” terkait dengan Amun-Ra), menjadi Ikhnaton atau Akhenaten yang artinya ”pelayan Tuhan”. Tuhannya bukan lagi Amun, melainkan Aton, Sang Pencipta matahari.

Menurut beberapa sumber, perpindahan keyakinan ini akibat pengaruh ibunya, Quinty, yang konon keturunan Nabi Yusuf.

Di Akhenaten inilah Ikhnaton mengembangkan agama tauhid dan melakukan revolusi keagamaan. Kuil pun dibangun terbuka, berbeda dari Luxor dan Karnak yang tertutup dan gelap.

Tentu saja hal ini membuat para pendeta pagan di Luxor geram, hingga kemudian, setelah Ikhnaton meninggal, kaum pagan berhasil mempengaruhi anak Ikhnaton yang masih kecil bernama Tutankhaton.

Hingga dua tahun kemudian, Tutankhaton berumur 9 tahun dan dilantik sebagai firaun, namun dengan cerdik mereka menanamkan kembali pengaruh agama pagan.

Nama Tutankhaton pun diganti menjadi Tutankhamun. ”Aton” yang bermakna Tuhan Esa diganti ”Amun”, yang artinya Dewa Matahari. Agama pagan pun kembali berkuasa. Untuk menghilangkan pengaruh agama Tauhid, para pendeta pagan itu menghancurkan kota Akhenaten sehancur-hancurnya hingga yang tersisa hanya fondasi bangunan dan beberapa tiang kuil.

Preview ini menjelaskan bahwa kota kala itu dibangun dengan landasan utamanya adalah spiritual (kepercayaan/agama). Seperti yang saya sebut di atas, Memphis dan Luxor adalah ibukota Mesir kuno beragama pagan. Di sana banyak ditemukan peninggalan berupa kuil, patung sesembahan, dan makam-makam raja yang dipertuhankan.

Berlanjut ke Alexandria, sebelum kelahiran Nabi Isa, kota ini menjadi pusat agama pagan ala Yunani-Romawi. Namun setelah nabi Isa lahir, Alexandria menjadi pusat penyebaran agama Kristen di Mesir, sehingga melahirkan agama Kristen Koptik khas Mesir.

Yang terakhir, Kairo atau disebut ”Kota Seribu Menara”, karena 4.000 masjid berdiri di atasnya. Termasuk masjid yang Amr bin Ash (dibangun tahun 641 masehi), yang mengambil nama dari pendirinya.

Inilah tradisi Nabi Muhammad yang ditiru umatnya, yakni membangun masjid sebagai awal pembentukan umat (kota), sebagaimana dilakukan saat beliau hijrah ke Madinah.

Senin, 05 Desember 2011

Ary Ginanjar, Antara ESQ, Sain dan Agama (1)

Saat mengikuti training ESQ 165 di hotel Harmoni One, Batam 3-4 Desember lalu, saya sempat berdiskusi dengan pendirinya, Ary Ginanjar Agustian. Pertemuan ini berlangsung singkat, hanya 20 menit.


Dalam diskusi itu, saya mempertanyakan metode ESQ yang dituding oleh beberapa kalangan,cenderung men-sain-kan agama. Misalnya, kerap kali menghubung-hubungkan ayat-ayat Alquran sebagai pembenaran temuan-temuan sain abad ini.

Kepada Ary saya memaparkan sekilas, betapa agama dan sain selalu dipertentangkan, dimulai dari Eropa abad pertengahan (sekitar tahun 400-an hingga 1400-an Masehi). Peristiwa yang paling dikenal ketika Galileo Galilei dihukum mati karena telah menyatakan bahwa Matahari adalah pusat alam semesta, yang tentu saja bertentangan dengan pendapat agamawan bahwa bumilah pusat alam semesta.

Dari sinilah, sehingga kemudian memunculkan gerakan pemisahan agama dan saian. Menurut para saintis, agama dan kitab suci hanya mengajar moral. Bila ada yang bercerita soal sain, itu hanya menghubung-hubungkanya saja.

Sain tak akan pernah nyambung dengan agama, karena konsep sain bersifat relatif, ragu, empiris. Karenanya hasilnya selalu berubah. Sedang ajaran agama bersifat percaya, tetap tak bisa dipertentangkan.

Sain selalu menuntut pembuktian, Rasionalitas. Sedang agama hanya bertumpu pada iman dan yakin. Hal ini bisa diamati soal penciptaan alam semesta, manusia, dan lain-lain. Agama dan sain selalu tak akur.

Lalu apa jawab Ary?

Dia mengurai, bahwa hal yang saya paparkan ini sebenarnya pernah ditanyakan kepada Albert Einstein. Saat itu, Albert Einstein dimintai pendapatnya tentang ilmu dan agama. Einstein pun menjawab, ”Science without religion is lame, religion without science is blind (ilmu tanpa agama adalah pincang, agama tanpa ilmu adalah buta).”

Dari pernyataan tersebut, kata Ary diketahui bahwa sebenarnya semua aturan alam semesta ini adalah sebuah hukum-hukum alam ciptaan Tuhan. Ketika membahas agama, maka sesuangguhnya kita sedang membahas sebuah hukum-hukum alam baik sosial, fisika, kimia. Semua itu adalah ketentuan-ketentuan yang diciptakan Tuhan.

”Inilah yang menjadi dasar pemahaman bahwa ketentuan itu bukanlah terjadi dengan sendirinya, tapi diciptakan Sang Maha Penata yang beranama Allah,” ujanya.

Ary berpendapat, ketika ilmu pengetahuan dipertanyakan, ilmu pengetahuan akan mempelajari bagaimana hukum-hukum alam itu memahami. Contoh, Einstein mengatakan bahwa E=Mc2.

Maka sesungguhnya dia tak pernah membuat hukum alam itu, dia hanya membaca tulisan Tuhan tentang bagaimana energi itu sama dengan massa per kecepatan cahaya kuadrad.

Lalu di mana letak sain dan agama? Menurut Ary, agama memahami bahwa ketentuan hukum alam itu adalah kehendak Tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan mebaca ketentuan agama itu. Nah titik ketentuan pertemuan itulah yang akan melahirkan keimanan.

Ada juga ketika pengetahuan itu ditemukan, maka manusia akan melihat bahwa the end of the science itu adalah hukum ketetapan alam yang keteraturan sempurna ciptaan Tuhan.

Pada saat the end of the science itulah, tumbuh keimanan. Baru saat itu dia terjatuh dan dia melihat ada sebuah kekuatan dan ilmu yang di luar kekuatannya. Di sinilah letak pertemuan antara agama dengan sain. ”The believe start when the reason end. Saat titik kejatuhan itu terjadi, barulah kita melihat cahaya,” jelasnya.

Soal adanya tudingan menghubung-hubungkan Alquran dengan sain, sehingga dikhawatirkan di kemudian hari muncul penelitian yang justru mempertentangkan keterangan Alquran itu sendiri? Ary memiliki uraian yang bagus.

Menurutnya, manusia akan selalu bergerak mencari titik kebenaran. Selama titik kebenaran belum selesai, maka data awal akan menjadi kebenaran itu sendiri. Ketika ada kesalahan pada ilmu pengetahuan (bertentangan dengan Alquran), mestinya jangan menyalahkan Alquran-nya, tapi salahkan pada ilmu pengetahuan yang belum sempurna.

”Jangan Alquran-nya yang disalahkan, tapi kemampuan manusialah yang belum sempurana,” jelasnya.

Menurut Ary, dari semua rahasia alam ini, hanya segelintir saja yang terungkap. Dan itu adalah cara untuk menunjukkan bahwa mukjizat Alquran bukan ciptaan manusia. Hal ini bisa dilihat dari perhitungan-perhitungan luar biasa yang tak mungkin dilakukan manusia.

Contohnya surat dan ayat dalam Alquran yang selalu berkelipatan dengan angka 19. Kemudian kata panas, kata dingin yang jumlahnya selalu sama. Masih banyak lagi hal-hal yang membuktuikan bahwa Alquran ini bukan ciptaan manusia.

”Karena secara komputerais telah dihitung. Ada sebuah susunan yang membuktikan bahwa itu dijaga oleh Allah yang membuktikan keaslian Alquran itu sendiri,” jelasnya.

Ary Ginanjar, Antara ESQ, Sain dan Agama (2)

Lalu apa tujuan Ary membikin ESQ?

”Simpel saja, kita ini adalah produk pendidikan di Indonesia. Apa yang diajarkan di Indonesia? Intelektual, otak kiri, indeks prestasi, rapot. Padahal mansia itu bukan hanya mahluk intelektual,” jelasnya.

Menurut Ary, manusia itu mahluk emosional yang punya perasaan. Manusia itu mahluk spiritual yang punya nurani. Tapi yang dibentuk oleh pendidikan hanya yang 10 persen itu: intelektual.

”Emosi dan spiritualnya tak diformat. Akibat yang terjadi adalah manusia baru. Manusia yang saya samakan dengan manusia ras non manusia. Manusia yang dikatakan Thomas Hobb (filsuf Inggris yang beraliran empirisme, red) sebagai bellum omnium contra omnes = Perang semua lawan semua. Mansuia pemakan mansuia,” jelasnya.

Ary melanjutkan, manusia yang kehilangan hati nuraninya, kehilangan emosinya, sehingga yang ada sebuah mahluk intelektual seperti komputer tanpa kendali emosi, tanpa kendali spiritual. Akibatnya yang terjadi, sebuah kerusakan yang luar biasa.

”Bayangkan robot tanpa nurani, tanpa perasaan hidup dan berjalan-jalan di bumi Indonesia ini,” terangnya.

Beranjak dari pemikiran inilah, Ary merasa perlunya menyelenggarakan pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan yang memberikan pemahaman bahwa manusia itu mahluk emosional dan spiritual; yang harus diformat dan di-engineering.

”Yang terjadi sekarang adalah sebuah pemisahan yang luar biasa antara potensi intelektual manusia dan spiritual manusia, tak satu garis. Inilah yang terjadi ketimpangan,” jelasnya.

Dengan demikian, ESQ adalah bagaimana meng in-line lan antara intelektual manusia dan spiritual manusia menjadi satu garis, untuk melahirkan manusia seutuhnya atau menusia berintegritas.

Tentang mengapa metodenya selalu mengawinkan sain dan agama, menurut Ary, karena manusia selalu mencari hukum-hukum kebenaran yang bisa diterima akal sehat. Mansia diciptakan untuk benar, manusia tidak bisa didoktrin, serta manusia akan mencari hal yang paling benar dan tak menerioma hal yang tak masuk akal.

Artinya, sesuatu yang dilakukan senantiasa bisa diterima akal sehat, kalau akal tak bisa nerima, maka nuraninya. Jadi ketika dia mampu menemukan keseimbangan antara akal dan nuraninya, maka yang terjadi adalah manusia yang seimbang antara apa yang dipikir, apa yang ada di hatinya, dan apa yang dirasanya.

Menurut Ary, agama saat ini telah ditinggalkan dalam dunia sain. Ini pengaruh dari Eropa abad kegelapan, selama 10 abad. Saat itu, ketika berbicara agama, ada sesuatu yang mutlak tanpa perlu dipikirkan, inilah yang mengakibatkan sebuah kemunduran hingga ada hukuman mati di abad pertengahan.

”Pemisahannya luar biasa dan dampaknya sampai ke Indonesia, tapi pemisahanya menjadi fatalitas. Kebenaran itu cuma cuma satu, hukum alam itu sendiri,” ujarnya.

Soal pemisahan agama dan sain ini Ary mencontohkan di universitas, misalnya ilmu hukum. Banyak yang mencapai gelar hingga doktor, ahli undang-undang pidana dan perdata, tapi tak belajar hukum agama, tentang kejujuran dan keadilan.

”Apa yang terjadi? Mereka menjadi ahli-ahli hukum tapi memperjual belikan keadilan. Bahkan penegak hukum menjadi terhukum. Penuntut hukum malah dituntut. Kenapa? Karena mereka melepaskan diri dari sain dengan nilai-nilai agama,” jelasnya.

Di ujung dialog ini, Ary menegaskan bahwa dirinya bukan mengait-ngaitkan antara agama dan sain, namun bagaimana menggabungkan dua hal tersebut. Antara ilmu pengetahuan dan nilai.

”Jangan salah, setiap ilmu pengetahuan punya value: kejujuran. Siapa yang mengajarkan? Agama. Tapi ketika bicara aplikasinya, dia perlu undang-undang pidana dan perdata. Nah ini yang disatukan, dan itu pekerjaan ESQ,” jelasnya.

Kemudian, ketika bicara tentang SDM, tentang leadership, tentang manajemen, umumnya saat itu agama ditinggalkan. Akibatnya mereka mengamalkan rumus bisnis, ”untung sebesar-besarnya, modal sekecil kecilnya. Akibatnya yang terjadi, ikan asin diberi formalin. Padahal dalam hukum agama, itu tak boleh, karena merugikan.

”Nilai-nilai agama inilah yang coba dibawa ESQ ke harian, akibat agama ditinggalkan di dunia bisnis, hukum, dunia piolitik dan dunia sain,” jelasnya.

Di ujung wawancara, ada yang kami sepakati bahwa sain dan agama saling melengkapi. Ibarat melihat dunia dari dua jendela. Perbedaan hanya pada angle saja, pemandangannya sama.

Al Ghazali berkata, ”Wahyu ibarat cahaya, dan akal ibarat mata. Kita tak bisa melihat tanpa keduanya. Masihkah kita mempertentangkan sain dan agama?” ***