Minggu, 03 April 2011

Tarimijah dan Televisinya

Tarmijah adalah seorang pembantu rumah tangga di Batam. Sudah hampir satu tahun ini dia bekerja pada sebuah majikan kalangan menengah. Mbok Jah, begitu dia dipanggil.


Maklum, usianya sudah menginjak kepala 5. Meski sudah senja, Mbok Jah termasuk kategori wanita perkasa. Tenaganya masih kuat, masak, goreng numis, nyuci, nyetrika dia lakukan tanpa keluh.

Apa rahasianya? Yang jelas bukan jamu-jamuan karena Mbok Jah tak doyan jamu. Tidak juga suplemen dalam kaplet dan kapsul. Juga bukan minuman energi baik dalam kaleng, ataupun tablet larut seperti yang diiklankan Darius Synatria, Christian Sugiono, maupun Luna Maya.

Penasaran mau tahu? Ssst.... Ternyata rahasia keperkasaan Mbok Jah, adalah televisi. Ini dia.

Ya, Mbok Jah adalah pencandu televisi. Bila sehari saja tak nonton, tenaganya langsung drop. Namun sebaliknya, dia bagai kelinci Energizer yang pantang capek, bila sudah bekerja ditemani televisi.

Bila sudah di depan TV, gaya Mbok Jah bagai ratu di singgasana dengan remote sebagai regalianya. Klak klik klak klik, jemarinya mahir menekan tombol. Saking nyandunya, Mbok Jah mampu menghafal semua siaran televisi favoritnya. Baik siang maupun malam.

Acara favorit Mbok Jah adalah: untuk rating pertama, Gosip. Wah kalau soal ini, jangan coba diganggu. Dia akan kuat mematung tanpa berkedip. Bila gosipnya seru, semacam perselisihan Dewi Perssik dengan Julia Pers, Mbok Jah sampai terbawa emosi: dadanya naik turun, mulutnya pun ikut ngomel membela sang biduan pujaan.

Untuk acara favorit rating kedua Mbok Jah adalah sinetron, FTV dan segala macamnya. Kadang dia suka sendu sendiri bila kisahnya sudah sampai mengaduk perasaan. Atau kadang tertawa geli, bila dirasa adegannya lucu.

Sedangkan acara favorit rating ketiga adalah talkshow, tapi tetap isinya seputar gosip artis. Wah, wajahnya langsung sumringah dengan binar mata cerah, ”twing twing...” bila sudah menatap Olga Syahputra atau Jeng Kelin alias Rizna Nycta Gina, itu.

Acara favorit Mbok Jah yang masuk rating empat adalah kuis-kuis. Bila dari jauh sudah mendengar sapaan pembuka kuis dari Darius Synatria, Choky Sitohang, atau Ruben Onsu, presenter pujaannya itu, langkahnya langsung tergopoh ke depan televisi.
Ya, itulah Mbok Jah dan televisinya.

Karena sangat nyandu, kadang Mbok Jah suka jadi korban. Semua yang dijejalkan ke matanya dia anggap benar tanpa daya menyeleksinya.

Dia tak tahu bahwa kadang gosip itu sengaja diciptakan si artis untuk sarana publisitas agar namanya terus dibicarakan orang (populer). Bahkan ada juga artis yang sama-sama membintangi sebuah film, pura-pura berkelahi supaya diberitakan sehingga orang tertarik menonton film atau sinetronnya.

Bahkan ada juga dalam siaran gosip itu, kisah artis yang diliput tentang rahasianya memiliki kulit cantik dan langsing. Padahal maksudnya, dia tengah mengiklankan sebuah produk pil pelangsing.

Tapi Mbok Jah memang tak paham trik publisitas semacam itu. Dia juga tak tahu (dan memang tak mau tahu/pasif) bahwa untuk bisa digosipkan, kadang si artis membayar mahal media yang bersangkutan. Yang penting bagi Mbok Jah, dia puas bisa ikut bergosip.

Ini cukup beralasan, karena Mbok Jah bukanlah orang hebat yang gemar membicarakan ide-ide dan gagasan. Mbok Jah juga bukan orang biasa yang gemar membicarakan sebuah peristiwa. Mbok Jah hanyalah orang ”tak biasa”, yang selalu saja tertarik membicarakan orang lain.

Televisi bagi Mbok Jah adalah apa yang disebut ahli teori Komunikasi, Marshall McLuhan, sebagai media bersifat tactile. Ibarat orang buta meraba gajah, maka akan mengartikan apa yang dipegang sesuai apa yang dekat dalam pikirannya. Saat meraba belalai, akan dia artikan bahwa gajah itu mirip ular atau seruling dan sebagainya.

Intinya Mbok Jah menganggap dunia itu seperti apa yang dia saksikan di televisi. Televisi telah membuat pikirannya, menjadi kotak yang membatasi kemampuannya.
Lalu ke manakan majikan Mbok Jah? Apakah dia tak nonton televisi?

Majikan Mbok Jah tetap nonton televisi, cuma caranya berbeda. Dia tak hanya nonton siaran televisi lewat alatnya saja, malainkan juga lewat komputer atau ponsel. Televisinya sudah beralih ke digital. Selain itu, majikan Mbok Jah sudah sangat selektif dan aktif menelaah content.

Sebenarnya pengelola televisi sudah banyak berinovasi untuk menyiasati pemirsa kalangan menengah atas seperti majikan Mbok Jah ini. Misalnya melakukan difrensiasi media. Karenanya stasiun televisi saat ini tak lagi acak, namun sudah segmented, interaktif dan bisa diakses lewat internet.

MNC Grup saja, sudah membelah televisinya berdasar segmen, misalnya untuk kalangan atas, menengah, bawah dan anak muda. Sementara ada juga stasiun televisi yang khusus menyiarkan berita, atau hiburan saja. Begitu juga SCTV yang pernah jadi televisi feminim.

Namun tetap saja hal ini tak mampu membuat kalangan menengah atas, seperti majikan Mbok Jah, tunduk atau fanatik pada siaran-siaran yang disajikan stasiun televisi ini. Alasannya, sifatnya terlalu linier yang hanya memaksa agar nonton berurutan. Belum lagi, kadang isi acara dan filmnya diselang-seling iklan, sehingga membuat waktu terbuang. Yah, siapa yang suka menunggu.

Majikan Mbok Jah nonton televisi hanya sesekali hanya sebagai pelengkap atau pembanding informasi yang didapatnya. Biasanya yang ditonton hanya siaran berita dalam negeri atau talkshow inspiratif.

Bila ingin hiburan, sang majikan lebih memilih siaran bebas iklan. Ke mana lagi kalau buklan televisi berlangganan semacam National Geographic, Disciovery Channel, CNN, Aljazeera, ESPN, atau HBO.

Selain itu, selera sang majikan terlalu capet berubah. Apalagi saat ini sudah zaman internet. Gaya hidup majikan Mbok Jah sudah masuk ke era yang disebut ”generasi C”. Dan Pakarz, seorang peneliti Australia mengatakan, ”C” yang dimaksud di sini bisa berarti content, connected, digital creative, cocreation, costomize, curiosity, dan cyborg. Namun bisa juga berarti cyber, cracker (pembaharu), dan chameleon (bunglon).

Yahoo News, Selasa (1/2/2011), melansir hasil survei Nielsen dan Yahoo mengungkapkan, masyarakat modern semakin sulit dipisahkan dari internet. Tercatat, 86 persen pemirsa televisi melakukannya sambil berselancar di dunia maya menggunakan ponsel.

Aktivitas lain yang dilakukan adalah, mengunjungi berbagai situs yang tidak berkaitan dengan acara televisi (37 persen), mengirimkan email (33 persen), serta menggunakan aplikasi mobile (33 persen).

Nielsen dan Yahoo mencuatkan istilah second-screen untuk menyebut orang-orang yang mengakses internet, melalui ponsel maupun netbook atau tablet, sambil menonton siaran televisi.

Hal inilah yang kini mengilhami Sony maupun LG untuk meluncurkan internet TV. Selain bisa untuk nonton televisi, juga bisa terus online mengakses situs-situs internet.

Dengan demikian, kapanpun bisa mengakses Youtube, berinteraksi di facebook maupun twitter, atau mengunduh musik dan film kurang dari 10 menit, untuk disaksikan di tempat yang sama. Tentunya tanpa harus disendat oleh iklan.

Inilah yang membuat orang kian tak memerlukan (siaran) televisi konvensional yang acara terbaiknya selalu ditentukan pada waktu-waktu utama (prime time). Karena kini, kapanpun, mereka bisa menciptakan acara prime time, tanpa tergantung susunan acara yang diatur pengelola stasiun televisi.

Fungsi televisi saat ini tak lagi tele (jauh) dan visi (gambar), namun sudah berpadu dengan monitor karena yang ditonton bukanlah lagi pengiriman gambar jarak jauh, melainkan rekaman.

Dengan kemajuan ini, akan membuat pemirsanya kian cerdas. Mungkin di masa depan, tak akan ada lagi pemirsa televisi seperti Mbok Jah yang pasif menyimak siaran televisi, bagai orang buta menduga bentuk gajah. Semua akan serba aktif dan interaktif.

Tidak ada komentar: