Minggu, 21 Februari 2010

Maling Bangsat (kok) Beruntung

Kadang saya sempat berfikir, kok ya orang yang zalim, tukang main perempuan, jahat dan maling, masih saja selalu mendapat keutamaan hidup. Jabatannya makin keren, dan tentu saja uangnya semakin banyak.


Pertanyaan ini muncul ketika saya mendengar kisah seorang kawan saat bertamu ke rumah belum lama ini. Dia rupanya melihat ketidak beresan di lingkungan kerjanya.

“Ada kawan saya yang begitu. Tapi dia makin makmur,” jelasnya.

Kalimat “begitu” yang dimaksud adalah, sang kawan suka sekali mencuri di kantornya, baik itu uang perusahaan, maupun uang yang seharusnya menjadi hak karyawan lain. Alasannya ada saja. Akal-akalan.

“Selain jadi maling dan suka memotong rezeki karyawan, dia juga suka mark-up pengadaan barang,” sebutnya.

Dan yang paling parah, adalah kegemarannya bermain perempuan. Padahal dia sudah punya keluarga.

Hal lain, rupanya dia takut sekali bila jabatannya akan lepas. Bila ada bawahan yang dipandang brilian, langsung ditekan, diinjak. Tujuannya agar dia tetap naik.

“Tapi kok ya dia makin makmur. Jabatannya terus naik. Sementara yang jujur malah tak mujur. Ini kan keterlaluan,” sambung rekan saya.

Sebenarnya saya sering melihat contoh seperti ini. Banyak orang yang hidupnya dijalankan dengan cara-cara haram, malah kian makmur. Hartanya berlipat.

Namun yang kali ini agak menggelitik ruang minda saya. Lelaki biasanya akan selalu rakus pada salah satu dari tiga godaan hidup berupa harta (menghalalkan segala cara untuk kaya, jadi maling, hingga kasus suap dan korupsi).

Ada lagi godaan tahta (ingin selalu berkuasa, hingga menghalalkan segala cara/Machiavellis), dan wanita (sering terlibat skandal seks dengan wanita-wanita muda. Bisa jadi bawahannya, maupun pelacur kelas tinggi.

Tapi untuk kasus yang satu ini, saya benar-benar kaget. Bayangkan, tiga-tiganya diborong. Rakus harta, iya, tahta, iya, wanita juga iya. “Luar biasa”.

Hingga akhirnya pertanyaan ini saya sampaikan pada Agus Mustofa penulis buku-buku Islam berhaluan moderen. Saat saya SMS, dia tengah berada di tengah acara forum alumni ESQ Jawa Timur. Sebentar lagi akan melakukan presentasi.

Bunyi SMS saya kala itu adalah, “Pak Agus saya punya kawan, orangnya suka molimo, sering menzalimi bawahan, dan menilep uang perusahaan. Tapu megapa nasibnya kok yo bejo (beruntung) terus?”

Jawaban Agus sungguh di luar dugaan. Dia malah tertawa, “Ha ha… (Dia) dilulu (diumbar) sama Allah! Akan sampai saatnya dia menuai hasil perbuatannya… Makasabat wa alaiha maktasabat- berbuat baik, jahat pasti akan kembali ke dirinya…”

Kurang puas akan jawaban ini, saya pun mendiskusikan hal ini lewat SMS dengan seorang kawan yang kini tengah mengubah jalan hidupnya, dari jalan maksiat ke jalan Allah.

Semula saya bertanya kabar dan lain-lain. Kemudia dia menjawab dengan doa agar keluarga kami diberi keselamatan.

Sayapun membalas, “Terimakasih ya Pak, semoga Allah tetap mengilhamkan sifat-sifatNya kedalam jiwa melalui ruh kita…” jawab saya.

“Kata Ibnul Qayyim, kebersihan hati setiap manusia bergantung pada penderitaan dan cara kita melaluinya. Ini tafsir dari At Taghaabun, ayat 11.

Rasulullah juga bersabda: Man yuridullahu bihi khairan yushib minhu. (Barang siapa yang dikehendaki Allahkebaikan pada dirinya, maka dia membiarkan cobaan padanya/Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dari sinilah kemudian saya menyampaikan, apa yang menjadi pertanyaan kawan saya itu. Intinya sama dengan yang saya sampaikan ke Agus Mustofa, persisnya ada orang yang jahat, zalim, maling, tukang main perempuan kok ya tambah makmur.

“He he… iya, ana juga pernah begitu, Akhi. Dilena makiyat, rezeki ada terus dan seterusnya. Tapi itulah , secelaka-celaka manusia. Orang-orang yang terena fil quluubihim maradh, akan gulita kalbunyadari semua kenikmatan, maka fazaadha hummuluhu maradha: makin Allah gelapkan hatinya. Hanya itulah yang pantas dia dapat.

Wah, sejuk betul saya mendengarnya.

Seorang penulis buku barat menulis, peradaban biasanya selalu diairingi dengan tirani, namun ingatlah bahwa suatu saat mereka akan hancur, jatuh dan hina. Lihatlah Firaun, Hitler dan lain sebagainya itu.

Dari diskusi ini, semoga Allah makin memantapkan iman kami. Amin.

Jumat, 12 Februari 2010

Ketika Anggota Dewan Bersidang di Hotel Mewah

Selalu ada sisi lain dari setiap peristiwa, termasuk ketika Asosiasi Dewan Kota se-Indonsia (Adeksi) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) III di Jakarta 9 – 12 Februari. Bagaimana serunya?


Munas untuk memilih ketua umum baru beserta susunan formaturnya ini, digelar di hotel bintang 5, JW Marriot, Jakarta yang sekaligus menjadi tempat mereka bermalam. Ada 91 DPRD kota se Indonesia, namun yang ikut di Musda ini hanya 58 DPRD dengan membawa perwakilannya, total keseluruhan yang ikut 302 anggota.

Banyaknya peserta yang hadir, membuat tak semua menginap di JW Marriott. Untuk itu sebagian menginap di hotel yang tak kalah mewah dan megahnya, Ritz Carlton yang berada di seberang jalan.

Biaya paling murah menginap di hotel ini, berkisar Rp1,5 juta permalam. Namun karena yang nginap rombongan, maka panitia mendapat potongan harga yang cukup besar. Hal ini juga diungkapkan Sekjen Adeksi Rudy Alfonso. ”Jadi bukannya kami tak peka terhadap rakyat,” jelas pengacara itu.

Meski menginap di hotel mewah, namun tak membuat tingkah polah semua peserta yang hadir tampak elegan. Kadang ada saja yang mengundang kelucuan. Sekali lagi, ini bukan mencerminkan semua anggota Adeksi, hanya sekilas gambaran beberapa oknum saja.

Saat acara berlangsung, banyak tindak tanduk mereka yang unik. Misalnya, soal cara berpakaian. Meski di tata tertib acara ditulis agar memakai pakaian dinas harian, namun tetap saja tak seragam. Khususnya peserta laki-laki.

Ada yang berjas lengkap dengan dasi, ada yang hanya pakai kemeja sesuai warna partai, ada juga yang memakai baju safari. Bahkan ada juga yang memakai pecai.

Tak cukup sampai di situ, tiap acara berlangsung tempat duduk di depan selalu jarang yang mengisi. Mereka paling banyak ada di belakang, bahkan ada yang duduk di luar ruang menikmati makanan, ngopi atau merokok. Saat pembicara mengemukakan pemikirannya, tak semua juga yang mendengar seksama. Ada yang sibuk negrumpi, ada juga yang baca koran.

Dering ponsel juga sering terdengar, bunyi SMS apa lagi. Sampai-sampai panitia mengingatkan agar saat acara berlangsung ponsel dimatikan, atau di set nada getar saja.

Kelucuan lain tampak pada acara seminar ”Reorientasi Peran dan Fungsi DPRD sebagai Lembaga Legislatif Daerah dalam Menciptakan Pemeintahan yang Baik dan Bersih”, Rabu (10/2) lalu.

Saat itu, usai pemateri di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman dan Pakar Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, membacakan makalahnya, dilakukan sesi tanya jawab.
Beragam pertanyaan pun mengalir. Namun karena terbatasnya waktu, moderator Makrouf dari DPRD Surabaya, hanya membatasi enam pertanyaan.

Namun saat semua pertanyaan ini dijawab oleh Ryaas, rupanya ada peserta perempuan yang kuirang puas lalu menambahkan apa yang telah ditanyakan rekannya terdahulu.
Kontan saya ini diprotes peserta lain. Namun caranya cukup nyeleneh, bukannya interupsi malah mengeluarkan suara-suara cemooh, ”Hu....” katanya. Ada juga yang menirukan suara si penanya, dengan mengecilkan suaranya, ”Ci wi wi wi...”

Karena situasi tambah gaduh akhirnya ada darui peserta yang meminta agar moderator tegas, ”Katanya hanya enam penanya!” sergah mereka. Melihat ini, sang moderator pun tersenyum, lalu berkata, ”Soalnya yang nanya cantik, jadi moderator juga tak bisa tegas,” candanya disambut senyum Ryaas,

Peristiwa yang tak kalah menarik juga terjadi keesokan harinya, Kamis (11/2). Kala Meteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, akan segera tiba, ternyata peserta masih kososong. Panitiapun kebingungan. Ternyata mereka masih banyak berada di restoran, untuk sarapan. Padahal waktu sudah pukul 08.30.

Maka sibuklah panitia keluar masuk restoran, mengingatkan agar mereka segara masuk ruangan. Sedangkan panitia yang didalam, sibuk mengimbau dengan mik-nya agar semua masuk ruang, ”Yang masih ada di luar segara masuk, karena Pak Mentri (Dalam Negeri) sudah tiba dan akan segera memasuki ruangan,” imbaunya berkali-kali.

Hingga setelah lewat pukul 09.00, mereka bisa kumpul sehingga Gamawan Fauzi pun yang disambut Ketua Adeksi Soerya Respationo, memasuki ruang musda.

Sementara itu, bermalam di hotel mewah bukan berarti membuat mereka semua happy. Apalagi tak semua yang cocok akan masakan yang disajikan. ”Saya ini suka garam, tapi di sini masakannya sangat asin,” ujar anggota DPRD asal Kota Ternate. Dia komplain karena saat menikmati file ikan, asinnya tak ketulungan.

Bahkan, masih soal masakan, ada peserta asal DPRD kota di Kepri, yang buang-buang air, sehingga keesokan harinya tak bisa bangun akibat lemas. ”Dia itu penyakitnya hanya satu, kalau makanannya tak cocok langsung buang-buang air,” jelas temannya.

Sementara itu, ada yang tak cocok akan masakan ini, memilih memesan ayam goreng dari restoran siap saji. ”Sebenarnya saya tak suka makan beginian, tapi ya gimana lagi,” ucap anggota DPRD asal kota di Kepri.

Maklumlah, makanan di hotel JW Marrriott serba mahal. Jadi, mau tak mau, harus tunduk dengan menu paket yang disajikan. Karena kalau harus improvisasi, mememsan makanan lain di luar paket ini, mereka harus merogoh kocek dalam-dalam. Yang paling murah, gado-gado dibandrol Rp75 ribu. Bila sudah menyangkut nasi, bandronya sudah di atas Rp110 ribu.

Bila ingin makan di luar, maka harus menempuh sekitar 15 menit jalan kaki ke ITC Kuningan. Hanya inilah cara paling singkat, karena bila pakai taksi, selain harus bayar sewa, tentu akan makan waktu lebih panjang lagi, akibat terjebak macet. Namun yang pasti, tentunya tak ada cukup waktu, mengingat padatnya Musda, yang dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 24.00 itu.

Mahalnya sewa dan makanan di sini, membuat seorang peserta akan pindah hotel yang lebih murah. ”Tak kuat kalau di sini terus. Saya sudah dapat yang murah, Rp150 ribu permalam,” ujar anggota DPRD asal kota Tidore ini. Lelaki paruh baya ini akan pindah, mengingat baru bisa pulang pada hari Minggu (14/2), sementara Musda berakhir Jumat (12/2).

Hingga tibalah pada hari pemilihan ketua umum, Kamis malam. Lagi-lagi insiden kecil terjadi. Adalah Andi Burhanuddin Solong asal DPRD kota Balikpapan. Lelaki ini marah-marah. Pasalnya, dia gagal masuk bakal calon Ketua Umum Adeksi 2010-2015. Untunglah situasi ini bisa ditenangkan, hingga akhirnya terpilihlah Wisnu Wardhana asal kota Surabaya sebagai Ketua Umum Adeksi yang baru.

Wisnu memperoleh suara tertinggi (29 suara) dari dua kandidat lainnya, Herry Rumawatine, asal DPRD kota Tangerang (2 suara), dan Rusian, asal DPRD kota Banjarmasin (25 suara).

Namun dari semua ini, yang paling menonjol dan disegani dalam Musda ini adalah sosok Soerya Respationo. Hal ini juga diakui Wisnu Wardhana. ”Saya sangat kagum akan sosok pak Soerya, bahkan kalau bisa biarlah saya serahkan kursi Ketua Umum ini kepada beliau,” ujarnya. Tentu hal ini tak mungkin terjadi, karena saat ini Soerya sudah menjadi anggota DPRD Provinsi Kepri.

”Namun bila Pak Soerya mencalonkan lagi, dia dipastikan akan aklamasi,” ujar Asmin Patros, anggota DPRD Batam yang dalam formatur baru Adeksi 2010-2015 dia menjabat sebagai wakil Ketua Umum.

Kembali lagi ke Wisnu, dia berharap mampu melanjutkan apa yang sudah dirintis Soerya. Karena di bawah kepemimpinannya-lah Adeksi mampu berbicara di forum internasional.

Karena masih diperlukannya sosok Soerya ke depan, maka di kepengurusan yang baru ini dia didapuk sebagai Ketua Dewan Penasihat. Penghargaan lain yang diberikan, dengan diakomodirnya empat wakil dari Batam dan satu dari Tanjungpinang duduk di susunan utama formatur.

Mereka adalah Surya Sardi (Ketua DPRD Kota Batam) sebagai anggota dewan penasihat, Asmin Patros sebagai Wakil Ketua Umum, AA Sany Wakil Sekretaris, Nuryanto sebagai Kepala Bidang, dan Suparno (DPRD kota Tanjungpinang) juga sebagai Ketua Bidang.

Kamis, 11 Februari 2010

Ke JW Marriott, Tujuh Bulan Setelah Dikoyak Bom

Setelah dikoyak bom pada 17 Juli 2009 lalu, membuat hotel JW Marriott, Jakarta merumbak semua sistem pengamanannya. Bagaimana keadaannya sekarang? Tanggal 9-12 Februari ini, Batam Pos berkesempatan melihat langsung kondisi hotel tersebut. Berikut petikannya.



Hotel JW Marriott terletak di Jalan Lingkar Mega Kuningan, sebuah kawasan elit Jakarta Selatan. Tarif paling murah menginap di hotel bintang lima ini berkisar Rp1,5 juta permalam. Ini belum termasuk biaya pesan makanan.

Untuk makanan Indonesia, yang paling murah dibandrol Rp75 ribu. Itupun hanya gado-gado. Bila pesan menu lain, seperti nasi goreng dan sebagainya, harganya sudah mulai Rp110 ribu perporsi.

Cukup mahal memang, tak heran bila hotel ini masuk lima besar hotel termahal di Indonesia, selain Ritz Carlton, Mulia Senayan, Shangrilla, dan Grand Hyatt. Harga tersebut, tentu saja sebanding dengan kemewahan fasilitas, kenyamanan, dan pelayanan di dalamnya.

Namun demikian, tak mudah untuk bisa masuk ke hotel ini. Apalagi sejak dikoyak peristiwa bom bunuh diri 17 Juli 2009 lalu.

Di samping depan hotel, berdiri sebuah pos panjang beratap kanopi untuk mememriksa semua jenis kendaraan yang masuk. Pos ini dijaga 5 sekuriti, plus satu orang pembawa anjing pelacak yang akan mengendus setiap sudut mobil yang kita naiki.

Beda dengan anjing pelacak pada umumnya, anjing yang dipakai di sini adalah jenis golden dog. Anjing ini dikenal ramah dan manja, namun tetap memiliki penciuman yang tajam. Mungkin anjing ini dipilih agar tak terlalu membuat tamu tegang.

Agar kondisinya selalu fit, anjing ini memiliki shift kerja yang bertukar tiap 12 jam. Biasanya perturkan shift dilakukan pada tengah hari.

Lama pemeriksaan di pos ini tergantung jenis mobilnya. Bila mobil sedan, apalagi yang mewah, biasanya berlangsung sebentar, hanya 5 menit. Namun bila mobilnya agak mencurigakan, apalagi itu semacam mini bus atau mobil boks, bakalan tambah lama lagi.

Batam Pos juga merasakan bagaimana ketatnya pemeriksaan tersebut. Semula empat orang security menghentikan laju mobil. “Maaf pak, mohon bagasi dan kap mesin mobil dibuka,” anjurnya.

Dengan cekatan mereka melakukan pemeriksaan secara manual maupun dengan alat pemindai, lengkap dengan tongkat kaca untuk memeriksa kolong mobil. Bersmaan dengan itu, seorang petugas membawa anjing pelacak warna putih, ikut mengendus bagian body mobil yang lain. Setelah semua aman, seorang sekuriti lain membuka portal, “Silakan,” katanya.

Lima meter dari pos panjang tersebut, masih ada portal lagi yang dijaga seorang sekuriti. Bahkan di seberang jalan depan hotel juga ditempatkan sekuriti dengan helm putih bertuliskan PKD.

Setelah penumpang masuk turun, di emperan hotel sudah menyambut seorang sekuriti lain. Selanjutnya, tamu masih melalui pemeriksaan lagi, berupa body scanner layaknya di bandara.

Sekuriti yang berjaga di sini juga lima orang, empat lelaki, satu wanita. Namun seragamnya bukanlah biru dengan sepatu lars, melainkan hitam-hitam dengan sepatu pantofel warna senada. Di bagian kanan seragam itu ada lambang bintang kuning bertuliskan security JW Marriott.

Di seberang body scanner ini ada sebuah kamar kecil yang ditutup tirai hitam, berukuran 1x2 meter. Tempat ini digunakan untuk membedah barang bawaan para tamu yang dirasa mencurigakan.

Setelah lolos dari pemeriksaan ini, tamu barulah dipersilakan menuju ke loby hotel, melalui terowongan kaca. Jarak antara lobi dan ruang scanner ini sekitar 30 langkah.

Di ujung jalan, sebelum masuk ke loby, seorang personel Brimob baret biru berseragam hitam-hitam siaga dengan senjara laras panjangnya.
Begitulah. Tak ada titik yang tak dijaga. Bahkan di pintu masuk parkir pun juga dijaga 5 petugas lengkap dengan body scanner.

Beberapa sekuriti yang saya temui mengatakan, sebenarnya pengamanan model ini sudah lama dilakukan. Misalnya, lift hanya bisa diakses dengan menggunakan kartu magnet yang berguna sebagai kunci kamar.

Cuma pasca meledaknya bom tahun lalu pengamanannya lebih diperketat lagi. Tak hanya sistem pengamanan saja yang dievaluasi, sistem penerimaan pegawai juga diperketat. Khususnya pekerja out sourching.

Seperti diketahui, terors yang meledakkan JW Marriott bekerja sama dengan orang dalam hotel ini. Dia adalah Ibrahim pegawai out sourching bagian florist (rangkaian bunga).

“Setelah peristiwa itu. Hotel kami tak mau lagi mengambil petugas outsourching (bagian florist). Bila kami memerlukan bunga, kami cukup beli langsung saja dari luar. Lebih aman,” jelas sekuriti tersebut.

Selain outsourching, manajemen hotel ini juga menutup tempat kejadian perkara yang diluluh lantkkan bom yang berada di sayap kiri hotel ini.

Pengunjung tak bisa lagi melihat-liat tempat tersebut. Satu-satunya jalan masuk ke sana, telah ditutup oleh sebuah restoran Jepang, bernama Asuka Japanesse Dining.

Saat saya melongok ke sana, tampak wanita berkimono berlalu lalang membawa pesanan. Resto ini memadukan suasana zen dengan konsep omakase yang unik. Layaknya resto Jepang yang lain, menu utama resto ini adalah sushi, sashimi dan lainnya.

“Jadi saya sudah tak bisa lagi melihat tempat kejadian itu?”
“Wah tempatnya sudah ditutup pak,” jawab sekuriti tersebut. “Hanya kacanya aja yang pecah (kena bom) Pak. Itupun udah langsung diperbaiki,” sambungnya.

Dia mengatakan, bahwa saat peristiwa terjadi sedang berada di ruang parkir. Namun hal tersebut tak mempengaruhi mental karyawan hotel ini. “Sudah biasa pak. Setelah itu karyawan bekerja seperti biasa lagi,” jelasnya.

Tak hanya TKP, terowongan bawah tanah dari hotel ini menuju Ritz Caralton yang berada di seberang jalan, juga ditutup. Sekarang kalau mau ke Ritz, para tamu harus lewat jalan depan hotel. Bila dirasa terlalu jauh, ada yang memilih naik taksi.

Tak hanya itu alun-alun di depan hotel ini, juga dipagar seng. Sekadar diketahui, sebelum meledakkan dirinya di dalam hotel berlantai 30 ini, pelaku bom tersebut masih sempat berfoto-foto di lapangan ini, berlatar gedung hotel JW Marriott.

Kini, orang-orang tak bisa lagi sembarangan masuk ke sana. Satu-satunya akses masuk berada di selatan. Itupun dijaga ketat oleh sekuriti. Di mulut pintu masuk itu tertulis plang nama, PT Mega Kuningan International.


Untuk bisa melihat kondisi dalam alun-alun ini, Batam Pos hanya bisa melihat dari kamar hotel. Kebetulan saat itu dapat kamar cukup tinggi, di lantai 26. Dari sini pemandangan bagian dalam alun-alun jelas terlihat.

Tak hanya alun-alun, kamar tempat menginap para teroris yang berada di lantai 18 juga ditutup. Seorang staf hotel yang ditemui Batam Pos mengatakan bahwa kamar tersebut tak lagi disewakan. “Saya tak tahu apa-apa Pak. Yang jelas sudah tak dijual,” ujarnya sembari berlalu.






Bila malam menjelang, pengamanan di kawasan elit ini kian ketat lagi. Mobil patroli polisi kerap mangkal di sini. Belum lagi petugas pejalan kaki. Bila dirasa ada yang mencurigakan, mereka tak ragu untuk menanyakan identitas yang bersangkutan.

Itulah sebabnya, dalam buku panduan hotel, para tamu diminta selalu membawa tanda pengenal bila keluar hotel saat malam hari, agar setiap saat keamanan setempat bisa saja menanyakan kartu identitas tersebut.

Kemanan ketat ini memang penting dilakukan, untuk menangkal serangan terorisme. Jangankan tak dijaga, dijaga saja masih kebobolan. Bila itu terjadi, maka tak hanya industri pariwisata saja yang terpukul, tapi wajah Indonesia juga tercoreng.

Hal ini juga diakui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budimansyah, saat berbincang dengan Batam Pos di kantornya Rabu (10/2) lalu. “Perlu waktu lama untuk memulihkan pariwisata Jakarta sejak peristiwa itu terjadi,” ujarnya.




Ket: Foto kiri, pintu masuk ke hotel JW Marriott dilihat dari lantai 26, kanan pemandangan alun-alun yang kini ditutup itu.

Rabu, 10 Februari 2010



Anggota DPRD Harus Berpikir Cerdas


JAKARTA (BP)-Anggota DPRD diminta tak lagi mengurus hal-hal yang bukan levelnya. Uruslah hal-hal yang

penting dan strategis yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat.

"Masak anggota Dewan ngurusi soal pengadaan kunci dan campuran semen pembangnan sekolah

dasar, itu bukan levelnya. Itu level kasi (kepala seksi) inspektorat," ujar Meteri Dalam

Negeri Gamawan Fauzi, dalam sambutannya di hari ke dua Musyawarah Nasional Asosiasi Dewan

Kota Se-Indonesia (ADEKSI), di JW Marriott, Jakarta kemarin.

Menurut Gamawan, seharusnya anggota dewan berpikir cerdas dan besar, mengajak wali kota atau

bupati berdiskusi tentang akan ke manakah daerah ini ke depan.

Karena ingat, kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah terletak kepada kepemimpinan yang baik dan bermuara pada kesejahteraan rakyat.

"Ada enggak yang berani tanya ke wali kota, tentang berapa rasio pertumbuhan kita, inflasi

dan lain-lain? Jangan hanya ngurus kunci SD saja," tanyanya. Hadirin pun diam.

Hal serupa, menurut Gamawan juga harus dilakukan pada rakyat. Tanyalah mereka, apa maunya.
Hasil dari diskusi itulah, lanjut Gamawan, dijadikan landasan untuk membangun daerahnya ke

depan.

Selanjtunya dia mencontohkan bagaimana parlemen Jerman bekerja. Di saat tak ada sidang,

mereka memilih kembali ke daerah pemilihannya masing-masing.

Di sana, sang anggota dewan, akan membuka "stan" di mall atau tempat keramaian lainya

layaknya seorang sales. "Di mejanya tertulis anggota dewan daerah pemilihan sekian," contoh

Gamawan.

Dari sinilah dia aktif bertanya kepada pengunjung atau rakyat yang memilihnya, apa yang

mereka keluhkan dan lain sebagainya. Semua masukan dia tulis, lalu dibawa sebagai bahan

pekerjaannya di dewan.

"Alangkah indahnya jika DPRD se-Indonesia melakukan itu," jelasnya.


Sebelumnya, hal senada juga disinggung Ketua ADEKSI Soerya Respationo. Dalam sambutannya dia

memaparkan agar anggota Dewan mampu membangun pendekatan yang baik ke masyarakatnya.

Karena tak jarang ditemukan, anggota dewan yang berubah nge-bos ketika sudah duduk di kursinya. "Tentunya hal ini akan menjadi hambatan dalam membangun good governance," ujarnya.

Selanjutnya Soerya menjelaskan bahwa good governance tak tepat jika hanya diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik.

"Saya lebih suka memakai istilah good governance dari pada diartika tata kelola pemerintahan yang baik. Sebab maknanya jauh berbeda," jelasnya.

Menurutnya good governance adalah cara bagaimana kekuasaan negara dipakai untuk mengelola sumber-sumber ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

Semua ini akan bermuara dari pemerintahan yang buru menjadi baik, lamban menjadi proaktif dan aspiratif, korup menjadi transparan dan seterusnya. (ref)
























Untuk memasuki hotel JW Marriott saat ini tidak mudah. Ledakan bom yang mengguncang satu tahun lalu itu************** memaksa manajemen hotel ini kian mengetatkan pengamanannya.

Empat orang security menghentikan laju taksi yang saya tumpangi. “Maaf pak, mohon bagasi dan kap mesin mobil dibuka,” anjurnya.
Dengan cekatan mereka melakukan pemeriksaan. Tak lama, seorang petugas membawa anjing pelacak warna putih, ikut mengendus bagian body mobil yang lain.
Setelah semua aman, seorang sekuriti lain membuka portal, “Silakan,” katanya. Beberapa meter dari pemriksaan ini, mobil berhenti lagi untuk menunggu portal bagian dalam dibuka.
Beginilah sekelumit gambaran betapa ketatnya pemeriksaan untuk bisa masuk ke hotel bintang lima tersebut. Usai peristiwa bom tahun lalu, manajemen hotel ini terpaksa mengubah semua sistem pengamanannya.

Di depan hotel, berdiri sebuah pos panjang beratap kanopi untuk mememriksa semua jenis kendaraan yang masuk. Pos ini dijaga 5 sekuriti, plus satu orang pembawa anjing pelacak. Layaknya petugas yang lain, anjing pelacak ini memiliki shift kerja 12 jam. Biasanya perturkan shift dilakukan tiap tengah hari.

Lama pemeriksaan di pos ini tergantung jenis mobilnya. Bila mobil sedan, apalagi yang mewah, biasanya berlangsung sebentar, hanya 5 menit. Namun bila mobilnya agak mencurigakan, apalagi itu semacam mini bus atau mobil boks, bakalan tambah lama lagi.

Lima meter dari pos panjang tersebut, masih ada portal lagi yang dijaga seorang sekuriti. Bahkan di seberang jalan depan hotel juga ditempatkan sekuriti dengan helm putih bertuliskan PKD.

Setelah penumpang masuk turun, di emperan hotel sudah menyambut seorang sekuriti lain. Selanjutnya, tamu masih melalui pemeriksaan lagi, berupa body scanner layknya saat akan naik pesawat.

Sekuriti yang berjaga di sini ada lima orang. Namun seragamnya bukanlah biru dengan sepatu lars, melainkan hitam-hitam dengan sepatu pantofel warna senada. Di bagian kanan seragam itu ada lambang bintang kuning bertuliskan security JW Marriott.
Di seberang body scanner ini ada sebuah kamar kecil yang ditutup tirai hitam, berukuran 1x2 meter. Tempat ini digunakan untuk membedah barang bawaan para tamu yang dirasa mencurigakan. Petugasnya seorang wanita.

Setelah lolos dari pemeriksaan ini, tamu barulah dipersilakan menuju ke loby hotel, melalui terowongan kaca. Jarak antara lobi dan ruang scanner ini sekitar 30 langkah.

Di ujung jalan, sebelum masuk ke loby, seorang personel Brimob berseragm hitam siaga dengan senjara laras panjangnya. Begitulah. Tak ada titik yang tak dijaga. Bahkan di pintu masuk parkir pun juga dijaga 5 petugas lengkap dengan body scanner.

Beberapa sekuriti yang saya temui mengatakan, sebenarnya pengamanan model ini sudah lama dilakukn. Cuma pasca meledaknya bom tahun lalu********* pengamanannya lebih diperketat lagi.

Mereka mengatakan, tak hanya sistem pengamanan saja yang dievaluasi, sistem penerimaan pegawai juga diperketat. Khususnya pekerja out sourching.

Seperti diketahui, terors yang meledakkan JW Marriott bekerja sama dengan orang dalam hotel ini. Dia adalah Ibrahim******** pegawai out sourching bagian flourist.

“Setelah peristiwa itu. Hotel kami tak mau lagi mengambil petugas outsourching (bagian florist). Bila kami memerlukan bunga, kami cukup beli langsung saja dari luar. Lebih aman,” jelas sekuriti tersebut.

Selain outsourching, manajemen hotel ini juga menutup tempat kejadian perkara yang diluluh lantkkan bom yang berada di sayap kiri hotel ini.

Pengunjung tak bisa lagi melihat-liat tempat tersebut. Satu-satunya jalan masuk ke sana, telah itutup oleh sebuah restoran Jepang, bernama Asuka Japanesse Dining.

Saat saya melongok ke sana, tampak wanita berkimono berlalu lalang membawa pesanan. Resto ini memadukan bersuasana zen dengan memakai konsep omakase yang unik. Layaknya resto Jepang yang lain, menu utama resto ini adalah sushi, sashimi dan lainnya.

“jadi saya sudah tak bisa lagi melihat tempat kejadian itu?”
“Wah tempatnya sudah ditutup pak,” jawab sekuriti tersebut. “Hanya kacanya aja yang pecah Pak. Itupun udah langsung diperbaiki,” sambungnya.

Dia mengatakan, bahwa saat peristiwa terjadi sedang berada di ruang parkir. Namun hal tersebut tak mempengaruhi mental karyawan hotel ini. “Sudah biasa pak. Setelah itu karyawan bekerja seperti biasa lagi,” jelasnya.



Tak hanya TKP, terowongan bawah tanah dari hotel ini menuju Ritz Caralton juga ditutup. Bahkan alun-alun depan hotel ini, juga dipagar seng. Sekadar diketahui, sebelum meledakkan dirinya di dalam hotel JW Marriott, pelaku bom tersebut masih sempat berfoto-foto di lapangan ini, berlatar gedung hotel JW Marriott.

Kini, orang-orang tak bisa lagi sembarangan masuk ke sana. Satu-satunya akses masuk berada di selatan. Itupun dijaga ketat oleh sekuriti. Di mulut pintu masuk itu tertulis plang nama, PT Mega Kuningan International.

Tak hanya alun-alun, saya pun tertarik menuju kamar tempat menginap para teroris yang berada di lantai 18. Untuk menuju ke sana, harus naik lift yang hanya isa diakses dengan menggunakan kartu magnet yang berguna sebagai kunci kamar.

Sesampainya di lantai ini, bertemu seorang cleaning service. Saya bertanya di mana kamar teroris tersebut. Dengan wajah agak takut, dia mengatakan bahwa kamar tersebut tak lagi disewakan. “Saya tak tahu apa-apa Pak. Yang jelas sudah tak dijual,” ujarnya sembari berlalu.






Untuk bisa melihat kondisi alun-alun ini, saya pun naik ke kamar hotel. Kebetulan saya dapat kamar cukup tinggi, di lantai 16. Dari sini pemandangan bagian dalam alun-alun jelas terlihat.



30 lift pakai kunci magnet, pinjem gunting ditunggu, alun-alun ditutup, PT mega kuningan international, dijaga atpam, terowongan ke ritz carlton ditutup, kamar teroris di lantai 18 ditutup, yang ngomong takut-takut, 1,5 juta, paling luar ada 5 sekuriti plus satu anjung, portal dalam ada lagi, pakai baju biru, di dalam pakai baju hitam yang jaga scanm I yang buka pintu sekuriti cewek, 5 formasi, . mau masuk lobi ada toko roti cake book ada 1 brimob maju hitam dengan senjata lars panjang, . tak hancur Cuma kacanya saja, floris dari luar langsung tak datang out sotrching, florist ke dalam, penerimaan karyawan ketat, cs di luft mau gimana lagi pak, tak ada kerjaan yang lain, gaki sama saja, semua ramah.


Peran DPRD sangat kurang, menuju gejla-gejal sentralistik. (ditarik ke pusat lagi)
Perbedaan psisi DPRD antara saat UU 22/99 dengan setelah turunnya UU 32/2004


Saat saat UU 22/99
1. DPRD bukan legislatif daerah yang terpisah dari eksekutif, persis DPR
2. menyusun anggran sendiri, memilih kepala daerah sendiri,
3. DPRD tempat kepala daerah melaporkan pertanggung jawaban. Bila pertanggung awaban kepal derah ditolak dua kali berturut-turut, maka DPRD bisa mengganti kepala daerah. Hl ini hanya bisa dibatalkan oleh pemerintah pusat, bila ada alasan yang sangat luar biasa.
4. Bila laporan pertanggung jawaban di akhir masa jabatannya (tahun ke 5) ditolak oleh DPRD, maka figur kepla daerah yang bersangkutan tak boleh mencalonkan lagi.

”Bayangkan betapa berkuasanya DPRD kala itu,” ungkap Ryaas.


Akibat kuasaan yang besar ini sehingga sering terjadi penyalah gunaan kekuasaan oleh oknum anggota dewan, sehingga banyak ditemukan skandal korupsi, atau terjadi permainan uang saat pemilihan kepal daerah tersebut.

Kasus yang paling sering ditemukan adalah pemerasan kepada eksekutif dengan ancaman akan menolak LPj, ”Kadang ada yang genit, LPj belum dibacakan sudah ngancap akan menolak,” tutur Ryaas.

Melihat masalah ini, maka timbul pemikiran di zaman Presiden Megawati untuk menghapus permainan uang dan penyalah gunaan wewenang ini. Maka keluarlah UU 23/2004.

Saat itu diambil keputusan agar pemilihan kepala daerah dipilih langsung. Sebenarnya di UU disebut bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, tapi oleh Mega diartikan Pilkada langsung.

”Memang permainan uang (di DPRD) itu berakhir, tapi pindah ke rakyat,” seloroh Ryaas, yang disambut tawa hadirin.

Sementara itu, peran DPRD kian terkebiri. Akibat turunnya UU 23/2004, DPRD bukan lagi badan legislatif daerah namun bagian dari pemerintah daerah utnuk ikut menyelegarakan pemerintahan daerah.

Yang terjadi kebalikannnya dengan sebelumnya, kepala daerah tak lagi bertanggung jawab ke DPRD. Yang ada hanya memberikan laporan saja.

”Karena hanya laporan, tugas DPRD hanya mengoreksi, tapi tak bisa menolak,” ujar Ryaas.

Semua kewenangan DPRD saat ini dikembalikan ke pusat (baca: sangat lemah), sementara kewenangan kepala daerah tetap (baca: sangat kuat/berkuasa). ”Kepala daerah tetap otonom penuh, tapi tak bertanggung jawab kepada DPRD,” jelasnya.

Ini tentu menjadi logika yang sulit, karena sekali lagi menjadikan kepala daerah teramat ”powerfull”.

Menurut Ryaas, hal ini mengembalikan lagi posisi DPRD pada format UU nomor 5/1974. ”Mudah-mudahan direvisi UU 32/2004 itu,”harapnya.



Meski begitu, ternyata masih ada saja celah bagi DPRD untuk ”berkuasa”, sehingga menimbulkan keluhkesah dari kepala daerah.

Misalnya dengan ditemukannya kasus, banyak anggota DPRD yang membawa nitip ”Ini itu” saat APBD akan disahkan. Dalam hal ini yang berhubungan dengan proyek pribadi. Mereka meminta agar kepala daerah mau kompromi. Ulah inilah yang bisa mencederai kepentingan rakyat.

Ada juga ditemukan DPRD di masa lalu, memeriksa dokumen di dinas sampai ke kwitansi yeng nota bene adalah wewenang Badan Pemeriojsa Keuangan.

”DPRD itu kan pengawasan politik, bukan teknis. Temuan BPK itu hanya bisa dijadikan acuan untuk membuat kebijakan,” jelasnya.

Mestinya DPD memiliki tanggungjawab moral untuk menjaga fokus penggunaan anggaran.






DPRD harus terobsesi menjadi pahlawan rakyat. Seperti apa yang telah dilakukan oleh DPRD Buton.

Di sini ada perda yang membebaskan pedagang kecil dari segala pungutan. Ini adalah bentuk terimakasih pemerintah kepada rakyat yang masih mau bekerja secara halal. ”Untung mereka tak mencuri atau merampok,” ujar Ryaas.

Karena pemerintah yang baik adalah yang sedikit memungut pajak. Jangan seperti zaman penjajah. Semua dipajakin. Bila tak sanggup, barang-barang di sita,” contoh Ryaas.

Terkait hal ini, DPRD diminta untuk berbuat serupa. Ryaas mencontohkan soal kasus penggusuran yang dinilai tak prorakyat, akibat awalnya tak ditangani dengan baik.

Mestinya saat baru ditemukan ada pemukiman liar, langsung ditertibkan. ”Ini tidak, sudah ada RT/RW-nya, listri dan air sudah masuk, baru digusur,” sindirnya.



---------------------------


Benny K Harman

Saat ini banyak angghota DPRD terjerat kasus hukum setelah PP 110 keluar.
Terjadi banyak persoalan anggota DPRD dirproses hukum karena membuat pernyataan dugaan korupsi kepala daerah.

Padahal ini sudah sesuai dengan fungsi DPRD untuk menjalankan hak legislasi, pengawasan, dan anggaran.

Untuk menjalankan semua fungsinya ini, DPRD memiliki kekebalan hukum. Mereka bebas mengeluarkan pernyataan,. Pendapat baik di dalam maupun di luar ruang sidang.

Namun kenyataannya ada sekitar 10 kabupaten yang anggota DPRD-nya dijerat hukum saat melaksanakan fungsinya itu. Kekebalan hukumnya (imunitas) sudah hilang.



Namun kadang banyak anggota DPRD yang terjerat kasus korupsi saat melaksanakan fungsi anggrannya. Hal ini disebabkan banyaknya mereka yang ikut urus proyek.
”Banyak anggota dewan yang merangkap jadi kontraktor, baik langsung maupun tak langsung” jelasnya.

Modus yang selama ini dilakukan adalah perusahaannya dilepas (dijalankan) kepada orang lain, atau memakai nominee, di mana mereka membuat perusahaan itu atas nama saudara atau kerabatnya. Yang menjalankan boleh siapa saja, tapi tetap juga nama sang oknum berperan di situ.

”Karena hal tersebut, banyak terjadi konflik kepentingan,” jelasnya.

Sasaran perusahaan-perusahaan ini adalah saat penyusunan anggaran. Saat itu, mereka memeras kepala daerah dengan cara meminta proyek. Akibat dari praktik ini, KPK menemukan 40 hingga 60 persen dana APBD hilang.

Semua ini akibat banyaknya proyek fiktif yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang ternyata bila diselidiki dimiliki oknum dewan tersebut.


Karena itulah di tahun 2010 ini KPK akan fokus memantau, memonitor APBD. Puncaknya, Komisi III DPR-KPK sudah melakukan pertemuan. Intinya mereka meminta agar anggota DPRD memperbaiki diri, atau KPK akan mengambil tindakan.

”Bisa bubar Republik ini,” ucap Benny, menirukan peringatan anggota KPK.

Makan uang banyak, tak memikirkan kehendak rakyat. Hal inilah yang membuat citra dewan rusak di mata publik.

Agar hal ini bisa berkurang, maka Benny meingimbau sudah saatnya DPRD mengubah manajemen pengadaan barang dan jasa