Kamis, 12 Desember 2013

Dari Kongres Kebangsaan, Forum Pemimpin Redaksi (2)

Beri Pidato Kunci, SBY Tekankan Pentingnya Perubahan

Haluan berbangsa dan bernegara harus terus dipantau dan diperbaiki. Perubahan itu penting, dan pers menjadi pilar agar Indonesia kembali ke haluan tersebut. 

Kongres Kebangsaan ini akhirnya melahirkan delapan butir Komitmen Jakarta. Sebuah komitmen para pemimpin redaksi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Delapan poin itu antara lain memperkokoh Indonesia dengan memperkuat Pancasila sebagai fondasinya, perjuangan politik untuk membentuk pemerintahan yang mecerdaskan kehidupan bangsa, mengonsolidasikan demokrasi, kemungkinan amandemen kelima konstitusi serta peninjauan kembali peraturan perundangan.

Poin lainnya penyempurnaan lembaga perwakilan dan sistem pemilu, penyempurnaan fungsi DPD, partisipasi keterwakilan tanpa biaya mahal.

Selain itu, perlunya penataan kembali otonomi daerah untuk peningkatan partispasi publik dan menghindari timpang tindih kewenangan. Poin lainnya perlunya memulihkan wibawa hukum melalui pemilihan aparat yang berkompeten dan penguatan budaya demokrasi.

Kongres juga menyepakati keberadaan haluan negara yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Terakhir, meminta MPR mengambil langkah yag diperlukan untuk menindaklanjuti hasil Kongres Kebangsaan.

Komitmen ini dibacakan langsung Ketua Forum Pemred Nurjaman Mochtar pada puncak acara, Rabu (11/12) di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang datang menutup acara tersebut untuk menyampaikan pidato kunci. Bersamanya, hadir juga Ketua MPR, Ketua DPD, perwakilan negara-negara sahabat dan sederet pejabat teras negeri ini.

Di forum itu presiden mengapresiasi gagasan perubahan untuk membuat negeri ini lebih baik. Menurutnya, ini gagasan besar dan fundamental. Untuk itu tak boleh hanya digagas segelintir orang, harus melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak untuk membangun negeri ini berkembang lebih baik.

Presiden kemudian menggambarkan, dalam masyarakat ada dua tipe manusia. Pertama yang senang perubahan. Bagi mereka tiada hari tanpa perubahan, dan selalu mengubah dan mengubah. Namun ada juga yang antiperubahan. Mereka berpendapat, buat apa diubah, kan semua sudah baik.

"Dalam kehidupan bernegara selalu ada benturan antara dua kubu ini, terutama antara kaum ekstrim yang ada di kedua kubu," jelasnya.

SBY berpendapat, perubahan itu tak ditabukan, tapi diniscayakan sepanjang memiliki kepentingan dan urgensi untuk sebuah kebaikan dan dilaksanakan dengan proses yang tepat. Sehingga kalau ada risiko atau guncangan, segala sesuatunya sudah diperhitungkan.

"Ide perubahan hampir selalu mendapat resistensi, namun bila sebuah bangsa sepakat melakukannya, maka tak boleh gentar meski ada elemen-elemen yang tak setuju atau melawannya," pesannya.

SBY kemudian me-review, sejak berdiri pada 1945 lalu, bangsa indonesia telah megalami koreksi sejarah, melalui perubahan dramatis yang menelan risiko korban sangat tinggi. Pada tahun 1965 dan 1998, 2000, terjadi perubahan besar-besaran disertai krisis dan guncangan. 

"Bahkan (saat itu) ada yang meramalkan negeri kita akan jatuh seperti (negara-negara) balkan di Eropa timur," ingatnya.

Dari sini bisa dipetik pelajaran, bahwa tak boleh menghalang-halangi terjadinya hukum alam, bahwa perubahan perlu dilakukan. 

"Menganggap sistem yang sudah lama dianut sudah baik, menurut saya mengganggu hukum alam. Bangsa yang baik dan bijak akan selalu melakukan refleksi untuk melakukan perubahan dan penataan. Daripada terjadi revolusi sosial, atau perubahan yang dipaksakan yang sering menyakitkan," jelasnya.

SBY kembali merefleksi, saat Sidang Umum MPR 1998, saat Soeharto masih berkuasa, dia mewakili Fraksi ABRI di DPR menyampaikan bahwa reformasi tak  bisa dielakkan. Pernyataannya ini menuai kecaman, banyak yang tak siap menerima kata tersebut, yang di era Soeharto sangat ditabukan. "Saya bahkan dibilang kemajon (Jawa: terlalu maju)," ingatnya.

SBY seolah berpesan, andai saja saat itu reformasi (perubahan) dilakukan lebih awal, maka peristiwa berdarah yang memakan banyak korban tak perlu terjadi.

Menurutnya, bila semua rakyat sepakat perlu ada perubahan tertentu, maka perubahan itu perlu direncanakan dan dipersiapkan. "Marilah forum ini kita letakkan dalam kerangka pemikiran seperti itu," ajaknya.

Contoh lain, di tahun 2002 saat menjabat Menkopolkam di era Presiden Megawati, SBY didatangi tokoh mahasiswa yang membawakan suara teman-temannya. "Dia bilang, sudahlah Pak, buang saja UUD 45 itu, ganti yang baru," ungkapnya.

Kemudian di Tahun 2004, saat dia maju sebagai calon presiden, dalam sebuab acara di Jakarta, dia ditanya, beranikan kalau terpilih jadi presiden nanti, dia mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 45 yang telah mengalami empat kali perubahan itu?

SBY hanya diam. Dan memang hingga saat ini, kedua pemikiran ekstrem itu tak jadi bagian dari sejarah Indonesia. "Saya meyakini, keduanya tak terjadi karena rakyat Indonesia tak menghendakinya," jelasnya.

Hingga kini, setelah 15 tahun reformasi, berpendapat bangsa ini haruslah mulai memikirkan perubahan dan penataan kembali bagian-bagian mana saja dari sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang ada saat ini diperbaiki untuk menuju keadaan yang lebih baik.

"Tapi dengan catatan, yang baik harus kita jaga dan dipertahankan. Tapi yang nyata-nyata tak baik, kita harus berani melakukan peninjauan dan perbaikan," tegasnya.

SBY menyadari, pastilah perubahan itu tak bisa dilakukan di era kepemimpinannya. Tapi pemikiran mulia tersebut, tak keliru kalau digagas. Untuk itu SBY mengajak segenap komponen bangsa untuk melihat kerangka bangsa Indonesia guna melakukan penataan kembali.

"Perubahan itu tak boleh grasa-grusu (asal-asalan), ceroboh, emosional, apalagi menuruti tekanan politik tertentu. Karena pemimpin politik akan datang dan pergi, tapi bangsa Indonesia akan ada sepanjang masa. Dan rakyat harus dilibatkan dan didengarkan pandangan dan pendapatnya," jelasnya.

Selanjutnya, melalui beberapa pertanyaan kunci, SBY memberikan sudut pandangnya tentang perubahan yang bagaimana yang bisa dicarikan pemecahannya. "Ini tak cukup hanya satu seminar, perlu ribuan seminar," selorohnya yang disambut tawa hadirin.

Adapun pertanyan kunci yang diambil dari pengalamannya selama dua periode memimpin Indonesia tersebut adalah. Sistem pemerintahan seperti apakah yang harus kita pilih: apakah parlemen atau presidensial? 

Bagaimana hubungan parlemen cek and balances antara eksekutif, legislatif dan yudikatif? Bagaimana hubungan pusat dan daerah? Bagaimana hubungan negara dan rakyat? Seperti apakah sistem kebijakan dasar ekonomi Indonesia?

Selanjutnya hubungan internasional seperti apa yang patut kita anut? Sistem pemilu dan pilkada seperti apa yg paling tepat? Hak dan kewajiban warga negara seperti apa yg tepat?
Sistem kebijakan keuangan nengara seperti apa yg tepat?

Tak kalah pentingnya, bagaimana membangun toleransi dan harmonisasi yg kokoh dalam masyarakat yang sangat mejemuk ini? Bagaimana menjaga stabilitas politik di tengah multi partai seperti saat ini?

Bagaimana kepatuhan masyarakat kepada hukum dapat kian diperkokoh sehingga tak mudah terjadi kekerasan? Dan terakhir bagaimana membangun kehidupan yg bersih sehingga korupsi bisa dikurangi di negeri tercinta ini?

SBY kemudian menjawab datu persatu pertanyaannya itu sesuai dengan sudutpandangnya. Namun dia mepersilakan bila ada usulan lain. "Kalau pemimpin redaksi bisa menambahkan list (masalah) lainnya, silakan. Kan pemred bisa mengubah jalannya sejarah," ujarnya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Terakhir SBY berpesan, bukalah lebar forum kebangsaan ini, libatkan sebanyak mungkin pihak yang berkompenten, rangkul kalangan kampus, libatkan suara rakyat, cegah pemikiran seseorang yang merasa paliing hebat dan paling benar. 

"Kalau forum ini ingin kendapat pengakuan dari segenap bangsa Indonesia, maka libatkanlah mereka," pesannya menutup pidato kuncinya. ****

Dari Konggres Kebangsaan, Forum Pemimpin Redaksi (1)

Menggagas Haluan Bangsa melalui Perubahan yang Tepat

Dalam perjalanannya, bangsa ini banyak diterpa guncangan. Pertanyaannya, sudah tepatkanh sistem bernegara yang kita anut? Para pemimpin redaksi (Pemred) pun coba memberikan solusi. Seperti apa?

Pencarian solusi itu dikemas dalam sebuah acara Forum Pemred yang digelar Selasa dan Rabu (10-11) kemarin, di Hotel Bidakara, Jakarta. Pertemuan yang dihadiri seluruh Pemred dan perwakilan kepala daerah di Indonesia ini, merupakan puncak dari Forum Pemred yang digelar di Bali, Januari lalu.

Beberapa pucuk pimpinan lembaga-lembaga negara, mulai MPR, DPR, DPD, BPK bahkan militer dan 12 partai politik negeri ini, hadir memaparkan ide-idenya selama 15 menit dalam acara yang bertajuk Konggres Kebangsaan: Menggagas Kembali Haluan Bangsa Menuju 100 Tahun Indonesia. 

Tak ayal, acara yang dipandu Rossiana Silalahai dan Tina Talisa ini sangat padat. Dimulai pukul 08.00 pagi, berakhir pukul 21.00 malam. Tentunya ada jeda untuk makan siang dan malam.

Jimly Assiddiqie****************, selaku dewan pakar forum ini menyebut, acara ini digagas untuk mencari, menjaring ide-ide, dan memberi masukan dalam merumuskan perubahan yang tepat untuk membangun bangsa dan membangun hubungan saling percaya antar komponen bangsa.  Karenanya, perlu evaluasi bagaimana struktur, sistem bernegara kita. Apa kelebihan dan kekurangannya.

Jimly prihatin, karena saat ini wacana yang berkembang hanyalah sibuk membicarakan siapa capres dan caleg. Tak ada yang menyampaikan bagaimana Indonesia setelah pemilu itu usai. 

Untuk itu, melalui forum ini, perlu ada yang menyampaikan ide-idenya agar rakyat pemilih tahu menentukan sikap di Pemilu 2014 mendatang. "Di sinilah media memegang peranan sangat penting, sebagai pilar ke empat dalam sistem demokrasi," jelas mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Setelah sambutan Jimly, mulailah para petinggi negeri memberikan paparannya. Namun dari semuanya, paparan Panglima TNI Jendral Moeldoko************ paling menarik untuk direnungkan.

Jendral yang oleh majalah Tempo disebut "panglima tajir" ini, mengulas masalah yang dia sebut "ketidak teraturan yang berlebihan" dalam perjalanan bangsa akhir-akhir ini, dengan menukil teori Chaos: sebuah keteraturan dalam keacakan.

Sebagai tentara, jendral yang tak segan memberi hormat dan menundukkan kepala pada siapa saja ini, paham benar bagaimana penyimpangan sekeci 0,00127 derajat itu, mampu berubah menjadi pola yang melenceng jauh dari haluan semula.

"Contohnya saat berjalan dengan kompas, bergeser satu derajad saja, bila berkilo-kilo maka akan melenceng jauh," jelasnya.

Lanjut Moeldoko, kepak sayap kupu-kupu di Brazil dapat membuat tornado di Texas. Mengapa? Inilah yang landasan teori chaos: Bila satu komponen kecil diubah, seiring berjalannya waktu, maka duniapun akan terlihat berbeda. 

Sebagaimana ditulis Roy Budi Efferin, Sains & Spiritualitas: Dari Nalar Fisika Hingga Bahasa Para Dewa, "Satu Muhammad lahir dan Asia pun bangun dari mimpi jahiliah. Satu Yesus hadir dan seluruh dunia Barat pun berubah. Satu Gautama tercerahkan dan seluruh kepercayaan Hindu-Budha di India meluas. Satu Hitler muncul dan seluruh dunia terlibat dalam perang dahsyat yang menewaskan lebih dari 20 juta manusia". 

Namun, jelas Moeldoko, dari ketidakpastian, ketidakteraturan dan kekacauan dapat menjadi sumber inspirasi dan awal sebuah karya yang mempengaruhi jalannya sejarah. Untuk itu, sebagaimana disampaikan Michel Serres dalam Genesis (1995), bila chaos hanya dipandang dari sisi negatif, maka tidak akan pernah dilihat sebagai sebuah peluang: peluang kemajuan, peluang dialektika kultural, peluang persaingan, peluang peningkatan etos kerja, peluang peningkatan daya kreativitas dan produktivitas. 

Chaos tidak akan pernah dilihat sebagai cara pemberdayaan, cara manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian dan lain sebagainya. Oleh karena itu chaos harus dipandang sebagai positif chaos. Perubahan, ketidakpastian, ketidakberaturan, kekacauan bukan merupakan sesuatu yang menakutkan, karena menghilangkan ketidakberaturan itu berarti menghilangkan daya perubahan dan kreativitas.

Pertanyaannya, apakah kita masih dalam koridor chaos positif? Apakah ketidak teraturan yang kita alami pasca-reformasi itu sudah berlebihan? Untuk itu, perlulah dilihat polanya dari beberapa anomali-anomali pascareformasi yang terjadi saat ini.

Anomali politik: munculnya nilai-nilai baru bertemu nilai-nilai lama sehingga membuat masyarakat yang tidak siap menyikapinya, melakukan tindakan menyimpang dalam mencari solusi.

Anomali politik juga tampak pada ekses tingginya biaya politik saat ini, yang membuat 2.000 anggota legislatif dan 300 kepala daerah, terlibat masalah hukum (jadi tersangka), dan 94% hubungan kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi. "Mesranya hanya tiga bulan saja," sindirnya.

Dalam ekonomi juga terjadi anomali. Seiring banyaknya PHK, dan munculnya kekuatan buruh menjadi kekuatan "parlemen jalanan". Kebebasan berpendapat pun menjadi anugerah sekaligus guncangan. Hal ini juga harus dikelola dengan baik.

"Tahun ini ada 90 juta pengangguran, 40 juta orang lagi setengah menganggur. Belum lagi gerakan buruh cenderung reaktif (baca anarkistis) sehingga menuai kecaman," ujarnya.

Anomali ekonomi yang lain adalah, subsidi BBM hingga menelan Rp200 triliun dari APBN. "Uang sebanyak itu bila dibangun sekolah tentu akan lebih baik. Namun karena telah terbiasa, lama-lama kita nikmati," tegasnya.

Atas nama ekonomi juga, kerusakan lingkungan di daerah sangat luar bisa. Namun semuanya dirasa baik baik saja. "Apakah harus kita biarkan?" tanyanya yang membuat hadirin terdiam.

Hal yang tak kalah parahnya adalah munculnya anomali sosial budaya. Poin-poinnya adalah maraknya generasi muda mengadopsi budaya asing secara mentah-mentah, maraknya pemaksaan kehendak, dan prespektif labeling, berupa stigmatisasi. 

"Misalnya sebutan 'mayoritas' dan 'minoritas'. Saya kurang setuju sebutan itu, karena kita hakikatnya adalah bangsa yang satu" tegasnya.

Munculnya anomali sosial budaya ini kadang membuahkan peristiwa yang menghentak nalar. Misalnya baru baru ini kita dikejutkan ada pemerkosaan bayi yang masih berumur delapan bulan, ada pemerkosaan di angkot dan kasus perkosaan lain yang dianggap biasa. 

"Rakyat Indonesia tenang-tenang saja. Tapi lihat di India, ada pemerkosaan gadis, seluruh masyarakat memberikan dukungan penuh (pada korban dan meminta penegak hukum untuk mengusut). Tapi kita tenang-tenang saja," ulasnya.

Sikap yang sama, lanjut Moeldoko juga tampak ketika masyarakat melihat ada pembakaran orang hidup-hidup. Semua seolah hal biasa saja. Belum lagi ada pengemis di Jakarta untuk naik haji, dan lain-lain. Suatu hal yang tak terpikir sebelumnya namun dianggap biasa.

Menutup presentasinya, Moeldoko menyebut bahwa ketidak seimbangan perkembangan teknologi dan ketidakseimbangan spiritualisme, akan menyebabkan chaos. Ketidak keteraturan akan membuat fraktal-fraktal baru yang terus menciptakan anomali-anomali baru.

Namun berkaca pada alam, kalau ketidakberaturan alam bisa teratur melalui hukum gravitasi, maka kita harus sepakat bahwa ketidakberaturan di bangsa ini bisa teratur bila segenap anak bangsa mematuhi hukum secara konsekuen yang ditopang pilar NKRI, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila.

"Kita perlu mencari titik keseimbangan baru, agar negara kuat rakyat berdaulat," sarannya.***

Kamis, 14 November 2013

Keberpihakan Pemerintah dalam Pembangunan Bawean

Hari Sabtu-Minggu (16-17) November, saya diundang LSM Pusat Kajian Demokrasi, HAM dan Lingkungan Hidup (PUKAD-HALI) Jawa Timur, sebagai pembicara dalam seminar nasional,  “Bawean Dalam Perspektif Masyarakat”. Selain saya, ada enam pembicara lain yang turut diundang, beberapa orang profesor doktor dari IAIN Sunan Ampel Surabaya, Univetsitas Brawijaya Malang, Unair Surabaya, dan presiden persatuan Bawean Malaysia dan Singapura.

Di forum ini panitia meminta saya berbicara tentang "Keberpihakan Pemerintah dalam Pembangunan Bawean". Dari judul yang telah ditentukan itu, malah menimbulkan pertanyaan bagi saya. Apa memang ada keberpihakan pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten Gresik dalam pembangunan Bawean?

Kalau dibilang keberpihakan pemerintah dalam pembangunan Bawean tidak ada sama sekali, saya tak yakin itu. Hanya saja belum tepat, sehingga pembangunan yang dilakukan tidak dirasakan langsung manfaatnya bagi masyarakat. 

Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi, bila Pemkab Gresik memahami karakter dan kultur masyarakat Bawean itu sendiri. Konsep pembangunan dan pengembangan pulau Bawean, tentu tak sama dengan konsep Mayor Pierre L’Efant, membangun Washington, Raffless membangun Singapura, atau BJ Habibie membangun dan mengembangkan pulau Batam. Semua ini berbeda.

Batam adalah pulau industri, dari sebuah kawasan ekonomi khusus, inilah yang menjadi landasannya. Habibie mendisain ekonomi Batam untuk memanfaatkan sebesar-besarnya keuntungan ekonomi yang didapat singapura. Istilahnya, bila Singapura itu "balon pecah" maka pecahannya akan mengarah ke Batam. Dari sinilah Batam berkembang, dan pembangunannya dirasakan oleh masyarakat hingga ke anak cucu.

Sementara Bawean, itu berbeda. Lalu konsep seperti apakah yang tepat untuk mengembangkan pulau ini? Ada baiknya kita pahami dulu sejarahnya. 

Beberapa liratur menyebut Bawean telah ada ratusan tahun lalu. Dulu pulau ini bernama "Majadi", bahasa sansekerta yang berarti Matahari Terbit. Siatem pemerintahannya adalah kerajaan, dengan sistem kepercayaan lokal.

Hingga di abad 14, Cakraningrat IV dari Madura menaklukkan kerajaan ini. Dari sinilah Islam menyebar dan dianut 100 persen penduduknya. Tak hanya itu, proses akukturasi membuat asli Bawean hilang berganti bahasa penguasa, Madura, hingga kini.

Dari sini, Bawean menjelma menjadi pulau transit. Letaknya yang berada di tengah antara Jawa, Kalimantan dan Sumatera, membuat pulau ini kerap disinggahi kaum saudagar, nelayan dan para wali dari Jawa, Pelembang, Mandar bahkan Campa. 

Ada kalanya kaum-kaun tersebut menetap, membangun klan di Bawean, membuat warga Bawean menjadi multi kultur, hingga kini. Keberadaan pulau Bawean sebagai pelabuhan transit makin kukuh di era penjajahan Belanda.

Di sini mereka membangun pelabuhan moderen, lengkap dengan dam, perkantoran, dan pergudangan. Sistem ini menngingatkan pada sistem free trade zone yang jamak dijumpai saat ini. 

Hingga era kemerdekaan, pembangunan Bawean mandeg. Perannya sebagai kawasan transit tak lagi ada. Pemerintah setelahnya berupaya mengambangkan Bawean sebagai kawasan agraris, namun tak berhasil. Begitupun sempat dibikin sebagai sentra perikanan, juga tak jalan.

Hingga saat ini, arah pengenbangan Bawean kurang jelas ke mana arahnya. Namun, yang masih tak berubah adalah semangat penduduknya untuk merantau, sebagaimana yang dilakukan kakek buyutnya dulu. 

Bagi laki-laki Bawean belum bisa dikatakan matang bila belum merantau. Itulah yang mendorong banyak lelaki Bawean merantau, sehingga Bawean akhirnya disebut "pulau putri", karena di pulau Bawean yang tinggal hanya kaum perempuan saja.

Dari sinilah kemudian muncul idiom bagi lelaki Bawean yang berbunyi: "Jangan menikah sebelum membuka langit, jangan membuka langit sebelum merantau, jangan merantau sebelum memiliki bekal." Terkait "bekal" ini, di era 80-an ke bawah, ada tren anak-anak muda untuk berguru ilmu silat sebelum merantau.

Kebiasaan merantau ini sudah tercatat lama. Ada yang menyebut, pada abad ke 16 warga Bawean sudah berdiaspora ke semenanjung Malaya. Dari kaum perantau ini, masyarakat Bawean mengadopsi budaya Melayu, hingga kini. 

Hingga saat ini banyak warga Bawean mempunyai ikatan darah dengan masyarakat Malaysia dan Singapura. Singapura masih menyebut orang Bawean perantuan sebagai "boyanes", di mana berdasarkan sensus tahun 2010 ada 57.148 jiwa etnis Boyan yang kini menetap di Singapura.

Hingga ketika migrasi bebas ke Malaysia dilarang, seiring konfrontasi RI dan Malaysia, warga bawean banyak yang menetap di Kepulauan Riau. Seperti pulau Bintan, Batam, hingga Lingga. Sehingga jangan heran bila saat ini banyak ditemukan “peninggalan-peninggalan” para diaspora Bawean tersebut. 

Yang paling nyata, di daerah-daerah tersebut banyak ditemukan kampung Boyan. Bahkan di Bangkok, Thailand pun ada. Karena sudah lama berdiaspora, maka saat ini di daerah rantauan, keturunan bawean banyak yang sukses di segala bidang, baik di pemerintahan dan seni.

Berangkat dari uraian ini, maka mestinya sudah bisa dipahami ke mana arah pembangunan Bawean ditautkan. Karena karakter masyarakat Bawean adalah diaspora, maka apa yang bisa dikembangkan dari dispora? Dan apa yang paling dibutuhkan oleh diaspora?

Diaspora adalah fenomena yang lumrah atau biasa, namun menyimpan potensi yang luar biasa. World Bank bahkan mengakui diaspora mampu mengangkat perekonomian dengan menurunkan tingkat kemiskinan. 

Di Bawean sendiri, warga diaspora ini mempunyai sumbangsih besar bagi kemajuan pulau asal mereka. Potensi nyata dari diaspora Indonesia adalah pengiriman uang dari luar ke dalam negeri. 

Ini baru potensi remitansi, belum lagi potensi intangible lain yang bisa digunakan untuk membangun. Peningkatan investasi karena sebagian besar diaspora kita adalah pedagang dan ada yang memegang jabatan penting di sektor swasta dan pemerintah. Kebanyakan diaspora Bawean adalah orang dengan pemikiran cemerlang yang justru lebih banyak membantu negara tujuan. 

Gambaran kecil ini sudah menunjukkan potensi yang mestinya Pemkab Gresik bisa mengembangkan tiga fokus pembangunan di Bawean, sehingga hasilnya dirasakan masyarakat di sana. Seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan infrastruktur lunak (kesehatan dan pendidikan), dan pemanfaatan sumber daya alam. 
 
Fokuslah pada tiga hal tersebut. Sayang, pemkab gresik memang masih sangat lemah dalam memanfaatkan potensi Bawean. Lahan pertanian, perikanan, wisata, masih belum dikelola maksimal.

Belum lagi bila berbicara tentang transportasi, khususnya kapal, sesuatu yang sangat vital bagi masyarakat diaspora yang menganggap laut adalah penghubung. Ini adalah kunci utama. Sederhana saja, bila ingin membangun Bawean, perhatikan akses menuju ke sana. Sediakan transportasi (kapal) yang pasti.

Tapi kenyataannya, jangankan kapal terbang, kapal laut saja sulitnya bukan main. Hampir tiap hari kita melihat dan membaca tentang warga Bawean yang marah, karena ketiadaan kapal ini. Kadang di antara mereka ada warga keturunan Bawean yang ingin melihat kampung halaman kakek buyutnya, namun harus menelan getir juga.

Dari sinilah ketidak puasan ini bermula dan meluas, jadi bahan cerita di jejaring sosial. Kabar ini kian mendunia, membawa citra Bawean, sebagai pulau menyebalkan untuk dikunjungi.

Saya sebagai warga perantau merasakan betapa tersiksanya saat akan pulang ke Bawean, kampung halaman saya sendiri itu. Kadang harus terkatung-katung di gresik tanpa kepastian, dan ini berarti harus merogoh kocek ekstra untuk biaya makan dan penginapan.

Tak cukup hanya itu, pelayanan di pelabuhan jauh dari kata profesional dan manusiawi. Bahkan, pelayanan Pemko Tanjungpinang saat melayani TKI ilegal yang dideportasi dari Malaysia, jauh lebih baik dari pelayanan pelabuhan di Gresik.

Saat pulang ke Bawean, rasanya seperti tawanan perang. Ini sungguh memuakkan. Selalu berulang dan berulang. Jadi wajar saja bila warga Bawean mencap Gresik tak memperhatikan mereka. 

Bila soal kapal saja susah, bagaimana lagi mau bicara soal menggali potensi, misalnya pariwisata? Memangnya wisatawan mau ke Bawean pakai apa? Kunci wisata itu adalah pelayanan dan kenyamanan. Bila sudah tak nyaman, saya rasa mereka akan berpaling pada kawasan lain.

Bicara soal kapal ini, saya ada cerita sedikit. Di Kabupaten Natuna, wilayah utara Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki masalah serupa. Untuk menuju ke kabupaten kaya minyak itu, warga menggunakan kapal laut, yang lebih tepatnya disebut dengan kapal barang.

Bedanya, pengelolaan kapal di sana lebih transparan. Sudah dua bulan ini, KM  Bahari 5, armada milik PT putra Anambas shipping yang memenangkan kontrak subsidi trayek Natuna-pontianak dan natuna-Tanjungpinang sebesar Rp23 miliar selama dua tahun, tak melaut.

KM Bahari 5 sudah tak beroperasi karena mesinnya rusak, dan sampai saat ini masih lego jangkar di pelabuhan rakyat, pelantar Penagi, Ranai. Akibat kerusakan ini PT putra Anambas shipping didenda sekitar Rp5 juta perhari selama satu bulan lebih. 

Tak hanya itu, berdasarkan perjanjian antara pemkab dan PT putra Anambas shipping, perusahaan itu terancam putus kontrak jika sampai tanggal 5 november tidak mengoperasikan KM Bahari 5 dengan rute Natuna-pontianak.

Daripada putus kontrak, akhirnya perusahaan tersebut mengerahkan armada pengganti bernama KM Tenang Jaya 1. Inilah yang disebut pemerintah pro rakyat, inilah yang disebut melayani rakyat, ini jualah yang disebut keberpihakan pembangunan. 

Di Bawean bagaimana? Apakah sistem ya seperti itu? Apakah pemkab gresik sudah transparan membeber kontrak kapal trayek Bawean-Gresik? Apa kompensasi yang diberi pada masyarakat bila suatu ketika armada perusahaan kapal tersebut tak melaut? 

Saya dengar belum ada...


*) Dibawakan dalam seminar "Bawean dalam Prespektif Masyarakat", di Hotel Halogen, Surabaya, 16-17 November 2013.

Minggu, 29 September 2013

Dialog tentang Kepemimpinan Bersama Amien Rais

Ini adalah tahun politik, tahun di mana banyak orang mencalonkan diri sebagai pemimpin. Bagaimana memilih pemimpin yang baik? Prof DR HM Amien Rais memaparkan dari tinjauan historis dan Islam. Berikut petikannya.

”Saya baru tahu kalau tema acara ini tentang kepemimpinan setelah melihat ini (backdrop) dari pintu itu,” ujar Amien, saat berbicara di acara Silaturahmi Pemuda dan Dialog Kepemimpinan yang digelar pemuda Muhammadiyah Batam, di Hotel PIH Batam Center, kemarin yang disambut tawa hadirin. 

Saat diundang sebagai pembicara kemarin, Amien memang tak diberi tahu harus berbicara tentang apa. Dalam dialog itu, Amien di dampingi Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kepri Chablullah Wibisono dan Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Batam Suyono.

Menurut Amien, dari zaman ke zaman manusia selalu memerlukan pemimpin, atau disebut juga leader, imam, fuhrer. Pemimpin secara objektif diperlukan, tak hanya oleh manusia, juga kelompok hewan hingga mahluk halus. ”Golongan jin ada kepala jin, jenderal jin. Setan juga begitu,” lanjut mantan ketua MPR RI ini. 

Kebutuhan akan pemimpin sudah menjadi kodrat manusia, tujuannya untuk memberikan pencerahan atau enlightment. Inilah mengapa Tuhan mengutus para nabi dan rasul. 

Tugas mereka untuk menunjukkan jalan yang benar. Membawa manusia dari kegelapan ke terang benderang, dari kebodohan kepada ilmu, dari kezaliman pada keadilan, dari pengkotak-kotakan menjadi egaliter dan seterusnya.

Dalam konteksnya, di dunia ini ada pemimpin yang tak bisa salah atau maksum. Mereka adalah pemimpin berdasar wahyu. Dialah para nabi. Hakikatnya, nabi juga manusia yang kadang tergoda untuk berbuat salah. Namun tiap kali mereka akan melakukan kekeliruan, selalu saja ada burhan (kekuatan cahaya Allah) yang datang, sehingga dia sadar. 

Amien Rais mencontohkan kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha. Ketika Zulaikha kian gencar menggoda, sebenarnya nabi Yusuf sudah mulai tergoda. Namun, kemudian Yusuf melihat burhan. Sehingga terhindarlah dia dari perbuatan nista. ”Para nabi ini crime proof, ada garansi dari Allah, beliau tak bisa berbuat dosa. 

Selain para pemimpin wahyu (nabi dan rasul) ini, ada juga pemimpin non wahyu. Yang pertama, adalah pemimpin yang selalu ingin ittiba’, atau mengikuti petunjuk para nabi yang selalu bersandar pada ajaran sunnah. Sedangkan yang kedua, adalah pemimpin sekuler, yang tak terikat pada agama. Mereka ingin menjadi manusia otonom yang bisa memecahkan masalah sendiri perlu bersandar pada aturan agama. 

Menurut Tokoh PAN ini, pemimpin yang tak pernah menyandarkan langkahnya pada wahyu (agama) bisa lebih buas dari binatang buas. Mereka bisa berbuat apa saja, karena tak ada yang harus dipertanggungjawabkan lagi. Mereka tak percaya kehidupan akhirat nanti. 

Amien kemudian mencontohkan bagaimana kekejaman Jenderal Saloth Sar atau Pol Pot. Di tahun 1963-1979 saat ketua kelompok Khmer Merah tersebut menjabat sebagai perdana menteri Kamboja, sedikitnya 3 juta orang tewas di tangannya. Mereka dibunuh dengan sangat sadis, tak hanya orang dewasa juga bayi. 
”Karena itulah, pemimpin yang bersandar pada agama akan jauh lebih bagus,” jelas politikus kelahiran Solo ini. 

Amien yang kemarin mengenakan baju koko putih dipadu peci hitam dan celana hitam ini, mengutip sebuah pepatah Latin yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya adalah, ”Ikan busuk mulai dari kepala.” Analogi ini, menurut ayahanda Hanum Rais pengarang buku best seller, 99 Cahaya di Langit Eropa tersebut, berarti bahwa sebuah organisasi atau bangsa akan busuk bila pemimpinnya busuk. 

Lalu seperti apakah pemimpin yang baik itu? Tentunya yang mampu memberi teladan yang baik, uswatun hasanah, sebagaimana Rasulullah. ”Tak usah pelajari buku-buku tebal dari Cambridge, Oxford dan seterusnya bila hanya ingin tahu bagaimana kepemimpinan yang baik.  Cukup pelajari saja Alquran. Dan mereferensi pada Nabi Muhammad,” anjurnya.

Menurut tokoh yang dikenal sebagai ”Bapak Reformasi” ini, Nabi Muhammad adalah, the best ever para pemimpin manusia. ”Dalam buku One Hundred, Rasulullah dinobatkan sebagai pemimpin top. Alasan pengarangnya, karena beliau bisa melihat hasilnya sebelum meninggal. Hal ini tentu berbeda dengan pemimpin dunia lainnya. Amien mencontohkan Karl Marx dan Lenin yang dia sebut sebagai nabi pertama dan nabi kedua faham komunis ini. 

Di masa hayatnya, Marx dan Lenin pernah membayangkan pada suatu masa ada sebuah revolusi sosial dan komunis akan tampil untuk menggebuk paham kapitalis dan liberalis. Untuk itu mereka mempersiapkan dengan membuat partai komunis dan perangkatnya dengan bantuan intelijen seperti KGB dan sebagainya. Tapi hingga meninggal, keduanya tak pernah melihat hasil dari apa yang dirancangnya itu. Bahkan kini komunis sudah bubar, dan fahamnya sudah kedaluwarsa. 

Tentang syarat utama seorang pemimpin, Amien tegas mengatakan syarat moral lebih penting daripada syarat intelektual. ”Yang pertama harus ditanya, punya akhlaq tidak? Kalau akhlaknya on off, maka rosikonya besar,” jelasnya. 

Amien mengingatkan, orang pandai banyak tapi yang memegang moral values yang kuat memang sedikit. Apalagi kebanyakan manusia terpikat pada kepentingan dunia.
Amien mencontohkan bagaimana bangsa Amerika kesulitan mencari top leader tersebut. 

”Saat (presiden) Jimmy Carter mau turun, ada kebingungan mencari capres Amerika yang layak,” terangnya. Saat itu orang berpikir jenderal Eisenhower itu pemimpin sempurna, tapi setelah ditelaah ternyata meleset. Lalu ada yang berpendapat, John F kennedy adalah pemimpin kharismatik. Namun itu juga tak terbukti pula. 

Agar kepemimpinan ini berjalan baik, maka perlu penyegaran. Di Muhammadiyah, lanjut Amien, disyaratkan selalu ada penyegaran kepemimpinan, agar nuansanya selalu berubah-ubah, sesuai zamannya. 

Dia mencontohkan, saat dirinya terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dulu, karena eranya saat itu memang pas. ”Waktu rezim orba surut, saya ngomong suksesi reformasi, saya terpilih. Pimpinan Muhammadiyah, sejak era kolonial hingga saat ini, selalu sesuai zamannya,” terangnya. 

Menurut Amien, tak hanya di Muhammadiyah, di mana saja harus ada rotasi kepemimpinan. Sebab bila terlalu lama duduk di ”singgasana” maka akan karatan, sehingga akan ada proses pengroposan dan kehilangan wawasan. ”Kalau begitu selanjutnya akan mengarah pada kesimpulan ‘negara adalah aku’. Jadi siapa yang kritik aku, maka sama artinya menkritik (melawan) negara,” tegasnya.

Sedikit memberikan penyegaran, Amien mengenang tentang bagaimana model kepemimpinan mantan presiden Soeharto dulu. Adalah Emil Salim, bercerita padanya tentang pengalamannya saat menjadi menteri Lingkungan Hidup di era Soeharto. ”Pak Amien, saya ini orang Minang tapi saya sangat paham filosofi kepemimpinan raja Jawa,” kisah Emil pada Amien. 

Filosofi raja Jawa itu adalah, jangan didahului, jangan dikasih tahu, jangan digurui. Karena itulah, kala Emil ingin mengutarakan sebuah program dan minta persetujuan Soeharto, dia tak berani langsung pada poinnya. Takutnya disangka mendahului, memberi tahu dan mengurui. Caranya, Emil membawa tiga opsi ke Soeharto. ”Saya ada rencana begini, Pak, pilihannya begini, bapak pilih yang mana?’ Saat itulah pak Harto memilih,” jelas Amien, menirukan Emil.

Di akhir pertemuan Amien kembali mengingatkan, ”Rujukan kita sebagai pemimpi haruslah nabi Muhammad,” tegasnya. Kekuatan nabi bukan pada intelektualnya, tapi otentik dari akhlaknya. Ada ilmu kepemimpinan yang mengatakan, sebagus bagus pemimpin selalu ada pojok gelapnya. Tapi nabi Muhammad berbeda. Ibarat kaca, sangat transparan. Nabi sangat sempurna.

Kesempurnaan Nabi Muhammad sebagai pemimpin ini karena mengedepankan ampunan. ”Kalau saja nabi keras, maka semua akan bubar. Itulah bedanya nabi dengan pemimpin serperti kita,” ujarnya. 

Yang paling penting, pemimpin jangan pernah meninggalkan rakyatnya  atau bawahannya. Hal ini harus disadari agar tak terpengaruh oleh bualan buku-buku barat yang jauh dari sisi rohani. ***

Sabtu, 20 Juli 2013

Jiwa yang Khusyu

Ali bin Abi Thalib pernah berdoa, "Wahai Tuhanku, anugerahkan padaku hati yang khusyu dan keyakinan yang tulus."

Kata khusyu berasal dari kata khasya'a yang artinya hati yang dipenuhi rasa takut, sebagaimana termaktub dalam QS Al-Ghasiyah:2, tentunya takut pada Allah, dan takut jika masa hidupnya tak sempat mengumpulkan bekal untuk hari akhir. Itulah mengapa orang yang khusyu akan bergetar ketika sedang salat atau saat mendengar nama Allah.

Rahmatan lil Alamin

Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang wanita dimasukkan kedalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada di lantai” (HR. Bukhari).

Islam sejatinya adalah rahmatan lil alamin, berkah pada seluruh alam. Seorang Muslim haruslah memancarkan kemuliaan akhlak Rasulullah kepada alam semesta ini. Tak hanya pada manusia saja dilarang berbuat aniaya, juga kepada alam dan juga binatang.

Kamis, 18 Juli 2013

Alquran dan Nama Rasulullah

Selain Muhammad, Rasulullah SAW memiliki beberapa nama-nama yang lain. Sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan Jubair bin Mut’im. “Daku adalah Muhammad, daku adalah Ahmad dan al-Mahi (penghapus) yang dengannya Allah SWT menghapuskan kekufuran. Daku adalah al-Hasyir (pengumpul) yang dengan jejakku Allah SWT mengumpulkan umat manusia. Daku adalah al-A’qib (penyudah) kerana tidak ada nabi lagi selepasku.”  (HR: Bukhari dan Muslim)

Meski memiliki banyak nama, namun dalam Alquran Nama Nabi Muhammad hanya disebut 4 kali saja, sedangkan Nabi Isa as disebut 25 kali. Ini menandakan Alquran diturunkan bukan semata-mata untuk memaparkan kisah Rasulullah, tapi sebagai panduan perjalanan hidup umat Islam.

Minggu, 14 Juli 2013

Zaman Pencitraan

Imam Ja'far Al Shadiq as meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang kepada manusia satu zaman ketika orang itu buruk secara batiniah, tapi secara lahiriah mereka tampakkan kebaikannya. Mereka mengharapkan dunia dan tak mengharapkan apa yang berasal dari Tuhan mereka. Agama mereka adalah riya yang tidak disertai rasa takut. Allah akan menimpakan kepada mereka siksa, yang sekiranya mereka berdoa dengan doa seperti orang yang akan tenggelam, Tuhan tak akan mengijabah doa mereka."

Mungkinkah yang dimaksud Rasulullah itu telah terjadi saat ini? Zaman pencitraan? Astagfirullah...

Makar Paling Besar

Makar tak hanya dilakukan pada manusia, namun juga pada Allah. Seperti apakah itu? "Dan orang-orang yang melakukan makar, bagi mereka azab yang pedih, dan makar mereka pasti tidak akan beruntung." (QS Fathir:10)

Quran menyebut orang yang melakukan riya dalam ibadahnya sebagai "makar" kepada Allah. Mereka menipu Allah, seakan-akan mereka beribadah pada-Nya, padahal mereka beribadah untuk manusia. Itulah makar yang paling besar. 

Sabtu, 13 Juli 2013

Obat Takabbur

Sifat syetan yang utama adalah takabbur (arogan atau sombong). Dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah SAW petnah bersabda, "Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat takabbur, walau hanya sebesar biji sawi."

Setiap kita pasti memiliki kelebihan, namun bukan berarti kita lebih mulia dari orang lain. Sejatinya, orang yang takabbur itu punya penyakit yang ia sembunyikan. Obatilah segera dengan istigfar dan sikap rendah hati. 

Perwujudan Amal

Ada tiga bentuk perwujudan amal (tajassum al amal), 1. Amal kita akan membentuk jati diri, 2. Amal kita akan berwujud mahluk yang menyertai sejak alam kubur sampai hari kiamat, 3. Amal-amal kita berwujud dalam dampak atau akibat. 

Karena itulah, Allah SWT menyebut perbuatan dosa sebagai "menganiaya diri sendiri", seperti yang tertulis di surat Al-A'raf: 23. Kita terikat pada sunnatullah. Lemparkan salam maka sahabat akan datang. Lemparkan kezaliman, maka bersiaplah suatu saat anda akan dihancurkan.

Kita adalah...

Allah berfirman, kita akan melihat wujud kita yang hakiki pada saat nyawa di tenggorokan. "Maka kami singkapkan dari kamu tirai kamu, dan pandanganmu tiba-tiba menjadi sangat tajam. (QS Qaf: 22).

Wujud kita ditentukan amal-amal kita (tajassum al amal), tubuh kita hanyalah bungkus yang menutup diri kita sebenarnya. Bila kita saat ini seorang pemimpin, lalu terbiasa merampas hak bawahan, menindas, memperkaya diri di atas darah dan ketingatnya, maka wujud kita sebenarnya adalah binatang buas.

Adab Syetan

Saat syetan diusir dari syurga ia bekata, "Ya Tuhanku, oleh seban Engkau sesatkan aku, pasti aku akan menghias keburukan di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan manusia selamanya. (QS Aal Hijr:39).

Salah satu adab dalam Islam (adab Alquran) yang diikuti orang-orang saleh, nabi dan rasul, sepanjang zaman adalah, menisbahkan kebaikan kepada Allah dan keburukan pada diri sendiri. Hal inilah yang membedakan dengan syetan. Ia menisbahkan kesesatan dirinya kepada Allah.

Berdagang dengan Allah

Dalam Surat Al Shaff:10 Allah berfirman, "Maukah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang melepaskan kalian dari azab yang pedih. Itulah beriman kepada Allah dan Rasul, serta berjihad dengan harta dan jiwa kamu."

Agama bukannya alat untuk mencapai tujuan rendah, seperti harga diri, status sosial dan kekayaan. Agama adalah komitmen pada kebenaran. Orang saleh menjalankan agama sebagai bukti komitmennya memenuhi kontrak Ilahi. Ia berdagang dengan Allah. 

Jihad yang Utama

Di zaman Rasulullah di kalangan sahabat sempat terkenal dua gelar jihad: Jihad Ummu Qais (bertempur untuk merebut perempuan) dan Mujahid Himar (berperang hanya untuk memperoleh keledai). Keduanya berperang bukan karena Allah.

Sebelum berjihad, pertimbangkanlah 1) skala prioritas, 2) ikhtisan, 3) harus disertai jihad melawan hawa nafsu. Dari Abu Dzar ia bertanya, "Ya Rasulullah jihad apa yang paling utama?" Rasulullah menjawab, "Jihad yang paling utama adalah engkau perangi nafsu dan keinginanmu."

Jihad dengan Prioritas

Seorang lelaki menemui Rasulullah, seraya meminta izin untuk ikut berperang. Nabi bertanya, apakah dia masih punya ibu? Dan dijawab, masih. Rasulullah pun menasihatinya, "Berkhidmatlah kamu kepadanya, karena surga ada di bawah kedua kakinya."

Nabi SAW tak melarang orang berrjihad dalam arti berperang, namun Rasulullah memberikan contoh pada kita akan prioritas. Jihad adalah soal prioritas. Alquran dan sunnah memerintahkan mendahulukan jihad memenuhi hak keluarga sebelum yang lain.

Meninggalkan Perbedaan

Rasulullah bersabda, "Yang paling baik di antara kamu ialah yang paling bermanfaat bagi sesamanya." Berbeda dengan hadis Nabi yang lain, kali ini para ulama sepakat: orang seperti itulah yang paling utama, apapun mazhabnya. 

Janganlah kita melihat saudara-saudara kita dari mazhab yang mereka anut, marilah kita ukur mereka dari akhlak dan amalnya, dan kontribusinya bagi kaum Muslimin dan seluruh manusia.

Mendekati Allah

Alquran tak hanya menyuruh kita untuk berjalan, tetapi ia bahkan memerintahkan kita berlari kepadaNya. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan pergi menuju Tuhan dengan cara berjalan. Kita harus berlari sebelum waktu kita di dunia habis dan berakhir.

"Oleh karena itu, bersegeralah berlari kembali menuju Allah." (QS Al Dzariyat:50). "Barang siapa yang mendekati Allah sesiku, Dia akan mendekatinya sehasta. barang siapa yang mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari." (HR Ahmad dan Al-Thabrani)

Jumat, 12 Juli 2013

Doa Seorang Kekasih

Ketika Nabi Ayyub yang terkenal kesabarannya itu ditimpa penderitaan karena penyakit yang tak kunjung sembuh, dia berdoa dengan sangat beradab. "Tuhanku, sungguh kesengsaraan telah menimpaku saat ini. Sementara Engkau Maha Pengasih dari segala yang mengasihi. 

Doa yang baik adalah yang memiliki adab. Adab dalam doa adalah tak menggunakan kalimat perintah. Karena doa adalah salah satu bentuk percakapan antara seorang hamba kepada Tuhan, antara seorang kekasih dan yang dikasihinya. 

Menuju Allah

Dalam surat Al Fatihah Alalh berfirman, "Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu)  jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS: Al Fatihah 6-7).

Ayat ini menyimpulkan makna dari seluruh kehidupan kita. Hidup adalah rangkaian perjalanan yang harus dilewati. Perjalanan pertama telah kita tempuh, yaitu perjalanan dari Allah. Selanjutnya, saat ini, adalah perjalanan menuju Allah, yang harus dimulai dengan proses penyucian. 

Cinta yang Tulus

Berkata seseorang pada Nabi, "Ya Rasulullah, aku mencintaimu." Nabi menjawab, "Kalau begitu, bersiaplah untuk miskin." Ia berkata lagi, "Aku juga mencintai Allah." Nabi menjawab, "Kalau begitu bersiaplah untuk mendapatkan ujian."

Manusia di zaman ini sangat sulit untuk mencintai dengan tulus, karena selalu ingin bebas, mandiri tak mau meleburkan dan melibatkan diri terlalu banyak. Akhirnya, mereka tak berhasil mencintai siapapun selain dirinya sendiri. Cinta yang tulus akan selalalu membutuhkan pengorbanan.

Sumber dari Cinta

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik Rasulullah berkata, "Tidak beriman kamu sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai daripada siapapun selain mereka."

Sumber cinta pertama adalah Allah, kemudian siapa yang dicintai-Nya, termasuk rasul-Nya, dan mencintai apa yang dicintai oleh pencinta Allah. 

Jangan Berlebih-lebihan

Di antara orang-orang yang tidak dicintai Allah adalah orang-orang yang berlebihan. Dalam surat Al-A'raf:31 Allah berfirman, makan dan minumlah kamu, tapi jangan berlebih-lebihan karena Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.

Jalaludin Rumi punya gambaran menarik akan ayat ini. Menurutnya, "Orang itu hanya taat pada satu perintah Tuhan, yaitu: Makan dan minumlah kamu. Tapi ia tidak menaati kalimat berikutnya. 

Penyakit Hati

Sufi ternama, Jalaluddin El Rumi pernah memberikan nasihatnya, "Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali."

Pohon berduri dalam hati yang dimaksud Rumi adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. 

Kamis, 11 Juli 2013

Orang Mukmin dan Alquran

Dari Abu Musa r.a., Rasulullah SAW bersabda,”Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran seperti jeruk manis, baunya harum, rasa enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran seperti kurma, tidak harum tetapi rasanya manis.  (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Nasa’i, Tirmidzi)

Alquran adalah kalam Ilahi, tak cukup hanya mengimaninya. Bacalah walau satu ayat. Dengan demikian akan muncul gairah dan semangat masyarakat untuk menjadikan Alquran sebagai pedoman, sehingga diri, keluarganya diarahkan untuk mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

Orang Munafiq dan Alquran

Dari Abu Musa r.a., Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang munafiq yang membaca Alquran seperti bunga raihan, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Alquran  seperti buah pare, tidak berbau dan rasanya pahit.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Nasa’i, Tirmidzi)

Begitu indah Rasulullah mengambil perumpamaan. Alquran sejatinya diturunkan bukan hanya untuk dibaca, namun harus ditelaah dan terapkan. Siapa pun yang mengikuti dan mengamalkannya, maka akan memperoleh keselamatan dan kebahagian, baik di dunia maupun di akhirat.

Rabu, 10 Juli 2013

Antara Akhirat dan Dunia

Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, Tidaklah perbandingan dunia dengan akhirat melainkan seperti perumpamaan seseorang dari kalian memasukkan jari-jarinya ke dalam lautan, maka coba perhatikan apa yang masih tersisa pada (jari) nya”.

Ya, Allah... Alangkah kecil arti dunia. Maka sungguh merugi bila kita mati-matian mengejar kenikmatan dunia dengan mengorbankan kenikmatan akhirat yang lebih besar.

Tajamnya Lidah

Imam Al-Ghazali bertanya pada murid-muridnya. "Apakah yang paling tajam di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang." Benar, kata Imam Al-Ghazali, tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". 

Rasulullah bersabda, “Inginkah kuberitahukan kepadamu penegak dari semua amalan itu?” Muadz menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya seraya bersabda, “Tahanlah ini.” (HR At-Tirmizi) 

Meninggalkan Salat

Apa yang paling ringan di dunia ini? Ada yang menjawab kapas, angin, debu dan daun-daunan. Namun menurut Imam Al-Ghazali, yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan salat". 

Banyak kaum Muslimin yang meremehkan solat, bahkan mengabaikannya. Padahal, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al Imaan dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya batas seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat.”

Memegang Amanah

Apa yang paling berat di dunia ini? Ada yang menjawab baja, besi dan gajah. Menurut Imam Al Ghazali, semua jawaban itu hampir benar, namun yang paling berat adalah "memegang amanah".

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Surat Al Ahzaab: 72)

Kendalikan Nafsu

Apa yang paling besar di dunia ini? Apakah gunung, bumi dan matahari? Kata Imam Ghazali, yang paling besar adalah "nafsu. Bila nafsu menguasai diri, maka semua akan tertutup.

Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (Surat Al A'araaf 179)

Masa Lalu

Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini? Negeri China, bulan, matahari dan bintang-bintang. Imam Al-Ghazali menjelaskan, bahwa semua jawaban itu benar. Tapi yang paling benar adalah "masa lalu". Kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Untuk itu, jagalah hari ini dengan baik. 

Rasulullah bersabda, jaga lima sebelum lima. Jaga muda sebelum tua, jaga sehat sebelum sakit, jaga kaya sebelum miskin, jaga sempat sebelum sempit, dan jaga hidup sebelum mati. (HR Al Hakim dan Al Baihaki)

Teman Dekat

Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini? Apakah teman, keluarga atau kerabat? Imam Al-Ghazali menjelaskan, semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "mati". 

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya. (Surat Ali Imran:185)

Tetap Bersih

Janganlah ikut-ikutan mengatakan, ‘Kalau orang lain berbuat kebaikan, kami akan baik, dan kalau mereka zalim kami akan zalim'. Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, 'kalau orang lain baik kami akan baik pula, dan kalau orang lain jahat kami tak akan melakukannya,” demikian pesan Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi.

Hukum alam mengajarkan kita, bahwa mengobati kesalahan dengan kesalahan akan menimbulkan kesalahan-kesalahan. Karena tak akan mungkin kita bisa membersihkan lantai dengan sapu yang kotor. 

Selasa, 25 Juni 2013

Menyadari Penyakit

Rasulullah selalu megingatkan umatnya agar selalu waspada, termasuk pada Ali bin Abi Thalib, sahabatnya yang terkenal jenius itu. Berkata Rasulullah, "Ya Ali! Segala sesuatu itu ada penyakitnya."

Penyakit bicara adalah bohong, penyakit ilmu lupa, penyakit ibadah adalah riya'. Penyakit budi pekerti adalah memuji, penyakit berani adalah menyerang. Penyakit pemurah adalah menyebut-nyebut pemberian, penyakit cantik adalah sombong. 

Penyakit bangsawan adalah bangga, penyakit malu adalah lemah. Penyakit mulia adalah menonjolkan diri, penyakit kaya adalah bakhil. Penyakit royal (mewah) adalah berlebih-lebihan dan penyakit agama adalah hawa nafsu. 

Mengupas Peran Politik Warga Tionghoa

Batam Pos dan Kepri Centre of Excellence kemarin menggelar dialog politik yang berbeda. Bila biasanya membedah partai politik, kali ini adalah calon legislatif politisi Tionghoa. 

Ada enam caleg yang hadir, masing-masing Asmin Patros (Golkar), Harifinto (calon DPD), Eddy C Lumawie (PKP Indonesia) dan tiga wajah baru, mereka adalah Hendra  Asman (Golkar), Erna (PKP Indonesia) dan Agus (Hanura).

Selain itu, ada tiga panelis yang dihadirkan, ada Lagat Siadari selaku Wakil Rektor III Uniba, bersama dua rekannya, Markus Gunawan dan Andri Yuko.


"Format diskusi kali ini beda dengan bedah partai. Masing-masing caleg harus mampu menjawab pertanyaan dari panelis hanya dalam waktu tiga menit," ujar M Riza Fahlevi, selaku moderator.

Menurut wakil pemimpin redaksi Batam Pos ini, dengan batas waktu itu, akan dapat dinilai bagaimana kualitas dan inteltualitas caleg yang bersangkutan dalam menelaah masalah, memberikan jawaban, dan keterampilan dalam berkomunikasi. "Ini adalah modal saat mereka duduk di dewan nanti," ujar Riza.

Soal mengapa hanya khusus membedah caleg Tionghoa, Riza berargumen, kiprah warga Tionghoa dalam berpolitik cukup menarik diamati, setelah belenggu diskriminasi rontok pasca-ditetapkannya mereka sebagai salah satu suku di Indonesia sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Riza menjabarkan, sebenarnya peran warga Tionghoa dalam membangun negeri ini sudah demikian banyaknya, jauh sebelum Indonesia ini berdiri. Misalnya Sunan Bonang (menyebarkan agama Islam) dan yang paling terkenal adalah Laksamana Ceng Ho.

Di Kepri sendiri, sekitar 1700-an, Kesultanan Riau di Tanjungpinang mendatangkan orang-orang Tionghoa untuk mengelola kebun-kebun gambir milik kerajaan. Di daerah lain, mereka juga mengajarkan teknik bertani terasiring dan khasiat obat herbal yang kita kenal dengan jamu. 

"Di masa pergerakan hingga era pra kemerdekaan, justru Harian Sin Po _sebagai koran Melayu Tionghoa_  yang pertama kali mempublikasikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan oleh W R Supratman," terang Riza.

Pada 1920-an harian Sin Po juga memelopori penggunaan kata ”Indonesia bumiputera” sebagai pengganti kata Belanda, inlander. Sebagai balas budi, semua pers lokal kemudian mengganti kata Tjina/Cina dengan kata Tionghoa (Mandarin:zonghua). Istilah ini memang dibikin sendiri oleh orang keturunan China di Indonesia.

Kalangan Tionghoa juga banyak berjuang mendirikan Republik ini, mulai dari membangun sarana pendidikan, serikat dagang, kepartaian, bahkan kemiliteran. 

Namun, kiprah mereka ini mandeg setelah peristiwa diskiminatif menghantamnya. Di Era Orde Lama, muncul Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1959, yang melarang warga Tionghoa berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi dan kabupaten.

Akibat perlakukan inilah, masih Riza, membuat ekonomi Indonesia hanya bergerak di hulu saja. Saluran distribusi barang terganggu, dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965.

Lebih parah lagi saat Orde Baru. Diskriminasi ini muncul dengan menerapkan SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia). Tak hanya itu, Orba juga melarang seluruh aktivitas berbau Tionghoa, mulai Imlek, barongsai, hingga nama-nama keturunannya.

"Sebelumnya mereka juga kerap menjadi sasaran diskriminasi. Seperti pembantaian di Batavia 1740, masa perang Jawa 1825-1930, pembunuhan massal di Jawa 1946-1948, peristiwa rasialis 10 Mei 1963, 5 Agustus 1973, Malari 1974 dan Kerusuhan Mei 1998," urainya.

Untunglah, lanjut Riza, semua aturan ini dicabut saat Presiden Abdurrahman Wahid memimpin negeri ini, pada tahun 2000. Bahkan Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional. 

"Saat ini, warga Tionghoa memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia yang lain, termasuk dalam berpolitik. Inilah yang menarik ditelaah, apakah mereka memang berkualitas atau hanya sebagai vote getter," pungkas Riza. ***