Senin, 31 Agustus 2009

Awas Laten Komunisme dan Sosialisme

Negara harus waspada, karena di zaman krisis seperti saat ini bisa menumbuh kembangkan faham kiri, komunisme dan sosialisme.

Kalimat ini saya baca dari sebuah literatur, dulu di tahun 1998 ketika negeri ini diguncang krisis ekonomi jelang kejatuhan Soeharto. Kala itu saya duduk di smester akhir, Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik jurusan Ilmu Komunikasi (publisistik, jurnalistik) Universitas Muhammadiyah Malang.

Paham Komunis, di saat-saat macam begini, memang laris manis dijual. Konsepnya yang mirip dengan konsep gotong royong dan kekeluargaan, selalu dijadikan bumbu pemanis. Sama rasa, sama rata, mengapa tidak?

Namun harus diingat, gotong royong tentu berbeda dengan ajaran Karl Marx ini. Karena, gotong Royong berbasis ke-ikhlasan dan persaudaraan tanpa merampas hak-hak individu menjadi milik kelompok seperti yang dianut dalam paham komunis/sosialis.

Hal ini tentu jauh dari kata adil. Karena adil bukanlah sama rata dan sama rasa, adil itu adalah menempatkan sesuatu pada porsinya.

Contohnya begini, jika dalam keluarga ada kakak beradik (yang adik masih SD, sedangkan yang kakak sudah SMA) tentunya dalam pembagian uang saku tentu tak sama. Harus sesuai usia dan kebutuhan.







Misalnya begini, saat membagi uang saku, mungkin si kakak haruslah Rp10 ribu, karena kebutuhannya juga cukup banyak. Sedangkan si adik, cukuplah Rp1000.

Jadi, jangan hanya berdasarkan asas keadilan sama rata sama rasa, jumlah uang saku mereka sama. Karena dengan begitu, akan zalim namanya.


Demikian juga tentang cara mereka memandang besar kecilnya uang itu sendiri. Mungkin bagi si kakak, uang Rp1000 tak ada apa-apanya, namun bagi si adik Rp1000, tentu akan sangat berarti. Lumayan untuk beli es bonbon.

Nah, hal inilah yang tak ada dalam pandangan orang-orang komunis rintisan Karl Marx itu.

Dalam sebuah sistem perekonomian atau tata ekonomi komunisme, paham ini diartikan sebagai suatu sistem di mana peran pemerintah (penguasa) sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian.

Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan.

Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.







Sebagai salah satu ideologi di dunia, penganut faham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels.

Sebuah manuskrip politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.


Komunis sangat erat kaitannya dengan sosialis, sebagai paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan.

Istilah sosialisme atau sosialis ini dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827.

Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle.

Titik berat paham ini pada masyarakat bukan pada individu sebagai suatu aliran pemikiran/paham tidak dapat dilepaskan dari pengaruh “liberalisme”.







Inti dari paham sosialisme adalah suatu usaha untuk mengatur masyarakat secara kolektif. Artinya semua individu harus berusaha memperoleh layanan yang layak demi terciptanya suatu kebahagiaan bersama. Hal ini berkaitan dengan hakikat manusia yang bukan sekadar untuk memperoleh kebebasan, tetapi manusia juga harus saling tolong-menolong.

Sementara, sistem perekonomian atau tata ekonomi sosialisme didasarkan pada suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.

Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya.

Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Si Cerdas yang Bodoh

Aku pilih kamu sebagai kekasihku, karena kamu rupawan…
Aku pilih kamu sebagai musuhku, karena kamu cerdas…


Sebuah pitutur barat tersebut, hingga kini masih saya simpan di benak. Mengingatkan ku pada beberapa kisah. Semula, saya menentangnya, namun kini saya resapi, ada benarnya juga.

“Aku pilih kamu sebagai kekasihku, karena kamu rupawan…”
Saya teringat sebuah kisah seorang tokoh di kampung halaman saya, Pulau Bawean, ketika dia akan menentukan siapa yang akan dipilih sebagai istrinya.

Ada dua wanita yang saat itu menggelayuti benaknya. Yang satu, berparas cantik namun tak begitu pintar. Yang satu lagi, berparas tak begitu cantik tapi pintar.

Setelah lama dia berfikir, akhirnya diputuskan memilih wanita berparas cantik namun tak begitu pintar.

Alasannya, “Kalau ketidak pintaran bisa diubah melalui ditunjuk ajar, tapi ketidak cantikan tak bisa diubah,” begitu katanya.

Boleh juga pertimbangannya.

Selanjutnya, “Aku pilih kamu sebagai musuhku, karena kamu cerdas…”

Saya jadi teringat omongan Syaidina Ali. Dia berkata, “Lebih baik aku punya musuh yang cerdas, dari pada kawan yang bodoh.”

Tentunya musuh di sini dipandang sebagai suatu hal yang positif, sebuah pemicu untuk maju.

Kalimat ini sama halnya dengan ucapan Bos Jawa Pos Nasional Network Dahlan Iskan yang sangat memuja persaingan.

Dalam suatu kesempatan dia berkata, “Saya menyesal, kenapa Kompas tak dari dulu membikin koran di daerah (sama seperti Jawa Pos). Karena dengan demikian, Jawa Pos akan jauh lebih maju lagi,” ujarnya.

Ya, saya amini akan hal ini. Orang cerdas, memang pantas untuk dijadikan “musuh”. Ibarat petinju kelas berat, rasanya kalau lawannya hanya amatiran, kurang begitu memuaskan.

Carilah lawan yang hebat, sehingga kalau menang namanya akan menjulang, kalau kalah pun masih terhormat. Orang pun akan berkata, “Hebat sekali dia, berani menantang sang juara itu ya?”

Sayapun berperinsip seperti ini. Orang yang cerdas, memang harus dimusuhi. Musuh di sini, diartikan bersaing, kritis, dan selalu ingin menguras isi pikirannya. Selain itu, kritik di sini juga diartikan, agar pemikiran si cerdas itu tak melenceng jauh.

Saya sepaham dengan Iwan Fals. Menurutnya, pikiran itu liar dan tak akan mampu terkurung tembok. Hal inilah yang dimiliki orang cerdas. Maka itu, untuk menahan laju pemikiran liarnya ini, harus ada yang berani mengkritik, agar tetap di relnya.

Siapakah dia? Aku? Anda? Ya bisa siapa sajalah.

Namun adakalanya, khususnya di dunia ketimuran ini, hal tersebut sulit dilakukan. Ada kalanya, saat kita melakukan kontrol itu, dituding yang macam-macam. Bahkan, ada kalanya si cerdas itu tak memahaminya.

“Oh… Kamu benci ya sama aku?”
“Oh, kamu sering jelek-jelekin aku?” dan lain sebagainya.

Padahal, antara benci dan kontrol itu, sama sekali berbeda. Sama halnya dengan amarah dan tegas. Yang jelas, benci atau marah itu nafsu (destruktif), sedangkan kontrol dan tegas itu adalah masukan (konstruktif).

Kalau sudah begini, sebenarnya yang rugi ya, si cerdas itu sendiri. Karena kecerdasan tanpa kontrol, sama saja dengan api yang melahap ilalang.

Dan saya pun, bila dihadapkan situasi seperti ini, tak akan perduli lagi. Kata orang Melayu, “Suka hati engkau lah!”

Kamis, 27 Agustus 2009

Taksi Oh Taksi

Seorang teman bersungut-sungut, ketika melintas di Sekupang, banyak orang berdiri di tepi jalan melambai kepadanya meminta dia berhenti. Sekali dua, dia masih bisa tahan. Namun lama-lama dia kesal juga.

“Maaf, ini bukan taksi!” sergahnya.
”Sialan. Masak mobil saya disangka taksi!” serunya. Ruapanya dia masih kesal.

Ah. Santai sajalah, tak usah marah. Selamat datang di Batam. Kota di mana segala jenis sedan disebut taksi. Sebutan ini sudah lama melekat dan hingga kini susah hilang.

Semua ini ada sejarahnya. Dulu angkutan yang ada di Batam adalah taksi. Angkutan jenis ini dipilih, karena saat itu Batam tak sepadat saat ini. Jadi, trayek-trayek angkutan umum belum ada.

Taksi di Batam adalah kendaraan bermotor jenis sedan, Toyota Crown warna kuning eks Singapura.

Lama-lama, seiring berkembangnya penduduk, armada taksipun makin banyak. Taksi pun menjai ajang bisnis yang menggiurkan. Sayangnya, banyak tak resmi. Saat itu, banyak orang membeli kendaraan pribadi jenis sedan untuk dijadikan taksi. Taksi jenis ini biasa disebut taksi plat hitam, atau taksi gelap.

Dari sinilah, awal mula sebutan ”taksi” kepada segala jenis mobil sedan bermula. Dan sampai saat ini, kebiasaan tersebut belum hilang, meski saat ini sarana transportasi di kota Batam sudah sangat beragam.

Ternyata, sangat susah menghilangkan kebiasaan tersebut, sesulit melakukan penertiban taksi itu sendiri. Tak usahlah berbicara soal taksi gelap, yang resmipun kadang banyak yang jauh dari standar taksi yang sebenarnya.

Salah satunya, tarifnya tak menggunakan argometer (dihitung secara otomatis tergantung jumlah jarak yang ditempuh). Umumnya, tarifnya hanya berdasarkan kesepakatan, di mana penumpang dan pengemudi menyepakati tarif sebelum (kadang bisa juga sesudah) perjalanan.

Bila masuk ke dalam, interiornya juga kurang bersih. Kadang juga dijumpai supirnya merokok sambil mengemudi.

Banyak juga dijumpai kartu identitas armada taksi dan nomor kode tak terpasang di dashboard. Ini tentu sangat fatal, sebab penumpang tak bisa melihat nama sopir, nomor identitas, dan foto. Sehingga akan sulit melapor kepada perusahaan taksi, jika dalam pelayanannya ada masalah.

Yang lebih parah, ada kalanya supir kurang profesional. Misalnya, bertingkah laku baik, rambut terpotong rapi, memakai seragam dan sepatu. Karena bagaimanapun, penampilan seorang supir taksi mencerminkan layanan total armadanya.

Belum lagi, banyak yang serampangan mengais penumpang, sehingga banyak bentrok dengan supir angkuan jenis lain.

Semua kesemrawutan ini perlu penataan segera. Pemerintah kota dalam hal ini harus segera bertindak.

Sebenarnya tahun 2002 lalu penertiban taksi yang profesional sudah dimulai, dalam hal ini menggunakan sistem argo. Namun tidak jalan. Hingga saat ini, Pemko Batam terhitung 1 September nanti, kembali melakukan penataan serupa. Target awal, sebanyak 3 ribu taksi akan ditera, sistem argo pun akan diterapkan.

Namun, masih saja ada kendala. Penolakan kadang muncul di sana-sini. Kita berharap, semoga saja, kali ini Pemko Batam tak kalah lagi. Sehingga nantinya, armada taksi di Batam sama baiknya dengan kota-kota lain.

Dan yang terpenting kepuasan konsumen bisa dijaga. Tentunya kita semua sepakat, bahwa saat memutuskan naik taksi, karena kita ingin kenyamanan dan keamanan. Karena itulah, tarif taksi berbeda dengan angkutan lain.

Menata taksi, tak hanya memperbaiki moda transportasi di kota Batam, tapi juga memperbaiki citra kota ini. Karena umumnya pelanggan taksi adalah kalangan menengah ke atas dan para wisatawan. Bila semua ini dibiarkan semrawut, apa kata dunia.

Rabu, 26 Agustus 2009

Datuk Maringgih

Masih cerita soal film. Saat SD dulu Indonesia digemparkan oleh sebuah sinetron Siti Nurbaya. Sinetron yang tayang di TVRI ini memang bagus dan penuh tunjuk ajar.

Saat menyaksikan sinetron ini, ada sebuah adegan yang bikin saya kesalnya minta ampun. bahkan, sampai sekarang masih terasa.

Petikannya seperti ini, saat itu Datuk Maringgih tengah memimpin penyerbuan melawan Belanda. Dengan gagah dia berdiri di depan, sembari meneriakkan kata-kata patriotik.

Selanjutnya, "Serbu..." dia memerintah. Mendengar hal ini, laskar yang dipimpinnya serentak maju dengan semangat membara.

Namun apa yang terjadi? O o... Setelah anak buahnya maju, Datuk Maringgih bukannya ikut terjun ke medan perang, melainkan mundur perlahan-lahan lalu sembunyi menyelamatkan diri.

Kurang ajar memang. Inilah tipikal pemimpin oportunis, pemimpin bermental badut yang sangat tak layak diteladani.

Berkoar-koar memerintah, menyuruh anak buahnya maju, namun setelah anak buahnya maju,
dia malah mundur. Ada saja dalihnya, ada saja alasannya.

"Dasar Datuk Maringgih, akal-akalan saja! Orang disuruh maju, giliran sudah maju, dia malah mundur!" rutuk saya kala itu.

Hingga berdasawarsa berlalu, adegan ini masih melekat dalam benakku. Sebuah adegan tentang seorang pemimpin bermental badut, yang selalu menjilat ludahnya sendiri.

Ah, mending jadi pemimpin yang enggak populer, tapi tegas dalam menjalankan aturan, dari pada menjadi pemimpin dengan tipikal seperti ini.

Orang diperintah maju, sementara dia malah mundur.

Apapun alasannya, mengorbankan anak buah untuk menyelamatkan diri sendiri, sangatlah terkutuk.


--------------
pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”;

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.

Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.

Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin

orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada

Anda”.

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang…
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang …

Senin, 24 Agustus 2009

Bebas Kewajiban (I Dont Care)

Di bulan puasa ini, umat Islam salah satunya saya, diwajibkan menunaikan ibadah puasa. Inti dari puasa ini adalah pengendalian diri, portofolionya pada sabar. Dan di bulan inilah saya baru saja mendapat pelajaran yang bagus.

Pelajaran itu saya petik di hari pertama puasa, saat menyaksikan Tablig Akbar, bersama KH Zainuddin MZ di TV 1, tiap pukul 17.00-18.00. Saat itu, ada seorang bertanya melalui telepon kepada dai “sejuta ummat” ini, tentang perintah menjalankan salat saat dirinya berhalangan.

Seperti biasa, dengan gaya komunikasi yang lugas, Zainuddin menjawab, bahwa Allah sangat mengerti akan mekanisme ciptaan-Nya. Karena itulah, setiap perintah-Nya, selalu memperhatikan kemampuan sang mahluk.

Termasuk perintah salat ini, yang menurutnya Zainuddin super fleksibel. ”Tak bisa sambil berdiri, duduk. Tak bisa sambil duduk, sambil tidur. Bila tak bisa juga, bisa dengan isyarat. Bila tak bisa juga, bisa salat dalam hati,” jelasnya.

Selanjutnya Zainuddin menerangkan, bahwa Allah saat mewajibkan mahluknya melaksanakan perintah-Nya, juga berdasarkan klasifikasi tertentu, yakni sehat, dan akil balig. Di luar dari itu, bisa bebas kewajiban.

”Anak kecil sampai akil balig, bebas kewajiban. Selanjutnya orang yang bebas kewajiban adalah orang gila,” katanya. Dia masih melanjutkan, ”Jadi, kalau kita ingin bebas kewajiban, maka... ,” katanya yang langsung disambut kekehan jamaah saat itu.




Setelah mengurai-urai sedemikian banyak, saya akan menyimpulkan maksud dari pelajaran apa yang saya petik saat menyaksikan acara ini.

Dari sini, saya bisa berbahagia bahwa saya ternyata masih dipandang sehat dan terhormat, sehingga oleh Allah masih diperbolehkan untuk melaksanakan kewajibannya.

Ah, alangkah nikmatnya bisa merasakan nikmatnya menjalankan perintah Allah.

Kebanggaan inilah yang juga melekat, saat saya melaksanakan semua kewajiban di tempat kerja atau di masyarakat. Alhamdulillah, ternyata saya masih dipandang sehat dan terhormat oleh pimpinan sehingga mereka memberi kepercayaan pada saya untuk melaksanakan segala perintah dan kewajibannya.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang dengan seenaknya melanggar aturan? Nah ini dia. Dulu saya sangat benci melihat orang-orang seperti ini. Bahkan sampai menimbulkan sakit hati.

Namun setelah mendapat pelajaran dari KH Zainuddin MZ, saya bisa membuang seonggok beban yang menyesaki pikiran saya itu. Caranya? Anggap saja mereka yang tak ikut aturan itu, tidak sehat dan terhormat, sehingga tak bisa merasakan nikmatnya menjalankan sebuah aturan.

Konkretnya! Anggap saja mereka masih anak-anak (childish) atau GILA! Karena hanya dua tipe jiwa inilah yang bebas kewajiban.

---------------
PS:
Seorang teman dari Belanda menyatakan sebuah statement yang bagus, soal orang-orang yang suka melanggar aturan. Garis besarnya adalah seperti ini:

Kamu tidak perlu khawatir, karena mereka sudah melanggar aturan. Karena sebenarnya, saat ini mereka sedang mempermalukan diri mereka sendiri. Merendahkan harga diri mereka sendiri serendah-rendahnya.

Karena orang sekitarnya saat ini sedang mencemooh mereka atas perbuatan melanggar aturan yang mereka lakukan. Saat ini si pelanggar aturan itu sedang tercemar nama baiknya. Di mata lingkungan kerjanya mereka dianggap tak ubahnya sebagai seorang kleptomania.

Minggu, 16 Agustus 2009

Uya memang Magic

Menarik sekali menyaksikan acara ''street magic'' atau sulap jalanan Uya Memang Kuya di SCTV. Ah, serasa melihat bumi terbolak balik, keluar pakem atau apapun namanya.

Acara ini diputar tiap sore, biasanya sekitar pukul 17.30. Pertama saya kurang respon. Ah, apalah acara sulap jalanan. Paling dari kartu ke kartu. Tapi, lama-lama saya tertarik juga.

Rasa ketertarikan ini bermula muncul, setelah Uya melakukan trik sulap yang tak bisa dipandang remeh, misalnya membikin kotak berisi manusia melayang diudara, dan sebagainya.

Selain itu, ada juga atraksi hipnotis. Wah yang ini cukup menghibur, lucu, penuh canda. Orang yang dihipnotis ditanya tentang hal-hal yang unik, misalnya takut hantu apa tidak?

Setelah sadar, pertanyaan tersebut ditanyakan lagi. Hasilnya, ternyata jawabannya berbeda dengan saat dihipnotis.

Kadang pula, setiap ada ekspresi penonton yang menarik, gambarnya dibekukan lalu diberi kutipan lucu bak dalam gambar komik.

Dari beragam kelucuan ini, lama-lama saya mulai tertarik makna apa di dalam acara ini. O, rupanya Uya ingin menyajikan sulap di luar apakem yang ada.

Seperti yang kita ketahui, sulap identik dengan suasana menyeramkan, gelap, tegang, dengan nuansa warna hitam menebar di mana-mana.

Namun bagi Uya, hal ini dibalik. Dalam shoy-nya Uya selalu menampilkan sulap yang kocak, rileks, penuh tawa, dan nuansa cerah.

Bahkan, bila banyak pesulap bangga wajah kejam dengan jubah hitap kebanggaannya, Uya menampilkan sisi lain; wajah memble (lucu) dan pakaian warna pink.

hasilnya, toh tak mengilangkan wibawa sulap itu sendiri. bahkan lama-kelamaan, orang bisa mengerti bahwa sulap itu adalah science, bukan magic. Dan semua orang bisa melakukannya, tak perlu bertampang sangar, mata melotot yang dibuat-buat, dan tak perlu berbaju hitam.

Jumat, 14 Agustus 2009

Ketua dan Panutan (BP Version)

Setiap pemimpin selalu ingin menjadi panutan.


”Panutan,” berasal dari kata ”anut”, kalimat pendek yang mengandung pengertian bisa dicontoh, dipercaya, bahkan diimani. Orang-orang yang mencontoh dan mempercayainya disebut penganut.

Syarat untuk bisa menjadi panutan haruslah sudah memiliki kredibilitas, teruji dan terbukti. Sebuah syarat yang berat. Karena nantinya, seorang panutan bertugas memelihara sebuah tatanan.

Panutan bisa dari profesi mana saja. Bisa guru, wartawan, walikota, gubernur dan lain-lain.

Agar seorang pemimpin bisa menjadi panutan, maka harus paham dulu akan apa itu kepemimpinan itu sendiri.

Penemu metode smosional, spiritual, qoutient (ESQ) 165, Ary Ginandjar pernah mengurai soal ini. Menurtnya, kepemimpinan itu adalah pengaruh. Seni kepemimpinan adalah seni menebar pengaruh, atau bisa mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin yang kuat, umumnya memiliki pengaruh yang kuat pula.

Untuk mencapai ke sana, biasanya harus melalui beberapa anak tangga. Pertama, Anda haruslah dicintai, barulah Anda bisa memiliki memiliki hubungan yang erat dengan yang Anda pimpin.

Tangga kedua, Anda haruslah dipercaya, barulah Anda bisa memiliki integritas. Tangga ketiga, harus memiliki pengikut, barulah Anda bisa menolong mereka.

Tangga keempat, Anda harus memiliki kader untuk itu harus bisa membimbing. Tangga terakhir, Anda harus mampu memberikan warisan (legacy) yang hidup, maka Anda bisa menjadi pemimpin abadi.

Hal ini sudah masuk dalam taraf pemimpin tertinggi, kelasnya sudah masuk para pahlawan, bahkan para nabi dan Rasul.

Yang terpenting, menjadi seorang pemimpin haruslah mampu membangun kesadaran diri, rajin-rajinlah berjalan ke dalam diri.

Dan ingat, seorang pemimpin haruslah memiliki tujuan jangka pendek, yakni bekerja sebaik-baiknya (dunia), jangka menengah; membangun peradaban, dan jangka panjang; mengumpulkan bekal untuk akhirat nanti.

Namun di zaman yang serba instan ini, kepemimpinan dalam arti pengaruh, sudah masuk dalam wilayah praktis yang bisa diciptakan, dipelajari bahkan dibisniskan.

Banyak kita jumpai seorang pemimpin denan banyak topeng. “Topeng” yang saya maksud di sini adalah sebuah sikap atau kepribadian yang direkayasa, dalam menebar pengaruh tadi.

Antara hati dan mulut tak seirama. Bahkan, banyak pula yang mengikuti kursus kepribadian agar bisa kelihatan baik di mata bawahan atau orang lain.
Topeng ini adalah penunjang peranannya (role) di tengah kelompok atau masyarakat.

Inilah cara mereka berkamuflase atau menyamar. Yang penting bisa terlihat baik, yang penting selalu populis.

Seorang kawan bercerita, ada seorang pimpinan di sebuah organisasi kerja yang mahir ”berubah wajah” alias master disguesing.

Pernah suatu saat dia menerima tamu di kantornya. Waduh, wajahnya bukan main cerah, menyapa riang layaknya sang tamu adalah orang yang selama ini dia rindukan.

Namun, setelah sang tamu menghilang dibalik pintu, sang pimpinan memanggil stafnya lalu marah-marah. “Kenapa kamu terima dia? (dan seterusnya).” tentu saja bawahannya kebingungan.

Ada lagi kisah lainnya, seorang ketua yang amat piawai menebar senyum. Padahal sifat aslinya sebenarnya dia adalah seorang yang tempramental. Kalau sudah marah, tak kenal ampun, selain ucapan juga adakalanya asbak bahkan ponsel-pun dilempar pada stafnya.

Ada lagi kisah seorang wartawan. Saat itu dia akan mewawancarai seorang ketua di sebuah organisasi.

Singkat kata, sesampainya di kantor sang ketua, si wartawan melihat yang bersangkutan sedang marah besar pada para stafnya. Rupanya, kehadiran sang wartawan tak disadarinya.

Namun setelah sadar dia tahu ada wartawan, dalam sekejap wajahnya berubah. tak ada lagi murungm, marah dan sebagainya. Semua berganti senyum dan ramah. Luar biasa. Secepat itu.

Banyak lagi contoh lain. Ada yang selalu jaga image, alias jaim bahkan ingin tampak memiliki wibawa. Ada juga yang seperti ini; dikantor ingin dilihat bahwa dia adalah orang yang punya kekuasaan.

Sedangkan di luar kantor, ingin dilihat sebagai orang yang punya jabatan penting.
Semua sikap-sikap ini, menunjukkan betapa susahnya mejalankan kepemimpinan itu sendiri. Apalagi untuk bisa menjadi panutan.

Pemimpin dalam arti pemegang jabatan, kadang bisa diciptakan, dikarbit, berdasar like and dislike, bahkan tanpa standar kelayakan yang baik atau karena faktor hoki saja.

Namun untuk menjadi panutan, tak semudah itu. Harus teruji dulu, karena umumnya panutan biasanya muncul dari kesadaran, berdasar hati nurani.

Karena itulah, alangkah indahnya bila tiap pimpinan bisa menjadi panutan yang mampu meninggalkan warisan (legacy) yang terus hidup.

Untuk itu, jelilah dalam menciptakan pemimpin. Karena bila bagus, dia akan menjadi juru selamat, namun bila tidak, akan menjadi monster.

Selasa, 11 Agustus 2009

FTZ Bikin Batam Sekarat (1)

Batam saat ini sudah sekarat. Sektor usaha yang menjadi core bisnis utamanya terpukul habis. Pengusaha pun kini dalam keadaan pasrah. Antara hidup dan mati. Sementara pejabatnya, sangat tidak care.



Poin menyeramkan ini saya dengar langsung saat diskusi dengan beberapa pengusaha papan atas di Batam, belum lama ini. Sorry, namanya tak bisa saya sebut di sini.

Saya baru tahu, bahwa diskusi ini dilakukan tiap mimggu, pesertanya pengusaha papan atas di batam dan beberapa asosiasi bisnis. Kesimpulannya, pengusaha Batam saat ini memang tengah kesulitan.

Selain terpaan krisis, juga kondisi dalam negeri sendiri yang kurang bersahabat pada iklim usaha, khususnya di Batam.

Penabuh lonceng kematian bagi Batam ini tak lain dan tak bukan aturan free trade zone yang tak jelas dan menyulitkan iklim usaha.

“Kalau hal ini tak direvisi, Pak, maka oil company akan hengkang dari sini dan kembali ke Singapura,” ujar salah seorang dari mereka.

Saya tertegun, “Oh ya? Buktinya apa?”
“Bapak mau bukti, nanti saya akan kumpulkan mereka, lalu kita ketemu lagi,” balasnya.

Salah satu poin dari FTZ yang tak jelas ini, soal pajak bea masuk barang ke dalam dan ke luar Batam. “Tak usah oil companie Pak, Ramayana Batam aja sekarang sudah kesulitan,” jelasnya.

Menurutnya, barang-barang Ramayana Batam diangkut dari Jakarta, dan ini kena pajak. Sialnya, saat mereka akan membawa barang ke cabang mereka di Tanjungpinang, juga kena pajak lagi. “Belum lagi aturan master list yang membingungkan itu,” jelasnya.

Apakah hal ini bisa diselamatkan, tentu bisa, bila pemerintah pusat dan daerah memiliki target yang jelas mau ke mana arah Batam ini ke depan.

“Selama ini kan tak jelas. Kalau kami protes, maka dibilang, kami manja, suka mengeluh. Padahal kami bukannya minta fasilitas, namun hanya ingin perlakuan secara fair aja,” urainya.

Coba bandingkan dengan Senzen, China atau bahkan Malaysia sekalipun. Mereka sangat wellcome pada dunia usaha. Asal mereka tahu ada peluang, maka akan disupport-nya habis-habisan.

“Lha kemarin saya ditelepon oleh menteri besarnya. Intinya, ayo berinvestasi. Anda mau apa, lahan? Izin? Pokoknya kami sediakan,” ungkap salah seorang taipan Indonesia ini.

Sementara di Indonesia, khususnya Batam, mengurus izin saja susahnya minta ampun. Di atas lain, di bawah lain.

“Sekarang pengusaha asing banyak yang kapok urusan di sini. Ada yang bilang, ‘ah biarin saja, nanti mereka juga pada balik.’ Pada balik gimana. Mereka sudah say good bye gitu!” jelas seorang pengusaha yang lain.

Contoh yang paling nyata, saat Petro China di Jakarta mengorder pipa minyak dari Batam, namun akhirnya berbuah kekesalan. Pasalnya, saat akan membawa pipa tersebut ke Jakarta, sulitnya minta ampun.

Kendala terbesar menyangkut perizinan keluar dari Batam, akibat aturan FTZ itu. Akhirnya, hingga deadline tak bisa dipenuhi.

“Perusahaan kami pun dapat wan prestasi. Mereka bilang, ‘Nah kan sudah saya bilang, your government payah.’ Akhirnya mereka bawa sendiri pipa dari China, sudah murah cepat lagi!” keluhnya.

Dari sini saya memotong, bukankah tiga bulan lalu Presiden SBY di Turi beach resort mengatakan, bahwa FTZ Batam sudah berlaku?

“Ya, saya dengar itu. Bahkan dia berkata Insyaallah bila saya terpilih lagi, FTZ Batam akan diterapkan. Namun mana buktinya?”

“Beda betul dengan zaman Pak Harto. Dulu bila Pak Harto berbisik, di bawah gemanya sangat kuat. Sekarang, di atas sudah pakai corong juga dicuekin,” jelasnya.

Soal tanggapan pemerintah yang asal ini, saya juga sampaikan pada mereka. Suatu hari saat wartawan menanyakan, kenapa FTZ Batam tak kunjung jelas? Sang menteri menjawab, “Kalau Batam minta keistimewaan (FTZ) nanti Gunung Kidul juga minta perlakuan sama,” jelasnya.

“Ha ha ha. Masak menteri jawabannya kayak gitu!” sergah salah seorang pengusaha. Menurutnya, Batam dan Gunung Kidul tentu berbeda. “Masak Gunung Kidul mau minta FTZ, bagaimana rumusnya, kan di sana bukan daerah berikat,” jelasnya..

FTZ Bikin Batam Sekarat (2)

Ada kisah lucu. Dulu, semasih Batam berjaya dengan FTZ-nya, China saat itu baru merintis FTZ di Shenzen. Maka, dikirimkanlah ahli-ahli mereka untuk belajar bagaimana Otorita Batam mengelola FTZ-nya.


Hingga tahun-tahun berlalu, FTZ dibekukan, Shenzen kian pesat. Maka tertariklah Otorita Batam untuk mengirimkan pasa stafnya ke Shenzen, di antaranya Istono. Tujuannya, mencari tahu bagaimana mereka mengelola FTZ-nya.

Namun apa yang terjadi, saat Istono serius mengikuti presentasi di Shenzen, tiba-tiba ada seorang lelaki menegurnya. Istono kaget, siapa gerangan. Lalu si lelaki itu menjawab, tentunya dengan bahasa Inggris, “Lho, saya kan dulu ke Otorita Batam, belajar pada Anda bagaimana menerapkan FTZ! Sekarang kok Anda kemari?”

Istono kebingungan. Kamipun yang mendengar tertawa. Cepat sekali rupanya dunia itu berputar.

Bagaimana usaha pemerintah Kota Batam untuk menyelamatkan krisis ini? Juga sama, tak memiliki target yang jelas.

Saya setuju pendapat ini. Jangankan perkara besar, perkara ringan saja, semisal pariwisata juga tak memiliki target yang jelas.

“Coba bapak-bapak perhatikan, apa sih yang mau ditawarkan Batam untuk wisatawan? Mau lihat jembatan? Di Madura lebih panjang. Seafood? Di mana-mana juga banyak. Elektronik? Ah, ke Glodok aja, lebih murah,” jelas saya.

Saya melanjutkan, mestinya pemerintah Batam harus mempu menciptakan lingkungan psikologis Batam bagi pendatang. Istilah lain, identitas wisata yang jelas.

Misalnya begini, saat kita mau ke masjid, kita sudah tahu masjid itu tempat apa, sehingga saat tubuh kita melangkah ke sana, jiwa kita sudah merasa kepasrahan pada Ilahi. Demikian pula saat mau ke gym, jiwa kita sudah merasakan segar meski belum sampai di sana.

“Inilah yang saya maksud lingkungan psikologis,” urai saya.

Merekapun menyimak, “Saya setuju pak. Itu mindset, namanya,” sergah sang konglomerat.

Saya menawarkan, contohlah seperti Tanjungpinang. Di sana, identitas wisatanya sudah tercipta, yakni Tanah Melayu. Jadi, bila orang mau ke Tanjungpinang, sebelum sampai jiwanya sudah membayangkan melihat karya sastra pujangga gurindam 12, atau makan otak-otak.

Nah, Batam apa? Mumpung belum terlambat, mulai saat ini carilah salah satu identitas wisatanya. Misalnya ingin menjadikan Batam sebagai surga elektronik, maka pemerintah di sini harus mendukung habis-habisan. Mudahkan barang itu masuk, siapkan tempatnya dan lain-lain.

Semuapun terdiam. “Ah, memang susah Pak. Sekarang kami hanya bisa pasrah saja,” jelas sang konglomerat.

“Wah, bapak sih masih enak sepasrah apapun, sembako masih terbeli. Bagaimana lagi saya, tambah bingung. Sembako tak terkendali, biaya perobatan mahal!” jawab saya.

“Hmm….” Sang taipan menarik nafas.

“Apa bisa Batam bangkit lagi?”

“Tentu bisa, asal pemerintah di sini memiliki targetnya yang jelas,” ujarnya.

Menurutnya, Batam bisa maju bila memanfaatkan lokasi strategis yang dimiliki, dengan ditunjang dengan tiga industri utama. Di antaranya perminyakan, pariwisata dan elektronik.

Bila hal ini dikelola sedemikian rupa, maka akan menimbulkan daya tarik ekonomi untuk membina dan menguatkan ekonomi nasional.

Salah satu lokasi strategis yang dimaksud, adalah kedekatannya dengan Singapuira. Seperti diketahui, Singapura adalah motor pertumbuhan ekonomi. Maka itu, jangan hanya menunggu limpahan ”balon pecah” saja, ”Jangan hanya menonton, kita harus tarik potensi itu,” tegasnya.

Senin, 10 Agustus 2009

Menelusuri Ide Kris Wiluan Membangun Kerajaan Bisnis (1)

Sabtu (8/8) sore lalu, saya menyertai Direktur Utama Batam Pos Marganas Nainggolan bertemu Kris Taenar Wiluan, bos Citra Group yang tahun 2008 lalu dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, versi Majalah Forbes. Banyak hal yang bisa dipetik dari sini.

Bincang santai ini bertempat di Taming Sari Cafe, Turi Beach Resort, salah satu resort milik sang taipan yang terletak di Nongsa, Batam. Cafe ini terletak di bagian belakang, sebelah kolam renang.

Panorama di cafe ini cukup menarik. Sembari bersantai menikmani kuliner, pengunjung bisa menikmati keindahan pantai dan lalu lalang kapal yang melintas. Bila lebih jauh lagi, kita bisa memandang panorama Johor, Malaysia.

Untuk menuju ke sini, dari jalan utama kita masih melalui puluhan anak tangga menurun, melintasi lobi dan areal taman dan air mancur yang asri. Maklumlah, Turi Beach Resor dibangun mirip konsep terasiring.

Di Turi Beach Resort, kami disambut orang kepercayaan Chris Wiluan, Burhan. ”Bapak duduk di sini, biar Pak Chris duduk di sini,” ujarnya, mempersilakan Marganas, sembari menunjuk dua dari tujuh kursi yang mengelilingi meja makan besar di pojok ruangan.

Tak sampai 5 menit menunggu, Kris Wiluan datang, diiringi para petinggi di beberapa perusahaannya. Di antaranya adalah Agus Hidajat, Direktur Utama PT Sarana Citra Nusa Kabil, yang juga Direktur Kabil Citra Nusa Industrial Estate di bawah komando Peters Vincent.

Selanjutnya Chris langsung duduk di kursi di dekat Marganas. ”Apa kabar,” ujar pria berambut perak ini, menyapa akrab.

”Baik,” jawab Marganas.

”Sudah pesan (makanan)? Ayo pesan,” ujarnya.

Selanjutnya, mereka terlibat perbincangan hangat, bagai dua sahabat yang lama tak bersua. Sesekali, beberapa humor segar dan tawa renyah terlontar.

Tak lama, Chris berganjak dari kursinya. Kemudian dia kembali lagi. Selang beberapa saat kemudian, waiter datang membawa hidangan. Rujak manis bengkoang dan nenas, serta dadar isi wortel daging.

Menu inilah yang menemani perbincangan kami. Di susul kemudian, laksa isi udang dan mie. Semua memiliki cita rasa yang mantap. Dan ternyata, Chris sangat menikmati kuliner ini. Ternyata Chris suka rujak dan laksa ini.

Bagi saya yang baru bertemu sedekat ini, melihat sosok Chris sangat keren. Saat itu, Chris tampil dengan baju ranger warna biru langit. Seuntai kalung emas berbandul kecil, terkadang menyembul dari balik bajunya yang dua kancingnya sengaja dilepas hingga dada.

Dandanannya yang selalu muda dan trendy ini, mengingatkan kita pada konglomerat dari negeri Paman Sam, Donald John Trump.

Gaya bicaranya juga komunikatif. Untuk ukuran seorang konglomerat, bahasanya sangat gaul. Nada suaranya juga bagus, sehingga bila tak melihat langsung, seolah kita mendengar bahwa itu suara orang muda belia.

Pada lawan bicaranya, sikap Chris cukup baik. Siapaun itu, akan dia dengarkan lalu disimak. Bahkan bila dirasa pendapat tersebut bagus, Chris tak segan memuji lawan bicaranya. Namun bila tidak, tidak dilecehkan. Dan yang pasti, dia murah senyum.

Yang menarik dari seorang Chris Wiluan adalah, sangat bersemangat bila pembicaraan itu menyangkut harga diri bangsa. Dari dulu, dia selalu berpendapat bahwa bila orang lain bisa, mengapa kita tidak?

Falsafah inilah yang menjadi dasar dia mendirikan kerajaan bisnisnya, yang semua didasarkan pada nasionalisme. Dari sini jualah, insting bisnisnya terasah tajam, lalu menciptakan ide peluang usaha skala besar.

Lihatlah bagaimana dia membangun beberapa perusahaan di Batam, yang idenya bermula dari pengalamannya saat berkunjung ke Singapura dan Malaysia.

Dia bercerita, pada awal merintis usahanya ini dia melihat Singapura yang tak memiliki sumber daya alam, bisa berhasil hanya dengan memanfaatkan sumberdaya alam Indonesia, dalam hal ini minyak dan gas.

Di sini mereka membangun pangkalan, logistik dan beberapa usaha penunjang migas lainnya, seperti membuat alat-alat pengeboran (rig).

Saat itulah Chris terpikir, mengapa tidak di Batam? Bukankah Indonesia adalah negara penghasil migas? Bayangkan, sekitar 70 persen alat-alat pengeboran minyak dibuat di Singapura.

”Mengapa kita tak bisa menyuplai, tak usah 10 persen, 2 persennya saja sudah bagus,” ujarnya.

Dari sinilah di akhir tahun 70-an dia punya ide mendirikan pangkalan, logistik minyak, hingga pembuatan pipa pengeboran di Batam.

Idenya ini rupanya sejalan dengan Ibnu Sutowo, Kepala Pertamina Pertamina saat itu yang ingin menjadikan Batam sebagai pangkalan logistik minyak. Karena itulah Ibnu meminta seluruh oil company membuka logistik di Batam, tepatnya di Batuampar.

Berawal dari sinilah, surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang intinya membebaskan bea masuk barang-barang dari luar ke Batam, bermula. Semua keputusan ini semula hanya untuk barang yang berhubungan dengan usaha perminyakan saja.

Melihat peluang ini, Kris mendirikan usaha perminyakannya yang pertama, PT Citra Pembina, Pengangkutan dan Industri (CPPI). Usahanya ini terus berkembang, hingga kemudian Kris mendirikan Citra Tubindo, perusahaan pembuat pipa dan alat-alat pengeboran minyak.

Klien pertama PT CPPI adalah Arco, yang langsung memita memindahkan logistic base-nya dari Singapura ke Batam. Ada sekitar 40 ribu ton peralatan minyak milik Arco yang dipindahkan ke Batam.

Namun ini tak mudah, karena sebelumnya terbentur izin Bea Cukai, meski akhirnya usaha ini sukses.

Hal ini tak lepas dari turunnya SKB tiga menteri itu sendiri. Dalam perkembangannya, setelah Batam dibuka sebagai pemukiman, kawasan bisnis dan wisata, SKB tiga menteri itu juga berlaku bagi barang-barang konsumsi, otomotif, hingga elektronik.

Jadilah Batam yang semula didesain sebagai basis logistik minyak, menjelma menjadi surga barang impor.

Menelusuri Ide Chris Wiluan Membangun Kerajaan Bisnis (2)

Naluri bisnis Chris yang lain juga tampak seperti kisah yang satu ini. Pada akhir pekan di tahun 1984, dia menyertai Menteri Besar Johor di Gunung Ledang. Sesampainya di jembatan Johor, dia terjebak macet panjang. Chris pun bertanya ada apa gerangan?






Selanjutnya dia memperoleh keterangan bahwa tiap akhir pekan, banyak warga Singapura berlibur ke Johor, hingga menyebabkan macet. Dari kunjungan ini, tiap bulan Johor menangguk 25 juta dolar Singapura.

Chris pun berpikir, mengapa tak ke Batam saja? Bukankah alam di Batam juga tak kalah indah? Dari sinilah dia memiliki ide membangun usaha resor yang saat ini kita kenal sebagai Turi Beach Resort.

Hal serupa saat Chris mendirikan Nongsa Point Marina. Idenya saat itu bermula, ketika dia melihat ada sekitar 60 ribu kapal pesiar yang masuk Singapura. “Mengapa tidak ke Indonesia, khususnya Batam?” pikrinya kala itu. Saat itulah dia bergerak menangkap peluang wisata.

Ide bisnis Chris juga mengalir ketika mengetahui Singapura kekurangan tempat untuk membuat kawasan industri, Chris-lah yang kala itu menawarkan agar para investor untuk datang ke Batam. Dari sinilah bermula berdirinya kawasan-kawasan Industri di Pulau Batam.

Inilah yang sedari awal disebut pandai menarik peluang. Dia melihat, banyak negara-negara maju yang awal merintis ekonominya dari menarik limpahan peluang ini. Di antaranya China dan Jepang. Dulu Amerika memanfaatkan Jepang untuk melakukan perluasan ekonominya. Namun, bangsa Jepang langsung belajar mengambil alih peluang tersebut.

Hasilnya, kini Jepang bisa menyamai Amerika. Contoh mengambil alih peluang tersebut bisa dilihat pada industri otomotifnya. Yang paling gres, bagaimana kini Toyota bertahan sementara General Motor Coorperation tumbang.

Hal ini jualah yang terjadi di China. Dulu, Jepang memanfaatkan China untuk mengembagkan sektor bisnis. Kini, China juga berhasil. Bahkan kini China berhasil membeli perusahaan minyak milik Amerika dan semua SDM-nya berasal dari China.

Namun semua ini haruslah mendapat dukungan penuh dari pemerintah dalam mempermudah iklim usaha. Seperti misalnya yang saat ini dilakukan Malaysia, saat mereka tahu ada peluang bisnis, maka pengusaha akan di-support habis-habisan. Seperti yang baru-baru ini dilansir koran Bussiness Times, Malaysia baru saja meluncurkan East Coast Bussines Zone.

Zona ekonomi yang berada di Kuala Trengganu ini, memberikan keleluasaan dan kemudahan izin bagi pengusaha untuk berinvestasi di sini. Di sini akan difokuskan pada usaha manufaktur dan sumber daya mineral yang dicadangkan menciptakan 220 ribu lapangan kerja!

Menurut Chris, sebelum Malaysia bahkan China maju dengan konsep free trade zone-nya itu, Batam telah lebih dulu menerapkannya. Bahkan sebelum Shenzen dibuka sebagai kawasan FTZ, beberapa pengelolanya disekolahkan dulu ke Otorita Batam.

Karena memang, Batam bisa maju bila memanfaatkan lokasi strategis yang dimiliki, dengan ditunjang dengan tiga industri utama. Di antaranya perminyakan, pariwisata dan elektronik. Bila hal ini dikelola sedemikian rupa, maka akan menimbulkan daya tarik ekonomi untuk membina dan menguatkan ekonomi nasional.

Salah satu lokasi strategis yang dimaksud, adalah kedekatannya dengan Singapuira. Seperti diketahui, Singapura adalah motor pertumbuhan ekonomi. Maka itu, jangan hanya menunggu limpahan ”balon pecah” saja, ”Jangan hanya menonton, kita harus tarik potensi itu,” tegasnya.


Analogi-analogi
Selama pembicaraan ini, Chris tak jarang selalu melontarkan analogi-analogi. Yang paling banyak adalah hal yang terkait dengan sepakbola dan musik.

Misalnya saat saya menanyakan bagaimana agar Batam bisa maju, dia mengatakan semuanya harus menjadi tim yang kuat, yang memiliki visi atau target yang jelas. "Mindset-nya apa? harus jelas dulu" jelasnya.


Profesi bisa berlainan, namun tujuannya harus sama dan saling bekerja sama. Jangan di atas lain di bawah juga lain. ”Mirip pemain sepakbola-lah. Ada kiper dan lain-lain, namun tujuannya adalag mencetak gol. Maka itu perlu kerja sama yang kompak,” jelasnya.

Analogi lain terlontar saat menyampaikan komentar seorang pejabat, bahwa bila Batam meminta keistimewaan FTZ, nanti Gunung Kidul, Yogyakarta, juga menuntut hal yang sama. Menurut Chris, semua harus dilihat dari potensinya.

”Seperti kita punya anak, kan harus dilihat apa bakatnya. Jangan tak bakat bermain piano, malah kita belikan piano, bisa tak jalan,” ujarnya.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Meraih Mimpi Mike Wiluan

Meraih Mimpi film animasi musikal 3D pertama karya anak bangsa, sudah selesai dikerjakan. Pemutaran perdana (premiere) film ini akan dihelat pada Rabu (12/8), di Turi Beach Resort Batam, yang juga menjadi markas studio Infinite Frameworks selaku perusahaan yang memproduksi film ini.


”Judul asli film ini adalah Sing to the Dawn. Biaya produksinya menelan biaya 5 juta dolar AS. Kalau di Amerika bisa menelan 50 juta dolar AS,” ujar Owner Citra Group Chris Taener Wiluan, saat ditemui Batam Pos di Taming Sari Cafe, Turi Beach Resort Sabtu (8/8) sore lalu.

Film ini sebenarnya diangkat dari buku berjudul sama Sing to the Dawn, karya penulis Singapura yang tinggal di New York. Buku yang ditulis pada tahun 1917 itu memang menjadi buku teks wajib bagi siswa sejak SD di Negeri Singa tersebut.

Film ini berkisah tentang usaha empat perempuan desa di Thailand mendobrak tradisi desa mereka yang melarang anak perempuan ke luar rumah mencari sekolah. Tidak seperti anak laki-laki, perempuannya tugasnya hanya kawin, punya anak-anak, dan memelihara mereka.

Semula, Sing to the Dawn diproyeksikan untuk Internasional, namun tidak menghilangkan Indonesia sebagai target pasar. Agar lebih ”meng-Indonesia.” judul film ini diganti Meraih Mimpi dan disortir Kalyana Film Shira Film, pimpinan Nia Dinata.






cuplikan dalam film animasi Meraih Mimpi




Tak tanggung-tanggung beberapa artis didapuk untuk mengisi suara film hasil kerja sama Infinite Frameworks (90 persen) dan pemerintah Singapura (10 persen) ini, seperti Gita Gutawa, Surya Saputra, Shanty, Uli Herdinansyah dan lainnya.

Infinite Frameworks sendiri dikendalikan putra Chris Wiluan, Mike Wiluan. Perusahaan ini berbasis di Singapura. Melihat animasi selalu menjadi komponen dari bisnis kreatif ini, jadi Mike memutuskan membuat studio animasi di Batam. Namanya Infinite Framework Studios.

Dari sini, Mike ingin menjadikan sebagai basis industri animasi. Yang menarik, semua SDM di studio yang diluncurkan pada 2006 lalu, adalah putra Indonesia. Sementara di Singapura, lebih orientasi ke post production.

Untuk mengkoordinir studio di Batam ini, Mike merekrut Daniel Haryanto, animator kawakan Indonesia. Mike juga menggandeng Phil Mitchel, pemilik Mainframe Entertainment, Kanada yang sudah berpengalaman selama 20 tahun di dunia animasi TV Commercial dan film, serta lima pentolan animasi lain dari Amerika dan Inggris.

Naluri lelaki lulusan Film Production, London, menggeluti animasi ini sangat tepat, sebab saat ini tren investasi di bidang animasi saat ini sedang mengarah ke Asia, karena Asia memiliki biaya produksi yang lebih rendah.

Di negara seperti India dan China, saat sudah berdiri sekitar 400 studio animasi. Semuanya berkembang sangat pesat.

Saat wawancara berlangsung, sebenarnya Chris mengajak Batam Pos mengunjungi studio Infinite Frameworks. Namun sayang, markas kerja animator-animator unggul di Indonesia itu sudah tutup, maklumlah hari jkian sore pukul 17.00.














“Ya sudah, nanti saya undang primeire-nya di bawah, tanggal 17 (Rabu) malam,” ujar Chris pada Batam Pos. Kata “bawah” yang dimaksud Chris adalah hall Turi Beach Resort, yang kebetulan letaknya di bawah dari tempat kami wawancara.

Dari raut wajahnya, Chris sangat bangga akan proyek putranya ini. Menurutnya, ini membuktikan bahwa putra Indonesia juga bisa berbicara di kancah Internasional. Tak kalah dengan negara-negara maju.

“Salah satu kekuatan kita adalah, nilai seni kita tinggi, termasuk juga dalam membuat film animasi,” ujar oleh majalah Forbes dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia, dengan harta menyentuh 105 juta dolar AS tersebut.

Menurutnya, saat ini dunia perfilman dunia sangat bergantung pada teknologi animasi. “Jadi sekarang tak musim lagi adegan kolosal melibatkan banyak pemain. Karena semua sudah bisa digantikan dengan animasi,” jelas pengusaha yang sukses berbisnis perminyakan, gas, dan bahan kimia itu.
















Karena itulah dia sangat mendukung usaha putranya berkecimpung di dunia film animasi ini. Bahkan, tak tanggung-tanggung, Chris membuka kesempatan kepada para animator tanah air untuk bergabung di proyek bidang computer graphic berskala internasional ini.

“Saya kumpulkan anak-anak berbakat di Indonesia untuk bergabung,” jelasnya. Sekadar diketahui pula, tawaran tersebut gencar dilatangkan via iklan media cetak nasional bahkan mailing list.

Semula animator di Infinite Frameworks Studios hanya puluhan saja. Namun seiring banyaknya produksi, jumlah anomator di sini terus bertambah.






mike wiluan