Senin, 24 Agustus 2009

Bebas Kewajiban (I Dont Care)

Di bulan puasa ini, umat Islam salah satunya saya, diwajibkan menunaikan ibadah puasa. Inti dari puasa ini adalah pengendalian diri, portofolionya pada sabar. Dan di bulan inilah saya baru saja mendapat pelajaran yang bagus.

Pelajaran itu saya petik di hari pertama puasa, saat menyaksikan Tablig Akbar, bersama KH Zainuddin MZ di TV 1, tiap pukul 17.00-18.00. Saat itu, ada seorang bertanya melalui telepon kepada dai “sejuta ummat” ini, tentang perintah menjalankan salat saat dirinya berhalangan.

Seperti biasa, dengan gaya komunikasi yang lugas, Zainuddin menjawab, bahwa Allah sangat mengerti akan mekanisme ciptaan-Nya. Karena itulah, setiap perintah-Nya, selalu memperhatikan kemampuan sang mahluk.

Termasuk perintah salat ini, yang menurutnya Zainuddin super fleksibel. ”Tak bisa sambil berdiri, duduk. Tak bisa sambil duduk, sambil tidur. Bila tak bisa juga, bisa dengan isyarat. Bila tak bisa juga, bisa salat dalam hati,” jelasnya.

Selanjutnya Zainuddin menerangkan, bahwa Allah saat mewajibkan mahluknya melaksanakan perintah-Nya, juga berdasarkan klasifikasi tertentu, yakni sehat, dan akil balig. Di luar dari itu, bisa bebas kewajiban.

”Anak kecil sampai akil balig, bebas kewajiban. Selanjutnya orang yang bebas kewajiban adalah orang gila,” katanya. Dia masih melanjutkan, ”Jadi, kalau kita ingin bebas kewajiban, maka... ,” katanya yang langsung disambut kekehan jamaah saat itu.




Setelah mengurai-urai sedemikian banyak, saya akan menyimpulkan maksud dari pelajaran apa yang saya petik saat menyaksikan acara ini.

Dari sini, saya bisa berbahagia bahwa saya ternyata masih dipandang sehat dan terhormat, sehingga oleh Allah masih diperbolehkan untuk melaksanakan kewajibannya.

Ah, alangkah nikmatnya bisa merasakan nikmatnya menjalankan perintah Allah.

Kebanggaan inilah yang juga melekat, saat saya melaksanakan semua kewajiban di tempat kerja atau di masyarakat. Alhamdulillah, ternyata saya masih dipandang sehat dan terhormat oleh pimpinan sehingga mereka memberi kepercayaan pada saya untuk melaksanakan segala perintah dan kewajibannya.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang dengan seenaknya melanggar aturan? Nah ini dia. Dulu saya sangat benci melihat orang-orang seperti ini. Bahkan sampai menimbulkan sakit hati.

Namun setelah mendapat pelajaran dari KH Zainuddin MZ, saya bisa membuang seonggok beban yang menyesaki pikiran saya itu. Caranya? Anggap saja mereka yang tak ikut aturan itu, tidak sehat dan terhormat, sehingga tak bisa merasakan nikmatnya menjalankan sebuah aturan.

Konkretnya! Anggap saja mereka masih anak-anak (childish) atau GILA! Karena hanya dua tipe jiwa inilah yang bebas kewajiban.

---------------
PS:
Seorang teman dari Belanda menyatakan sebuah statement yang bagus, soal orang-orang yang suka melanggar aturan. Garis besarnya adalah seperti ini:

Kamu tidak perlu khawatir, karena mereka sudah melanggar aturan. Karena sebenarnya, saat ini mereka sedang mempermalukan diri mereka sendiri. Merendahkan harga diri mereka sendiri serendah-rendahnya.

Karena orang sekitarnya saat ini sedang mencemooh mereka atas perbuatan melanggar aturan yang mereka lakukan. Saat ini si pelanggar aturan itu sedang tercemar nama baiknya. Di mata lingkungan kerjanya mereka dianggap tak ubahnya sebagai seorang kleptomania.

Tidak ada komentar: