Selasa, 11 Agustus 2009

FTZ Bikin Batam Sekarat (2)

Ada kisah lucu. Dulu, semasih Batam berjaya dengan FTZ-nya, China saat itu baru merintis FTZ di Shenzen. Maka, dikirimkanlah ahli-ahli mereka untuk belajar bagaimana Otorita Batam mengelola FTZ-nya.


Hingga tahun-tahun berlalu, FTZ dibekukan, Shenzen kian pesat. Maka tertariklah Otorita Batam untuk mengirimkan pasa stafnya ke Shenzen, di antaranya Istono. Tujuannya, mencari tahu bagaimana mereka mengelola FTZ-nya.

Namun apa yang terjadi, saat Istono serius mengikuti presentasi di Shenzen, tiba-tiba ada seorang lelaki menegurnya. Istono kaget, siapa gerangan. Lalu si lelaki itu menjawab, tentunya dengan bahasa Inggris, “Lho, saya kan dulu ke Otorita Batam, belajar pada Anda bagaimana menerapkan FTZ! Sekarang kok Anda kemari?”

Istono kebingungan. Kamipun yang mendengar tertawa. Cepat sekali rupanya dunia itu berputar.

Bagaimana usaha pemerintah Kota Batam untuk menyelamatkan krisis ini? Juga sama, tak memiliki target yang jelas.

Saya setuju pendapat ini. Jangankan perkara besar, perkara ringan saja, semisal pariwisata juga tak memiliki target yang jelas.

“Coba bapak-bapak perhatikan, apa sih yang mau ditawarkan Batam untuk wisatawan? Mau lihat jembatan? Di Madura lebih panjang. Seafood? Di mana-mana juga banyak. Elektronik? Ah, ke Glodok aja, lebih murah,” jelas saya.

Saya melanjutkan, mestinya pemerintah Batam harus mempu menciptakan lingkungan psikologis Batam bagi pendatang. Istilah lain, identitas wisata yang jelas.

Misalnya begini, saat kita mau ke masjid, kita sudah tahu masjid itu tempat apa, sehingga saat tubuh kita melangkah ke sana, jiwa kita sudah merasa kepasrahan pada Ilahi. Demikian pula saat mau ke gym, jiwa kita sudah merasakan segar meski belum sampai di sana.

“Inilah yang saya maksud lingkungan psikologis,” urai saya.

Merekapun menyimak, “Saya setuju pak. Itu mindset, namanya,” sergah sang konglomerat.

Saya menawarkan, contohlah seperti Tanjungpinang. Di sana, identitas wisatanya sudah tercipta, yakni Tanah Melayu. Jadi, bila orang mau ke Tanjungpinang, sebelum sampai jiwanya sudah membayangkan melihat karya sastra pujangga gurindam 12, atau makan otak-otak.

Nah, Batam apa? Mumpung belum terlambat, mulai saat ini carilah salah satu identitas wisatanya. Misalnya ingin menjadikan Batam sebagai surga elektronik, maka pemerintah di sini harus mendukung habis-habisan. Mudahkan barang itu masuk, siapkan tempatnya dan lain-lain.

Semuapun terdiam. “Ah, memang susah Pak. Sekarang kami hanya bisa pasrah saja,” jelas sang konglomerat.

“Wah, bapak sih masih enak sepasrah apapun, sembako masih terbeli. Bagaimana lagi saya, tambah bingung. Sembako tak terkendali, biaya perobatan mahal!” jawab saya.

“Hmm….” Sang taipan menarik nafas.

“Apa bisa Batam bangkit lagi?”

“Tentu bisa, asal pemerintah di sini memiliki targetnya yang jelas,” ujarnya.

Menurutnya, Batam bisa maju bila memanfaatkan lokasi strategis yang dimiliki, dengan ditunjang dengan tiga industri utama. Di antaranya perminyakan, pariwisata dan elektronik.

Bila hal ini dikelola sedemikian rupa, maka akan menimbulkan daya tarik ekonomi untuk membina dan menguatkan ekonomi nasional.

Salah satu lokasi strategis yang dimaksud, adalah kedekatannya dengan Singapuira. Seperti diketahui, Singapura adalah motor pertumbuhan ekonomi. Maka itu, jangan hanya menunggu limpahan ”balon pecah” saja, ”Jangan hanya menonton, kita harus tarik potensi itu,” tegasnya.

Tidak ada komentar: