Senin, 10 Agustus 2009

Menelusuri Ide Chris Wiluan Membangun Kerajaan Bisnis (2)

Naluri bisnis Chris yang lain juga tampak seperti kisah yang satu ini. Pada akhir pekan di tahun 1984, dia menyertai Menteri Besar Johor di Gunung Ledang. Sesampainya di jembatan Johor, dia terjebak macet panjang. Chris pun bertanya ada apa gerangan?






Selanjutnya dia memperoleh keterangan bahwa tiap akhir pekan, banyak warga Singapura berlibur ke Johor, hingga menyebabkan macet. Dari kunjungan ini, tiap bulan Johor menangguk 25 juta dolar Singapura.

Chris pun berpikir, mengapa tak ke Batam saja? Bukankah alam di Batam juga tak kalah indah? Dari sinilah dia memiliki ide membangun usaha resor yang saat ini kita kenal sebagai Turi Beach Resort.

Hal serupa saat Chris mendirikan Nongsa Point Marina. Idenya saat itu bermula, ketika dia melihat ada sekitar 60 ribu kapal pesiar yang masuk Singapura. “Mengapa tidak ke Indonesia, khususnya Batam?” pikrinya kala itu. Saat itulah dia bergerak menangkap peluang wisata.

Ide bisnis Chris juga mengalir ketika mengetahui Singapura kekurangan tempat untuk membuat kawasan industri, Chris-lah yang kala itu menawarkan agar para investor untuk datang ke Batam. Dari sinilah bermula berdirinya kawasan-kawasan Industri di Pulau Batam.

Inilah yang sedari awal disebut pandai menarik peluang. Dia melihat, banyak negara-negara maju yang awal merintis ekonominya dari menarik limpahan peluang ini. Di antaranya China dan Jepang. Dulu Amerika memanfaatkan Jepang untuk melakukan perluasan ekonominya. Namun, bangsa Jepang langsung belajar mengambil alih peluang tersebut.

Hasilnya, kini Jepang bisa menyamai Amerika. Contoh mengambil alih peluang tersebut bisa dilihat pada industri otomotifnya. Yang paling gres, bagaimana kini Toyota bertahan sementara General Motor Coorperation tumbang.

Hal ini jualah yang terjadi di China. Dulu, Jepang memanfaatkan China untuk mengembagkan sektor bisnis. Kini, China juga berhasil. Bahkan kini China berhasil membeli perusahaan minyak milik Amerika dan semua SDM-nya berasal dari China.

Namun semua ini haruslah mendapat dukungan penuh dari pemerintah dalam mempermudah iklim usaha. Seperti misalnya yang saat ini dilakukan Malaysia, saat mereka tahu ada peluang bisnis, maka pengusaha akan di-support habis-habisan. Seperti yang baru-baru ini dilansir koran Bussiness Times, Malaysia baru saja meluncurkan East Coast Bussines Zone.

Zona ekonomi yang berada di Kuala Trengganu ini, memberikan keleluasaan dan kemudahan izin bagi pengusaha untuk berinvestasi di sini. Di sini akan difokuskan pada usaha manufaktur dan sumber daya mineral yang dicadangkan menciptakan 220 ribu lapangan kerja!

Menurut Chris, sebelum Malaysia bahkan China maju dengan konsep free trade zone-nya itu, Batam telah lebih dulu menerapkannya. Bahkan sebelum Shenzen dibuka sebagai kawasan FTZ, beberapa pengelolanya disekolahkan dulu ke Otorita Batam.

Karena memang, Batam bisa maju bila memanfaatkan lokasi strategis yang dimiliki, dengan ditunjang dengan tiga industri utama. Di antaranya perminyakan, pariwisata dan elektronik. Bila hal ini dikelola sedemikian rupa, maka akan menimbulkan daya tarik ekonomi untuk membina dan menguatkan ekonomi nasional.

Salah satu lokasi strategis yang dimaksud, adalah kedekatannya dengan Singapuira. Seperti diketahui, Singapura adalah motor pertumbuhan ekonomi. Maka itu, jangan hanya menunggu limpahan ”balon pecah” saja, ”Jangan hanya menonton, kita harus tarik potensi itu,” tegasnya.


Analogi-analogi
Selama pembicaraan ini, Chris tak jarang selalu melontarkan analogi-analogi. Yang paling banyak adalah hal yang terkait dengan sepakbola dan musik.

Misalnya saat saya menanyakan bagaimana agar Batam bisa maju, dia mengatakan semuanya harus menjadi tim yang kuat, yang memiliki visi atau target yang jelas. "Mindset-nya apa? harus jelas dulu" jelasnya.


Profesi bisa berlainan, namun tujuannya harus sama dan saling bekerja sama. Jangan di atas lain di bawah juga lain. ”Mirip pemain sepakbola-lah. Ada kiper dan lain-lain, namun tujuannya adalag mencetak gol. Maka itu perlu kerja sama yang kompak,” jelasnya.

Analogi lain terlontar saat menyampaikan komentar seorang pejabat, bahwa bila Batam meminta keistimewaan FTZ, nanti Gunung Kidul, Yogyakarta, juga menuntut hal yang sama. Menurut Chris, semua harus dilihat dari potensinya.

”Seperti kita punya anak, kan harus dilihat apa bakatnya. Jangan tak bakat bermain piano, malah kita belikan piano, bisa tak jalan,” ujarnya.

Tidak ada komentar: