Jumat, 12 Februari 2010

Ketika Anggota Dewan Bersidang di Hotel Mewah

Selalu ada sisi lain dari setiap peristiwa, termasuk ketika Asosiasi Dewan Kota se-Indonsia (Adeksi) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) III di Jakarta 9 – 12 Februari. Bagaimana serunya?


Munas untuk memilih ketua umum baru beserta susunan formaturnya ini, digelar di hotel bintang 5, JW Marriot, Jakarta yang sekaligus menjadi tempat mereka bermalam. Ada 91 DPRD kota se Indonesia, namun yang ikut di Musda ini hanya 58 DPRD dengan membawa perwakilannya, total keseluruhan yang ikut 302 anggota.

Banyaknya peserta yang hadir, membuat tak semua menginap di JW Marriott. Untuk itu sebagian menginap di hotel yang tak kalah mewah dan megahnya, Ritz Carlton yang berada di seberang jalan.

Biaya paling murah menginap di hotel ini, berkisar Rp1,5 juta permalam. Namun karena yang nginap rombongan, maka panitia mendapat potongan harga yang cukup besar. Hal ini juga diungkapkan Sekjen Adeksi Rudy Alfonso. ”Jadi bukannya kami tak peka terhadap rakyat,” jelas pengacara itu.

Meski menginap di hotel mewah, namun tak membuat tingkah polah semua peserta yang hadir tampak elegan. Kadang ada saja yang mengundang kelucuan. Sekali lagi, ini bukan mencerminkan semua anggota Adeksi, hanya sekilas gambaran beberapa oknum saja.

Saat acara berlangsung, banyak tindak tanduk mereka yang unik. Misalnya, soal cara berpakaian. Meski di tata tertib acara ditulis agar memakai pakaian dinas harian, namun tetap saja tak seragam. Khususnya peserta laki-laki.

Ada yang berjas lengkap dengan dasi, ada yang hanya pakai kemeja sesuai warna partai, ada juga yang memakai baju safari. Bahkan ada juga yang memakai pecai.

Tak cukup sampai di situ, tiap acara berlangsung tempat duduk di depan selalu jarang yang mengisi. Mereka paling banyak ada di belakang, bahkan ada yang duduk di luar ruang menikmati makanan, ngopi atau merokok. Saat pembicara mengemukakan pemikirannya, tak semua juga yang mendengar seksama. Ada yang sibuk negrumpi, ada juga yang baca koran.

Dering ponsel juga sering terdengar, bunyi SMS apa lagi. Sampai-sampai panitia mengingatkan agar saat acara berlangsung ponsel dimatikan, atau di set nada getar saja.

Kelucuan lain tampak pada acara seminar ”Reorientasi Peran dan Fungsi DPRD sebagai Lembaga Legislatif Daerah dalam Menciptakan Pemeintahan yang Baik dan Bersih”, Rabu (10/2) lalu.

Saat itu, usai pemateri di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman dan Pakar Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, membacakan makalahnya, dilakukan sesi tanya jawab.
Beragam pertanyaan pun mengalir. Namun karena terbatasnya waktu, moderator Makrouf dari DPRD Surabaya, hanya membatasi enam pertanyaan.

Namun saat semua pertanyaan ini dijawab oleh Ryaas, rupanya ada peserta perempuan yang kuirang puas lalu menambahkan apa yang telah ditanyakan rekannya terdahulu.
Kontan saya ini diprotes peserta lain. Namun caranya cukup nyeleneh, bukannya interupsi malah mengeluarkan suara-suara cemooh, ”Hu....” katanya. Ada juga yang menirukan suara si penanya, dengan mengecilkan suaranya, ”Ci wi wi wi...”

Karena situasi tambah gaduh akhirnya ada darui peserta yang meminta agar moderator tegas, ”Katanya hanya enam penanya!” sergah mereka. Melihat ini, sang moderator pun tersenyum, lalu berkata, ”Soalnya yang nanya cantik, jadi moderator juga tak bisa tegas,” candanya disambut senyum Ryaas,

Peristiwa yang tak kalah menarik juga terjadi keesokan harinya, Kamis (11/2). Kala Meteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, akan segera tiba, ternyata peserta masih kososong. Panitiapun kebingungan. Ternyata mereka masih banyak berada di restoran, untuk sarapan. Padahal waktu sudah pukul 08.30.

Maka sibuklah panitia keluar masuk restoran, mengingatkan agar mereka segara masuk ruangan. Sedangkan panitia yang didalam, sibuk mengimbau dengan mik-nya agar semua masuk ruang, ”Yang masih ada di luar segara masuk, karena Pak Mentri (Dalam Negeri) sudah tiba dan akan segera memasuki ruangan,” imbaunya berkali-kali.

Hingga setelah lewat pukul 09.00, mereka bisa kumpul sehingga Gamawan Fauzi pun yang disambut Ketua Adeksi Soerya Respationo, memasuki ruang musda.

Sementara itu, bermalam di hotel mewah bukan berarti membuat mereka semua happy. Apalagi tak semua yang cocok akan masakan yang disajikan. ”Saya ini suka garam, tapi di sini masakannya sangat asin,” ujar anggota DPRD asal Kota Ternate. Dia komplain karena saat menikmati file ikan, asinnya tak ketulungan.

Bahkan, masih soal masakan, ada peserta asal DPRD kota di Kepri, yang buang-buang air, sehingga keesokan harinya tak bisa bangun akibat lemas. ”Dia itu penyakitnya hanya satu, kalau makanannya tak cocok langsung buang-buang air,” jelas temannya.

Sementara itu, ada yang tak cocok akan masakan ini, memilih memesan ayam goreng dari restoran siap saji. ”Sebenarnya saya tak suka makan beginian, tapi ya gimana lagi,” ucap anggota DPRD asal kota di Kepri.

Maklumlah, makanan di hotel JW Marrriott serba mahal. Jadi, mau tak mau, harus tunduk dengan menu paket yang disajikan. Karena kalau harus improvisasi, mememsan makanan lain di luar paket ini, mereka harus merogoh kocek dalam-dalam. Yang paling murah, gado-gado dibandrol Rp75 ribu. Bila sudah menyangkut nasi, bandronya sudah di atas Rp110 ribu.

Bila ingin makan di luar, maka harus menempuh sekitar 15 menit jalan kaki ke ITC Kuningan. Hanya inilah cara paling singkat, karena bila pakai taksi, selain harus bayar sewa, tentu akan makan waktu lebih panjang lagi, akibat terjebak macet. Namun yang pasti, tentunya tak ada cukup waktu, mengingat padatnya Musda, yang dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 24.00 itu.

Mahalnya sewa dan makanan di sini, membuat seorang peserta akan pindah hotel yang lebih murah. ”Tak kuat kalau di sini terus. Saya sudah dapat yang murah, Rp150 ribu permalam,” ujar anggota DPRD asal kota Tidore ini. Lelaki paruh baya ini akan pindah, mengingat baru bisa pulang pada hari Minggu (14/2), sementara Musda berakhir Jumat (12/2).

Hingga tibalah pada hari pemilihan ketua umum, Kamis malam. Lagi-lagi insiden kecil terjadi. Adalah Andi Burhanuddin Solong asal DPRD kota Balikpapan. Lelaki ini marah-marah. Pasalnya, dia gagal masuk bakal calon Ketua Umum Adeksi 2010-2015. Untunglah situasi ini bisa ditenangkan, hingga akhirnya terpilihlah Wisnu Wardhana asal kota Surabaya sebagai Ketua Umum Adeksi yang baru.

Wisnu memperoleh suara tertinggi (29 suara) dari dua kandidat lainnya, Herry Rumawatine, asal DPRD kota Tangerang (2 suara), dan Rusian, asal DPRD kota Banjarmasin (25 suara).

Namun dari semua ini, yang paling menonjol dan disegani dalam Musda ini adalah sosok Soerya Respationo. Hal ini juga diakui Wisnu Wardhana. ”Saya sangat kagum akan sosok pak Soerya, bahkan kalau bisa biarlah saya serahkan kursi Ketua Umum ini kepada beliau,” ujarnya. Tentu hal ini tak mungkin terjadi, karena saat ini Soerya sudah menjadi anggota DPRD Provinsi Kepri.

”Namun bila Pak Soerya mencalonkan lagi, dia dipastikan akan aklamasi,” ujar Asmin Patros, anggota DPRD Batam yang dalam formatur baru Adeksi 2010-2015 dia menjabat sebagai wakil Ketua Umum.

Kembali lagi ke Wisnu, dia berharap mampu melanjutkan apa yang sudah dirintis Soerya. Karena di bawah kepemimpinannya-lah Adeksi mampu berbicara di forum internasional.

Karena masih diperlukannya sosok Soerya ke depan, maka di kepengurusan yang baru ini dia didapuk sebagai Ketua Dewan Penasihat. Penghargaan lain yang diberikan, dengan diakomodirnya empat wakil dari Batam dan satu dari Tanjungpinang duduk di susunan utama formatur.

Mereka adalah Surya Sardi (Ketua DPRD Kota Batam) sebagai anggota dewan penasihat, Asmin Patros sebagai Wakil Ketua Umum, AA Sany Wakil Sekretaris, Nuryanto sebagai Kepala Bidang, dan Suparno (DPRD kota Tanjungpinang) juga sebagai Ketua Bidang.

Tidak ada komentar: