Kamis, 11 Februari 2010

Ke JW Marriott, Tujuh Bulan Setelah Dikoyak Bom

Setelah dikoyak bom pada 17 Juli 2009 lalu, membuat hotel JW Marriott, Jakarta merumbak semua sistem pengamanannya. Bagaimana keadaannya sekarang? Tanggal 9-12 Februari ini, Batam Pos berkesempatan melihat langsung kondisi hotel tersebut. Berikut petikannya.



Hotel JW Marriott terletak di Jalan Lingkar Mega Kuningan, sebuah kawasan elit Jakarta Selatan. Tarif paling murah menginap di hotel bintang lima ini berkisar Rp1,5 juta permalam. Ini belum termasuk biaya pesan makanan.

Untuk makanan Indonesia, yang paling murah dibandrol Rp75 ribu. Itupun hanya gado-gado. Bila pesan menu lain, seperti nasi goreng dan sebagainya, harganya sudah mulai Rp110 ribu perporsi.

Cukup mahal memang, tak heran bila hotel ini masuk lima besar hotel termahal di Indonesia, selain Ritz Carlton, Mulia Senayan, Shangrilla, dan Grand Hyatt. Harga tersebut, tentu saja sebanding dengan kemewahan fasilitas, kenyamanan, dan pelayanan di dalamnya.

Namun demikian, tak mudah untuk bisa masuk ke hotel ini. Apalagi sejak dikoyak peristiwa bom bunuh diri 17 Juli 2009 lalu.

Di samping depan hotel, berdiri sebuah pos panjang beratap kanopi untuk mememriksa semua jenis kendaraan yang masuk. Pos ini dijaga 5 sekuriti, plus satu orang pembawa anjing pelacak yang akan mengendus setiap sudut mobil yang kita naiki.

Beda dengan anjing pelacak pada umumnya, anjing yang dipakai di sini adalah jenis golden dog. Anjing ini dikenal ramah dan manja, namun tetap memiliki penciuman yang tajam. Mungkin anjing ini dipilih agar tak terlalu membuat tamu tegang.

Agar kondisinya selalu fit, anjing ini memiliki shift kerja yang bertukar tiap 12 jam. Biasanya perturkan shift dilakukan pada tengah hari.

Lama pemeriksaan di pos ini tergantung jenis mobilnya. Bila mobil sedan, apalagi yang mewah, biasanya berlangsung sebentar, hanya 5 menit. Namun bila mobilnya agak mencurigakan, apalagi itu semacam mini bus atau mobil boks, bakalan tambah lama lagi.

Batam Pos juga merasakan bagaimana ketatnya pemeriksaan tersebut. Semula empat orang security menghentikan laju mobil. “Maaf pak, mohon bagasi dan kap mesin mobil dibuka,” anjurnya.

Dengan cekatan mereka melakukan pemeriksaan secara manual maupun dengan alat pemindai, lengkap dengan tongkat kaca untuk memeriksa kolong mobil. Bersmaan dengan itu, seorang petugas membawa anjing pelacak warna putih, ikut mengendus bagian body mobil yang lain. Setelah semua aman, seorang sekuriti lain membuka portal, “Silakan,” katanya.

Lima meter dari pos panjang tersebut, masih ada portal lagi yang dijaga seorang sekuriti. Bahkan di seberang jalan depan hotel juga ditempatkan sekuriti dengan helm putih bertuliskan PKD.

Setelah penumpang masuk turun, di emperan hotel sudah menyambut seorang sekuriti lain. Selanjutnya, tamu masih melalui pemeriksaan lagi, berupa body scanner layaknya di bandara.

Sekuriti yang berjaga di sini juga lima orang, empat lelaki, satu wanita. Namun seragamnya bukanlah biru dengan sepatu lars, melainkan hitam-hitam dengan sepatu pantofel warna senada. Di bagian kanan seragam itu ada lambang bintang kuning bertuliskan security JW Marriott.

Di seberang body scanner ini ada sebuah kamar kecil yang ditutup tirai hitam, berukuran 1x2 meter. Tempat ini digunakan untuk membedah barang bawaan para tamu yang dirasa mencurigakan.

Setelah lolos dari pemeriksaan ini, tamu barulah dipersilakan menuju ke loby hotel, melalui terowongan kaca. Jarak antara lobi dan ruang scanner ini sekitar 30 langkah.

Di ujung jalan, sebelum masuk ke loby, seorang personel Brimob baret biru berseragam hitam-hitam siaga dengan senjara laras panjangnya.
Begitulah. Tak ada titik yang tak dijaga. Bahkan di pintu masuk parkir pun juga dijaga 5 petugas lengkap dengan body scanner.

Beberapa sekuriti yang saya temui mengatakan, sebenarnya pengamanan model ini sudah lama dilakukan. Misalnya, lift hanya bisa diakses dengan menggunakan kartu magnet yang berguna sebagai kunci kamar.

Cuma pasca meledaknya bom tahun lalu pengamanannya lebih diperketat lagi. Tak hanya sistem pengamanan saja yang dievaluasi, sistem penerimaan pegawai juga diperketat. Khususnya pekerja out sourching.

Seperti diketahui, terors yang meledakkan JW Marriott bekerja sama dengan orang dalam hotel ini. Dia adalah Ibrahim pegawai out sourching bagian florist (rangkaian bunga).

“Setelah peristiwa itu. Hotel kami tak mau lagi mengambil petugas outsourching (bagian florist). Bila kami memerlukan bunga, kami cukup beli langsung saja dari luar. Lebih aman,” jelas sekuriti tersebut.

Selain outsourching, manajemen hotel ini juga menutup tempat kejadian perkara yang diluluh lantkkan bom yang berada di sayap kiri hotel ini.

Pengunjung tak bisa lagi melihat-liat tempat tersebut. Satu-satunya jalan masuk ke sana, telah ditutup oleh sebuah restoran Jepang, bernama Asuka Japanesse Dining.

Saat saya melongok ke sana, tampak wanita berkimono berlalu lalang membawa pesanan. Resto ini memadukan suasana zen dengan konsep omakase yang unik. Layaknya resto Jepang yang lain, menu utama resto ini adalah sushi, sashimi dan lainnya.

“Jadi saya sudah tak bisa lagi melihat tempat kejadian itu?”
“Wah tempatnya sudah ditutup pak,” jawab sekuriti tersebut. “Hanya kacanya aja yang pecah (kena bom) Pak. Itupun udah langsung diperbaiki,” sambungnya.

Dia mengatakan, bahwa saat peristiwa terjadi sedang berada di ruang parkir. Namun hal tersebut tak mempengaruhi mental karyawan hotel ini. “Sudah biasa pak. Setelah itu karyawan bekerja seperti biasa lagi,” jelasnya.

Tak hanya TKP, terowongan bawah tanah dari hotel ini menuju Ritz Caralton yang berada di seberang jalan, juga ditutup. Sekarang kalau mau ke Ritz, para tamu harus lewat jalan depan hotel. Bila dirasa terlalu jauh, ada yang memilih naik taksi.

Tak hanya itu alun-alun di depan hotel ini, juga dipagar seng. Sekadar diketahui, sebelum meledakkan dirinya di dalam hotel berlantai 30 ini, pelaku bom tersebut masih sempat berfoto-foto di lapangan ini, berlatar gedung hotel JW Marriott.

Kini, orang-orang tak bisa lagi sembarangan masuk ke sana. Satu-satunya akses masuk berada di selatan. Itupun dijaga ketat oleh sekuriti. Di mulut pintu masuk itu tertulis plang nama, PT Mega Kuningan International.


Untuk bisa melihat kondisi dalam alun-alun ini, Batam Pos hanya bisa melihat dari kamar hotel. Kebetulan saat itu dapat kamar cukup tinggi, di lantai 26. Dari sini pemandangan bagian dalam alun-alun jelas terlihat.

Tak hanya alun-alun, kamar tempat menginap para teroris yang berada di lantai 18 juga ditutup. Seorang staf hotel yang ditemui Batam Pos mengatakan bahwa kamar tersebut tak lagi disewakan. “Saya tak tahu apa-apa Pak. Yang jelas sudah tak dijual,” ujarnya sembari berlalu.






Bila malam menjelang, pengamanan di kawasan elit ini kian ketat lagi. Mobil patroli polisi kerap mangkal di sini. Belum lagi petugas pejalan kaki. Bila dirasa ada yang mencurigakan, mereka tak ragu untuk menanyakan identitas yang bersangkutan.

Itulah sebabnya, dalam buku panduan hotel, para tamu diminta selalu membawa tanda pengenal bila keluar hotel saat malam hari, agar setiap saat keamanan setempat bisa saja menanyakan kartu identitas tersebut.

Kemanan ketat ini memang penting dilakukan, untuk menangkal serangan terorisme. Jangankan tak dijaga, dijaga saja masih kebobolan. Bila itu terjadi, maka tak hanya industri pariwisata saja yang terpukul, tapi wajah Indonesia juga tercoreng.

Hal ini juga diakui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budimansyah, saat berbincang dengan Batam Pos di kantornya Rabu (10/2) lalu. “Perlu waktu lama untuk memulihkan pariwisata Jakarta sejak peristiwa itu terjadi,” ujarnya.




Ket: Foto kiri, pintu masuk ke hotel JW Marriott dilihat dari lantai 26, kanan pemandangan alun-alun yang kini ditutup itu.

Tidak ada komentar: