Jumat, 13 April 2012

Sekolah Nomor Satu

Peradaban maju selalu menjajah peradaban yang tertinggal. Namun dengan ilmu pengetahuan, peradaban tersebut akan bertahan, bahkan akan mempu menaklukkan penakluknya.

Hal ini terjadi pada Yunani ketika ditaklukkan Romawi pada perang Corinthia, tahun 146 SM. Namun meski secara fisik takluk, namun Yunani berhasil menaklukkan imperium Romawi, bukan dengan senjata, melainkan dengan ilmu pengetahuan.

Kisahnya setelah Yuinani takluk, banyak penulis, seniman, filusuf, dan ilmuan dari Athena yang dibawa ke Roma untuk bekerja. Secara kebetulan, ada kalangan elit Roma yang antusias melakukan pencapaian dalam ilmu pengetahuan, salah satunya mengkaji kebudayaan Yunani. Era ini dikenal sebagai Graechophilia.

”Kini Yunani yang tertawan telah menawan balik penakluk mereka yang kasar....” tulis penyair Romawi, Horace.

Di antara orang Yunani yang dibawa ke Roma itu adalah, Padacius Dioscorides, ahli pengobatan di abad ke 1 SM. Dia menghabiskan sebagian hidupnya sebagai dokter bagi imperium Romawi. Salinan pertama dari buku Deoscorides terbit tahun 70 M berjudul Materia Medica yang menjadi kitab pengobatan herbal pertama di dunia.

Buku ini sangat terkenal hingga ke abad pertengahan, dan sudah diterjemahkan ke dalam beragam bahasa di dunia.

Kisah di atas mengingatkan saya pada negara jiran kita, Malaysia. Dulu negara ini jauh dari maju. Namun tak berapa lama mampu berdiri sejajar bahkan di atas negara-negara lain, setelah pemerintahnya sangat memperhatikan pendidikan.

Bermula ketika booming minyak di era 1970-an, saat itu sebagai mana Indonesia, uang hasil ekspor minyak mulai mengalir deras masuk ke negara ini. Derasnya petrodollar tersebut mereka anggarkan untuk merancang pembangunan ke depan; Malaysia memilih membangun pendidikan dengan segala kemudahan yang diberikan kepada masyarakatnya.

Banyak putra terbaiknya disekolahkan ke luar negeri, termasuk ke Indonesia. Selain itu, di dalam negeri sendiri anggaran pendidikan diperbesar (hingga mencapai 26 persen dari APBN), beasiswa diperbanyak, program buku gratis diberikan (tiap mahasiswa dapat RM 200 per orang atau setara dengan Rp 580.000), belu lagi bantuan untuk sains dan teknologi.

Hasilnya? Tak perlu menunggu terlalu lama, bagi mereka memiliki sarjana-sarjana tangguh hingga profesor. Mereka inilah yang kemudian mengisi pembangunan di negaranya, hingga terlecut maju.

Saya beberapa tahun lalu sempat berbincang dengan psikolog kondang negeri ini, kini sudah meninggal, katanya saat dia kuliah di dulu, tak ada yang mau dekat dengan mahasiswa dari Malaysia. ”Mereka sering diolok-olok sebagai ‘manusia pohon’,” kisahnya.

Namun, itu dulu. Saat ini, pendidikan di Malaysia maju dan berkembang pesat. Kondisipun berbalik, kini Malaysia menjadi tujuan bagi banyak bangsa di Asia, terutama Indonesia, sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikan.

Malaysia pun mampu membuktikan sama majunya dengan masyarakat dunia maju lainnya. ”Kami saat ini memang masih tinggal di pohon, tapi naiknya pakai lift,” seloroh Aziz, mahasiswa Malaysia yang saya temui akhir tahun lalu di Kuala Lumpur.

Mahasiswa program Master yang mengambil Jurusan Riset Telekomunikasi ini berkisah, himgga saat ini pemerintah Malaysia terus menggalakkan keilmuan dengan jargon, ”Siapa yang pandai akan berjaya. Di sini sekolah nomor satu,” sebutnya.

Karena itulah, Aziz menolak tawaran kerja setamatnya menempuh S1. Ayahnya ingin dia ambil master bahkan doktor. Di Malaysia, asal tamat kuliah, tak perlu khawatir tak bisa bekerja. Mengapa? Karena memang untuk bisa kuliah sudah diseleksi dengan ketat. Apalagi yg bisa ambil doktor. ”Sijilnya sudah diiktiraf sampai luar negara. Intinya diakui. Kesejahteraan pengajar-pengajar di sini juga terjamin,” jelasnya.

Yang menarik, para sarjana Malaysia, khususnya lelaki, lebih gampang dapat pekerjaan daripada wanita. Hal ini tak ada hubungannya dengan gender. Pasalnya, sarjana wanita di Malaysia lebih banyak dari lelaki. Sehingga penerimaan mereka sangat ketat.

Kemudian saya bertanya, kanapa dia tak langsung saja bekerja sembari kuliah? Aziz tersenyum. Menurutnya, sebenarnya saat ini pun dia sudah digaji yang dia dapat dari hasil ”studinya” sebagai saintis untuk meneliti sistem baru dalam bidang fiber optic telekomunikasi. ***

Tidak ada komentar: