Jumat, 04 Mei 2012

KC-X: Kepri Centre of Excellence

Selasa, 24 April lalu Kepri Center of Excellence sukses menggelar diskusi tentang kepabeanan. Beberapa pengusaha dan pejabat terkait, hadir dalam diskusi di Hotel PIH, Batam ini.
Di kolom ini, saya akan berbagai sedikit tentang apa itu Kepri Center of Excellence yang disingkat ”KC-X” itu. Sebenarnya, dari singkatannya, K-CX (baca ke si ex) kita sudah bisa melihat visinya. K, atau key, C atau see, X atau extraordinary. Maksudnya kunci untuk menatap sesuatu yang luar biasa. Bisa itu potensi dan semacamnya.
Karena itulah di KC-X haruslah berisi orang orang yang peduli dan resah melihat ketidak beresan, untuk kemudian menelaah dan hasilnya disampaikan pada orang yang bersangkutan.
Bila ketidak beresan itu ada di lingkar birokrasi, maka tugas KC-X lah menyampaikan analisanya pada kaum birokrat. Bila itu di lingkar ekonomi, maka telaahnya disampaikan pada pelaku bisnis.
Bila filusuf Yunani, Socrates selama ribuan tahun dikenang sebagai ”lalat” penganggu yang membuat lembu bangun dan kuda bergerak, karena menjadi Sang Penanya agar kita tak buta tuli, maka KC-X akan menjadi jam weeker untuk menyadarkan mereka yang terlelap.
Saya sebut "menyadarkan", bukan "membangunkan", karena orang yang hakikatnya bangun, melek, terjaga, belum tentu sadar.
”Sadar” harus dibedakan dengan ”terjaga”. Sadar terkait ”memahami” dan ”menyadari” sesuatu yang terjadi pada diri dan lingkungan sekitarnya . Sedangkan terjaga hanyalah sekadar membuka mata (melek), alias tidak tidur atau pingsan.
Orang yang melamun, mabuk bahkan kesurupan, bisa dikatakan terjaga (melek). Namun tidak bisa dikatakan sadar. Karena ada kalanya dia tak menyadari dan memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungan sekitarnya.
Maka itu dengan menyadarkan, maka kita akan mudah untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik, tentu saja.
Kita selama ini tentu tahu bahkan mengerti akan pentingnya sebuah perubahan. Hanya saja kadang belum sadar, sehingga hal yang kita ketahui, tidak meresap lalu melahirkan perbuatan untuk menuju ke arah perubahan yang diinginkan bersama.
Inilah tugas utama K-CX. Untuk itu, lembaga CSR Riau Pos Divre Batam ini akan aktif melkukan kajian-kajian keilmuan, baik melalui studi, studi, maupun penerbitan buku.
Apakah KC-X semacam lembaga profit atau LSM?
Saya jawab, tidak. KC-X hanyalah sebuah kelompok diskusi yang menelaah tentang keilmuan. Maka itu, KC-X tak memiliki struktur organisasi gemuk, layaknya sebuah LSM atau partai politik.
KC-X hanya punya seorang ketua, Candra Ibrahim dan beberapa pengurus, termasuk saya. Anggotanya? Siapa saja boleh bergabung. Namanya juga kelompok diskusi, asal anda punya pemikiran yang layak untuk disampaikan, maka silakan saja merapat ke KC-X, karena KC-X adalah rumah intelektual bagi semua.
Kira-kira semangat KC-X ini tertular dari tokoh adiluhung dari Melayu-Riau abad ke-19. Dia adalah Zaman dan Nama dari kebudayaan Melayu-Riau abad ke-19 yang nyaris redup —dan dia membuatnya bersinar abadi.
Dia adalah Raja Ali Haji, Pulau Penyengat tempat lahirnya jua kuburnya. Dari Pulau Penyengat inilah dia memancarkan cahaya ilmu pengetahuan penerang nusantara hingga dunia, yang terus bersinanr hingga saat ini.
Penggambaran tentang sosok Raja Ali haji saya temukan di tulisan Jamal D Rahman. Menurutnya, Raja Ali Haji adalah sosok intelektual serbabisa. Dia menulis buku politik, sejarah, agama, hukum, bahasa, dan sastra. Tentu juga dia mengajar.
Raja Ali Haji menandai babak baru sejarah kebudayaan Melayu. Dia penulis pertama puisi bergaya gurindam. Penulis pertama tatabahasa Melayu. Penulis pertama kamus ekabahasa Melayu.
Sebagai seorang pujangga, dia adalah pintu abadi sejarah politik dan kebudayaan Melayu, khususnya Melayu Johor-Riau-Lingga-Pahang, lebih khusus lagi Riau-Lingga. Siapa pun yang akan memasuki sejarah politik dan kebudayaan Melayu Riau-Lingga, dia akan melewati pintu itu, langsung atau tidak.
Dari sanalah dia bisa memasuki rumah besar sejarah Melayu Riau-Lingga dan mengenal lekak-liku-likat kehidupan politik dan kebudayaannya yang gemilang sekaligus penuh guncangan.
Sebagai pengarang, Raja Ali Haji melahirkan sedikitnya 12 judul buku. Sebagian besarnya berupa syair. Mewarisi khazanah kebudayaan Melayu dan tradisi intelektual Islam, terutama dalam bidang bahasa, sastra, dan agama, Raja Ali Haji telah mewariskan banyak hal pada generasi sesudahnya.
Raja Ali Haji telah memberikan sumbangan penting pada kebudayaan Melayu-Indonesia. Dalam arti itu dia telah melakukan sesuatu yang tepat bagi kebudayaan Melayu-Indonesia itu sendiri.
Beberapa ribu dan laksa pedang yang sudah terhunus, maka dengan segores qalam (pena) jadi tersarung. —Raja Ali Haji dalam Bustanul Katibin. ***

Tidak ada komentar: