Selasa, 04 Mei 2010

ibu 1

Ibu...

Ketika kata ini disebut, maka beribu kata sanjungan biasanya akan menyertai.



Ibu adalah kasih, ibu adalah sayang, ibu adalah wanita terhebat di muka bumi. Kasih ibu adalah sifat Tuhan yang dihembuskan ke dunia kepada kaum wanita. Di antara 99 nama Allah (asmaul husna) sebagian besar, selalu merepresantasikan sifat ibu ini.

Sungguh luar biasa.

Namun di era moderen hal tersebut mulai bergeser. Bermula dari konsep pembangunan (development) yang selanjutnya memunculkan aksi feminisme, dan berakses pada kesetaraan gender.

Sejarah perbedaan gender antara jenis lelaki dan perempuan, terjadi melalui proses yang amat panjang. Hal ini pun terjadi karena dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan direkonstruksi secara sosial, kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.

Hingga kemudian ada penyimpangan anggapan bahwa gender adalah ketentuan Tuhan, bersifat biologis dan tak bisa diubah. Perbedaan gender ini adalah kodrat lelaki dan kodrat perempuan semata.

Dari sini, kemudian muncullah, seperti yang saya sebut di atas, konsep pembangunan (development). Konsep ini bermula dari Amerika, di era kejatuhan pamor sistem ekonomi kapitalis oleh sosialis.

Development diciptakan untuk menggeser kepopuleran sistem sosialis itu sendiri. Dari sistem ini, lahirlah aksi feminisme, dan berakses pada kesetaraan gender.

Kesetaraan gender ini sebenarnya tidak buruk, namun dalam penerapannya kadang terlalu disalah artikan hingga melenceng dari konsep sejatinya.

Sebenarnya untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara gender dengan kata seks (jenis kelamin). Yang dimaksud jenis kelamin adalah ciri fisik yang melekat dada lelaki dan perempuan. Misalnya, lelaki memiliki sperma dan perempuan memiliki rahim.

Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara lelaki dan perempuan. Ini adalah sudah ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan (kodrat).

Sedangkan konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang direkonstruksi secara sosial maupun kultural.

Misalnya bahwa perempuan itu selalu lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri sifat itu sendiri merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Sebab, kadang ada juga lelaki lemah lembut, emosional, atau keibuan. Sebaliknya ada juga wanita yang kuat, rasional, perkasa.

Misalnya pada suku-suku Amazon, wanita lebih kuat dari laki-laki. Mereka adalah pemimpin bagi sukunya, pelindung seluruh rakyatnya, termasuk kaum lelaki itu. Sementara di suku lain, laki-lakilah yang berperan sebagai kepala dan bersifat lebih kuat, pelindung kaum wanita.

Dari sinilah mungkin mengapa akhir-akhir ini muncul pendapat bahwa menjadi seorang ibu itu adalah pilihan. Artinya, peran ibu bisa diganti dan direkonstruksi. Sama halnya dengan memilih jenis kelamin. Dengan kecanggihan dunia medis, manusia bisa memilih mau menjadi wanita atau lelaki. Bila demikian, maka sudah tak jelas lagi yang mana konsep gender dan konsep sexual.

Misalnya, wanita moderen saat ini tak perlu repot lagi merawat bayinya, karena saat ini sudah banyak bertebaran rumah-rumah penitipan anak, atau menyewa baby sitter terlatih.

Tidak ada komentar: