Selasa, 04 Mei 2010

ibu 2

Bahkan, kini seorang wanita tak perlu repot-repot mengandung bila ingin punya anak, karena mereka bisa menyewa rahim dari seorang wanita lain. Praktik ini disebut surrogate mother.

Menurut saya, bila peran ibu yang dimaksud adalah mendidik anak, ya, saya setuju bahwa itu disebut pilihan, itu adalah gender. Karena, kaum lelaki bisa saja mengambil peran ini. Namun bila dalam konteks melahirkan, menyusui, bahkan merawat anak, saya kurang setuju. Dua domain ini adalah kodrat bagi kaum wanita, bukan pilihan.

Anda boleh mengatakan saya kolot atau apa, namun saya hanya melihat akan ada pengaruh psikologis antar anak yang dilahirkan, disusui, diasuh oleh ibu sendiri, dari pada yang tidak. Karena punya anak, bukanlah sekadar berkembang biak, melainkan juga bertanggung jawab atas kelangsungannya, tak hanya konsep lahir seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, melainkan juga konsep batin, seperti kasih sayang.

Dalam hidup ini, bagaimanapun kesejatian, tak akan bisa tergantikan oleh kepalsuan.

Dari sini saya jadi teringat dalam episode Kick Andy, Mencari Akar di Luasnya Dunia. Episode ini mengisahkan, betapa gigihnya anak manusia mencari akar dirinya.

Kisah yang menyentuh ketika Kiyati, dipertemukan dengan orang ibu kandungnya, Mulyati. Kiyati, memang sejak masih usia 14 hari sudah diadopsi oleh warga negara Jerman.

Meskipun Kiyati sejak lahir tak menerima sentuhan sang ibu kandung, namun tetap saja mentalnya belum siap untuk bertemu ibundanya. Perlu waktu hingga belasan tahun untuk menyiapkan diri.

Hingga akhirnya pertemuan itu terjadi. Kiyati pun luruh, tak kuasa membendung air mata. Anak manusia ini telah menemukan akarnya.

Dari sini, kian meyakinkan kita bahwa kasih ibu memang tak ada bandingan, sungguh tak tergantikan. Dari sini, konsep bahwa menjadi ibu itu pilihan, luruh sudah. Menjadi ibu adalah kodrat, termasuk menjalankan peran sebagai ibu.

Menjadi ibu bukanlah pilihan, atau masuk dalam konsep gender. Alasannya, Mansour Faqih dalam bukunya, Analisis Gender dan Transformasi Sosial menulis, karena gerakan transformasi gender itu lebih merupakan gerakan pembebasan perempuan dan laki-laki dari sistem yang tidak adil.

Transformasi gender adalah upaya liberasi dari segala bentuk penindasan, baik secara struktural, personal, kelas, warna kulit maupun ekonomi internasional.

Bila merujuk dari definisi ini, pertanyaannya adalah, apakah menjadi ibu adalah buah dari ketidak adilan? Apakah menjadi ibu merupakan sebuah bentuk penindasan, struktural, personal, kelas, oleh sistem patriarki?

Saya rasa tidak. Menjadi ibu adalah peran mulia. Di tangannyalah masa depan anak bangsa dibina.
Sebagaimana yang ditulis Profesor Quaraish Shihab, yang amat bagus untuk kita renungkan bersama.

“Hormati wanita, karena ibu adalah wanita. Tak seorang lelakipun yang mampu melahirkan dan tak seorang anak Adam pun yang tak beribu, walau ada yang tak berayah.” Selamat Hari Ibu....

Tidak ada komentar: