Rabu, 02 September 2009

Mobil Dewan yang Asyik

Dua hari jelang berakhirnya masa bakti anggota DPRD Batam 2004-2009, saya sempat mencicipi bagaimana rasanya mengendarai mobil dinas mereka, Toyota Altis matic 2003 itu. Mau tahu serunya?


“Tunggu bang, saya ganti dulu platnya ya,” ujar B, ajudan salah seorang anggota DPRD Batam.

Tak lama, lelaki itu langsung membuka bagasi belakang mobil, mengambil dua keping plat hitam. Kemudian dengan tangkas dia melepas nomor plat merah mobil tersebut.

Sudah? Masih belum, karena sang ajudan masih mengeluarkan barang-barang pribadi milik majikannya. Seperti agenda kerja, aneka map dan hal-hal yang berhubungan dengan kinerja bosnya.

“Bah, selesai sudah bang. Nih kuncinya,” ujarnya memberikan sebuah kunci mobil tersebut.

“Makasih Bang,” sambut saya dengan senyum mengembang.

Sebelum masuk, saya amati dulu kondisi body mobil ini. Masih mulus, catnya pun mengkilap. Hanya ada goresan kecil di bagian samping bagasi.

Puas mengamati, lalu saya berganjak masuk ke dalam “kokpit” mobil itu.

Hm… sejenak saya nikmati nuansa di dalamnya. Bersih, dan wangi. Tak ada yang lecet. Stirnya juga terawat, terbuat dari paduan kayu dan besi yang pinggirnya dilapis karet, sehingga tangan tak slip.

“Bapak orangnya bersihan, Bang. Termasuk soal mobil ini. Noda sedikit dia bisa marah,” kata-kata sang sang ajudan terngiang di telinga saya, beberapa saat sebelum mobil ini dipinjam-pakaikan pada saya.

Dan memang, demikian adanya, interiornya masih terawat, joknya khususnya di jok belakang sangat bersih dan didesain mirip mini limousine. Sebuah kotak tisu dan tatakan gelas terpasang di bagian tengah jok belakang.

“Oh, mungkin ini tempat sang bos minum,” pikirku. Saya kembali teringat omongan sang ajudan, bahwa bosnya memang selalu duduk di belakang. Tapi, bukan karena sang bos suka nge-bos, namun karena si bos ngeri bila duduk di depan.

“Kalau saya nyetir, dia merasa mobil ini macam mau nabrak saja. Makanya dia ngeri,” ujar sang ajudan di selingi ketawa kecil.

Oke cukuplah diskripsi soal interior. Mari kita tes drive. “Cke kek kek kek, brummmmm,” mesin pun menyala. Tanpa pikir panjang, langsung saya tarik knobnya ke panel D, dan kaki pun mengjinjak gas.

Brum…. Dalam sekejap mobil melesat. Akselarasinya masih oke, dalam dua detik saja RPM-nya sudah mencapai putaran tinggi. Cukup mantap untuk ukuran mobil yang memiliki mobilitas tinggi.

Sistem rem bagus. Baru tekan sedikit saja sudah berhenti. Ditambah lagi, kondisi power steering-nya sangat maksimal, sehingga menyetir tak bikin sakit pinggang.

Dengan kondisi ini, saya jadi sangat lincah membelah jalan. Sreeeet… sret… Dalam sekejap, beberapa mobil sudah saya salip. “Yuhu….”

Selain mesin, sistem shock absorber-nya masih berfungsi baik. Tak gruduk-gruduk saat melaju di jalan berbatu. Bunyi-bunyi kecil pun tak daya temukan.

“Bapak orangnya memang sangat perfect soal mobil. Bila dengar bunyi sekecil apapun, dia langsung m,inta saya bawa ke bengkel, Bang,” kembali kisah sang ajudan terngiang di telinga.

Lalu bagaimana dengan sistem pendinginnya. Saya pun mulai penasaran. Pandangan pun mulai mengarah ke beberapa panel digital di tengah dashboard.

Saya coba hidupkan dulu, lalu set laju angin ke posisi bar ke dua, dan suhu 26 derajad. Wus… Maknyus, tak perlu lama untuk mendinginkan suasana. Seiring dengan itu, bau wewangian jasmin menyeruak, dari dua pengharum ruang yang di pasang di kanan-kiri lubang pendingin udara.

“Enak juga rupanya jadi anggota dewan,” pikir saya.

Lama saya berkencan dengan mobil ini. Dari Batam Center saya bawa ke Bandara, lalu keliling-keliling kota. Tak terasa dua hari sudah saya jajal. Mantap memang.

Hingga sehari jelang masa berakhirnya jabatan anggota dewan, saya mengembalikan mobil ini pada empunya. Karena keesokan harinya, mobil ini harus dikembalikan ke Sekretariat DPRD Batam, setelah 5 tahun menemani tuannya.

“Mobil ini sudah capek bang,” ujar sang ajudan, saat menerima kunci dari saya.

“Sudah lima tahun menemani Bapak ke mana-mana. Mobilitasnya tinggi,” sambungnya.

“Apa tak pernah rusak bang?”

“Ya pernah lah Bang. Kemarin, sebelum abang pinjam, sistem pendingin otomatisnya rusak, sehingga harus saya bawa ke bengkel. Untung bisa langsung ketahuan. Kalau tidak bisa jem!” terangnya.

Selanjutnya sang ajudan bercerita, bahwa beberapa eksterior yang ada di mobil ini udah dia ganti milik pribadi. Misalnya velg. “Nanti mau saya lepas, Bang. Saya yang ganti velg-nya. Soalnya aslinya jelek,” jelasnya.

Selanjutnya saya pamit. Pengalaman ini sungguh mengasyikkan.

Tidak ada komentar: