Senin, 07 Maret 2011

*** Peer Group***

Tn bercerita, saat ini duduk di bangku kelas VI sebuah SD swasta di Batam. Usianya sudah 14 tahun. Dia pernah sekali tinggal kelas. Saat ini, yang paling dirindukannya hanyalah kebebasan. Dia sedih mengingat sekolahnya, apalagi sebentar lagi mau ujian.

Tn memang memiliki sifat extrovert. Dia sangat suka berhubungan dengan orang lain. Tipe orang ini tidak betah berada sendirian dan tidak mengobrol untuk waktu yang lama.

Mereka lebih merasa nyaman berada di keramaian daripada di tempat yang sepi dan tenang. Karena itulah, Tn suka berbagi pengalaman atau keadaan dirinya kepada orang lain.

Karena itulah, sepanjang kami berbincang Tn selalu lebih banyak mengupas tentang kehidupan ”outdor-nya” dari pada ”indor-nya”. Makanya, dia sangat kesulitan saat saya meminta agar dia bercerita apa tentang rumahnya. Namun saat diminta bercerita tentang teman-temannya, dia sangat lancar bertutur.

”Saya memang lebih banyak teman di luar dari pada di rumah. Lebih enak berteman dengan kawan di luar,” kisahnya. Namun, mayoritas kawan Tn bukan anak satu sekolahnya, melainkan anak-anak luar sekolah. Malah banyak di antara mereka yang putus sekolah.

Mereka semua dia kenal karena sama-sama ”member” di sebuah game online kawasan Penuin. Teman-teman inilah yang kemudian dia ajak mencuri sepeda motor. Semua masoh di bawah umur, masing-masing Ag,16, (SMP), Ar,16, (SMK), serta empat remaja putus sekolah berinisial Br,16; Bb,16; Mt,16; dan By,14.

Tn mengisahkan, bila sudah kumpul dengan teman-temannya (pier group)ini, Tn mengaku suka lupa waktu. Saat berkumpul biasanya bahan obrolannya adalah film, televisi dan tentu saja game on line.

Inilah mungkin yang disebut praktisi Bisnis Rhenald Kasali dalam bukunya,Craking Zone, bahwa Dunia digital tanpa sengaja menyeret penggunanya untuk menciptakan dunianya sendiri.

Lihat saja bagaimana rental games online ini telah terbentuk suatu komunitas sendiri. Sehingga "membernya" justru lebih dekat dengan komunitas online-nya dibandingkan orang-orang di luar komunitas itu. Teknologi tanpa disengaja memisahkan mereka denagn dunia nyata walau hanya sesaat.

Tn inilah contohnya. Dia keranjingan game on line. Tiap hari dia tak pernah absen mengunjungi tempat game on line favoritnya di kawasan Penuin. ”Game internet yang paling saya suka yang joget-joget, Lets dance,” jelasnya.

Aktivitas main game online ini dia lakukan mulai pukul 18.00 sore hingga 23.30 tengah malam. Selepas itu, dia masih jalan-jalan dulu naik motor bersama temannya yang usianya sedikit lebih tua. Namanya Mt.

Barulah setelah pukul 02.00 dia pulang. Tapi tidak ke rumah, melainkan ke rumah Mt. ”Saya sering tidur di rumah Mt. Saya baru pulang ke rumah setelah pukul 06.00 pagi karena harus sekolah,” akunya.

Saat pulang ke rumahnya di Baloi Blok Empat, kala itulah dia bertemu ayah dan ibunya. Saat itu Tn biasanya minta uang jajan, hingga keperluan sekolah lainnya.

”Saya pernah dikasih uang untuk beli buku IPA,” jelasnya.
”Tidak dimarahi karena pulang pagi? Atau apakah Mamak (begitu dia menyebut ibunya, red) tak pernah bertanya kamu dari mana?”
”Tidak (ibunya tidak pernah menanyakan urusan Tn).”
”Sebenarnya Mamak pernah melarang saya main game. Ya saya diam-diam saja,” jelasnya.

Namun adakalanya pagi itu dia tak beretemu ayah dan ibunya. Bila rumahnya kosong, biasanya ibunya meletakkan kunci di bawah susunan sepatu dan uang Rp5 ribu untuk uang saku di meja.

”Ayah biasanya berangkat ngojek pukul sembilan (09.00) sampai pukul 10 malam (22.00). Sedangkan ibu berangkat kerja pukul dua siang (14.00) sampai pukul tujuh (19.00 malam),” terangnya.

Saat pulang sekolah, Tn biasanya langsung pulang. Biasanya saat itu rumahnya sudah kosong. Maklumlah, Tn adalah anak semata wayang, jadi tak ada saudara untuk berbagi di rumah ini. Untuk mengisi waktu, biasanya dia tidur-tiduran sambil menonton televisi kabel. Acara favoritnya adalah film action, khususnya perang.

Dari keterangan ini, saya tertarik berapa uang yang dia habiskan dalam sehari untuk main game online.
”Rp6 ribu,” jawabnya.

Jawaban ini membuat saya penasaran, dari mana uang untuk membayar game online ini. Sementara uang sakunya saja hanya Rp5 ribu. Jadi bila semuanya untuk game, tetap masih minus Rp1.000.

Mendengar pertanyaan ini, Tn tertegun. ”Ya, kan saya juga kadang dapat uang dari Mamak, upah (tips) saat disuruh beli ke warung,” jawabnya. ”Selain itu kan di sana saya kadang tak bayar, karena ada yang bayarin,” jelasnya.

Namun jawaban ini agak kurang kuat, mengingat hampir tiap hari dia main game online. Apa iya akan gratis terus? Namun Tn menolak bila uang untuk bayar game itu berasal dari kejahatannya mencuri sepeda motor. ”Motor itu tak ada yang saya jual,” jalasnya. (bersambung ke Rumah, Pohon, dan Emak )

Tidak ada komentar: