Rabu, 26 Oktober 2011

Al Capone, Sang Mafia


Kata Mafia, atau juga disebut La Cosa Nostra, The Syndicate, The Mob, The Outfit dan sebagainya, sebenarnya berasal dari bahasa Sisilia kuno, Mafiusu, yang diduga mengambil dari bahasa Arab, Mahyusu yang artinya tempat perlindungan dan pertapaan.


Berawal dari revolusi 1848, kala keadaan pulau Sisilia morat-marit sehingga mereka memerlukan membentuk ikatan suci yang meoindungi mereka dari serangan bangsa lain, dalam hal ini Spanyol.

Nama mafia mulai terkenal setelah sandiwara pada 1863 dengan judul I Mafiusi di la Vicaria (Cantiknya Rakyat Vicaria) yang menceritakan tentang kehidupan geng penjahat di penjara Pelermo.

Dalam perjalanannya kelompok mafia yang semua didirikan atas ikatan persaudaraan, menjadi besar sehingga memerlukan pendanaan cukup besar. Di sinilah misi organisasi berubah menjadi profit oriented. Caranya dengan memberikan jasa proteksi pada kelompok yang mengalami pemerasan.

Praktik ala Sisilia ini ikut migrasi ke Amerika bersama pentolan mafia lainnya, seperti Johny Torrio yang kelak memiliki tangan kanan yang terkenal licin dan kejam dan sangat merepotkan pemerintah Amerika. Dialah Alphonso Gabriel Capone atau dikenal dengan Al Capone.

Al Capone lahir di New York, 17 januari 1899 . Semasa hidupnya dia ditempa oleh kejahatan brutal ala Broklyn, mulai mencopet hingga membunuh. Hingga kemudian tahun 1919, dia pindah ke Chicago untuk membantu Johny Torrio.

Di sini, Al Capone menciptakan Chicago sebagai ”kota tanpa hukum”. Pertama dia mengkoordinir gank pendukung dan underow Johny Torrio, kemudian dia membantai kelompok pemeras (black hand). Capone pun diburu polisi, namun selalu lolos tanpa bukti.

Aksi gengster brutal ini membuat wali kota Chicago terpilih William Emmet Dever menyatakan perang terhadap mafia. Inilah yang membuat Al Capone pindah ke Cicero, Illinois lalu membantai semua genk terkenal di sana untuk memperebutkan kekuasaan di kota.

Terusir dari Chicago, membuat Capone belajar politik untuk mengambil alih pemerintah kota Cicero yang menewaskan 200 orang, termasuk seorang jaksa penuntut Bill McSwiggins karena berani mengusik bisnis haramnya.

Hingga pada 1924, saat pemilihan dewan kota Cicero, anak buah Al Capone mengancam para pemilih di beberapa tempat pemungutan suara. Hasilnya, calon wali kota boneka yang disokong Capone, William ”Big Bill” Thomson, menang telak.

Capone pun kian leluasa berkuasa. Kekuasaannya kian mutlak. Dia bisa menentukan siapa saja yang dapat menjadi pimpinan daerah, termasuk kepala daerah. Tak heran, karena semua dibangun oleh oligarki. Perang antar genk kerap terjadi, suap merajalela, korupsi kian terorganisasi.

Hampir semua jajaran pejabat pemerintahan dan aparat penegak hukum, masuk dalam menerima setoran rutin (daftar suap) dari Al Capone. Imbalannya, mereka harus memberikan proteksi dan kekebalan hukum pada Al Capone. Bisnis ilegal Capone, mulai minuman keras, pemerasan, prostitusi, perjudian kian subur. Dari sinilah dia kembali ke Chicago. Kekayaannya saat itu mencapai 100 juta dolar AS.

Tentu beragam kejahatan tersebut dijalankan dari balik layar oleh Capone. Karena di luar, Capone mencitrakan diri sebagai orang rendah hati dan bersih. Bahkan, bagai Robin Hood moderen, Al Capone rajin menyantuni (menyuap) masyarakat. Kepada wartawan Capone mengaku telah pensiun dari bisnis haramnya. Dia kini hanya menekuni bisnis jual beli mebel.

Capone memang tak hanya dalang, tapi juga aktor ulung. Pernah rekannya tewas, Capone juga hadir sembari menangis. Padahal, dia sendirilah pelaku pembunuhan itu. Lagi-lagi tak ada seorang aparatpun sanggup menyentuhnya. Bila nekad, langsung pindah.

Al Capone mulai jadi target FBI ketika anakbuahnya melakukan eksekusi massal pada anggota gengster lain, di sebuah gudang yang kemudian dikenal sebagai Valentine berdarah pada 14 Februari 1929.

Kemudian Al Capone berhasil digulung oleh tim kepolisian The Untouchable, pimpinan Master Krimonolog Elliot Ness. Dia adalah seorang polisi yang ditempatkan di Departemen Keuangan untuk sebagai penyidik pajak. Ness membidik Al Capone lalu menyeretnya ke penjara, bukan dalam hal kejahatan pembunuhan (karena ini sulit dibuktikan), namun terkait penggelapan pajak.

Sebenarnya Capone berusaha ”ngasih setoran” pada Elliot Ness, 2000 dolar AS perminggu. Namun gagal. Elliot pun mempublikasikan usaha Capone ini ke media. ”Ada hal yang sangat penting untuk diketahui oleh dunia, bahwa kami para penegak hukum tak bisa dibeli. saya ingin Al Capone dan setiap ganegster di kota ini menyadari bahwa masih ada beberapa agen penegak hukum yang kerja jujur dan berjalan di atas rel kebenaran yang telah digariskan,” tegasnya.

Semula, tahun 1931, Al Capone dipenjara di Cook County Jail. Namun kepiawaiannya menyuap sipir, membuat dia mendapat perlakuan istimewa bagai di hotel. Kabar ini membuat pemerintah federal marah, lalu pada 1934, memindahkan Al Capone ke Al Catraz. Hingga akhirnya dia meninggal pada 25 januari 1947 di rumah sakit, konon karena dia depresi oleh kerasnya penyiksaan di penjara yang disebut The Rocks tersebut.

Para mafia mungkin bisa mengacaukan negeri ini, namun kita tak perlu risau selama masih ada penegak hukum seperti Elliot Ness. Tapi apa masih ada?

Tidak ada komentar: