Senin, 25 Maret 2013

Menulis (Tak) Sulit

Sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib berkata , ”Bila ilmu itu binatang buas, maka ikatlah ia dengan tulisan.”
Sementara itu, ilmuan terkemuka Muslim, Al Gazali, mengatakan, ”Jika kau bukan anak raja dan juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.”
Lain lagi ”anak semua bangsa,” sastrawan angkatan 66, Pramoedya Ananta Toer juga berujar, ”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Semua kalimat itu saya kutip untuk menjelaskan akan pentingnya menulis. Verba volant, scripta manent. Apa yang terucap akan sirna, tapi tulisan akan abadi. Inilah mengapa sejarah itu dimulai sejak manusia mengenal tulisan.
Sebagaimana dijelaskan pada kolom sebelumnya, bagaimana manusia membangun dan mengubah peradabannya dengan tulisan. Tulisan mereka ukir dan lukis mulai dari dinding gua, batu, papan, daun, kertas dan kini internet.
Dulu sebelum situs-situs micro blogging boom seperti saat ini, banyak orang gandrung pada blog. Di sanalah dia mencurahkan segala perasaan dan beban hidupnya. Tak hanya soal rasa hati, rasa lidah-pun ada di sana.
Bicara soal blog, saya adalah orang yang sempat menggandrunginya. Hingga saat ini, kebiasaan itu tak saya tinggalkan. Ada tiga alasan mengapa saya rajin nge-blog. Alasan pertama, Ingin transfer otak ke blog.
Otak kita sangat luar biasa. Di dalamnya ada 100 miliar sel yang saling bertaut dan terus menyerap jutaan informasi, sejak kita kecil hingga saat ini. Beragam pahit manis kenangan, pengalaman buruk dan menarik, musibah dan hikmah, tersimpan di sana. Sayangnya, kemampuan menyimpan otak ini tak bisa bertahan lama, seiring usia. Saya takut informasi tersebut ikut terkikis, maka dari itulah saya berusaha menggali lalu memindahkan ke blog.
Alasan kedua, otak ibarat pisau, jika kurang diasah maka akan tumpul.
Tiap hari saya selalu berhadapan dengan hal baru, baik itu informasi dan pengalaman. Dari sinilah saya belajar menggali, menganalisa, lalu menulis resumnya. Hasil-hasil pemikiran baru inilah yang juga saya pindahkan ke blog. Karena, sekali lagi, kalau disimpan di otak khawatir terkikis.
Selain itu suatu saat saya bisa melakukan kajian ulang dan komparasi jika menghadapi masalah yang sama, atau masalah lama namun aktual kembali. Jadi semacam tabungan ide-lah. Sewaktu-waktu dibutuhkan bisa dipakai.
Alasan ketiga, ingin mengabadikan momen melalui tulisan.
Kadang pada saat senggang, saya sering membuka lagi posting-posting lama saya. Saat itu, saya serasa memasuki lorong waktu, kembali ke masa lalu. Bukankah kata Cicero, pakar hukum dan filsuf besar dari zaman Romawi, ”kehidupan yang mati tersimpan dalam kenangan yang hidup.”
Pengalaman saya nge-blog ini, adalah satu dari beberapa manfaat menulis. Manfaat lain adalah, untuk melatih kepekaan dalam melihat realitas di sekitar kita. Selain itu, dapat juga mendorong untuk belajar lebih banyak. Baik dengan melakukan studi literasi, via membaca buku, majalah, koran dan sejenisnya.
Menulis juga dapat melatih menyusun pemikiran dan argumen dengan baik dan benar. Runtut, sistematis dan logis. Bahkan dalam psikologi disebut, menulis dapat menjadi katarsis, penyaluran dari rasa stres, sehingga otomatis mampu menguranginya.
Dan yang sudah pasti, dengan menulis akan mendapat kepuasan batin dan amteri, bila ternyata tulisan yang dibuat nge-hit. Andrea Hirata salah satunya. Tulisannya dalam sebuah buku berjudul Laskar Pelangi, sangat digandrungi, sehingga jadi best seller. Dan kita tahu sendirilah, bagaimana masyhurnya Andea saat ini.
Jadi, menulislah mulai sekarang. Tunggu apalagi. Tapi bagaimana caranya? Terkait hal ini, ada sebuah pengalaman menarik yang ingin saya bagi di sini.
Ceritanya, pada Jumat, 22 Maret lalu, saya diminta memberikan materi di pelatihan Jurnalistik dan Public Relation bagi unsur pimpinan Bank Riau Kepri di Sumatera. Acara ini memang digelar setiap tahun, dengan peserta dan tempat berbeda.
Tahun lalu, bertempat di Pekanbaru, pesertanya adalah para segenap kepala cabang. Saat itu saya diminta memberi materai tentang membuat press release. Sedangkan yang kali ini di Batam, pesertanya adalah para wakil pimpinan, saya diminta mengisi tentang Teknik Penulisan Jurnalistik Populer.
Dalam pertemuan itu saya sampaikan, bahwa menulis sebenarnya tak sulit. Tapi juga tak mudah.
Seperti yang saya kemukakan, bahwa menulis adalah mengabadikan ucapan. Maka itu, sebelum menulis, harus tahu dulu apa yang akan kita disampaikan. Dari sini, pokok pikiran sudah ada. Tinggal pengembangan. Dalam jurnalistik, hal ini bisa digali dengan resep 5w 1 H, yakni singkatan dari ”what, who, when, where, why, how,” yang dalam bahasa Indonesia menjadi ”apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana.”
Menulis tak sulit, iya, bila yang ingin kita sampaikan hanya sebatas ”apa, siapa, kapan, di mana.” Namun menulis jadi tak mudah ketika mulai masuk pada pertanyaan yang menjadi kunci untuk menciptakan berita besar: ”mengapa dan bagaimana”. ***

Tidak ada komentar: