Rabu, 27 Maret 2013

Penyerbuan

Minggu ini kita dikejutkan dengan kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman di Jalan Bedingin, Mlati, Jogyakarta, Sabtu (23/3).
Empat tahanan titipan Polda Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) tewas diberondong tembakan di dalam sel, sekitar pukul 00.15 dini hari. Empat orang itu adalah Adrianus Candra Galaga, Yohanes Juan Mambait, Gameliel Yermiayanto Rohi Riwu, dan Hendrik Angel Sahetapi alias Deki.
Para tersangka ini belum genap 24 jam berada di lapas setelah dipindahkan dari sel Mapolda Jateng. Mereka ditahan karena dugaan kasus penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Sertu Santoso,31, di Hugo’s Cafe pada Selasa (19/3) pagi.
Anggota TNI yang disebut-sebut dari Korps Kopassus Kandang Menjangan Sukorajo tersebut tewas saat dilarikan ke rumah sakit akibat luka tusukan pisau pada bagian dada. Hingga menjelang Subuh pejabat tinggi Polda dan Korem 072/Pamungkas tampak keluar masuk lapas.
Pertanyaannya, siapa pelaku penyerbuan ini? Hingga detik ini belum terungkap. Semua bagai mati gaya, diam seribu bahasa. Yang ada hanya asumsi-asumsi liar yang bila diteruskan akan masuk pada debat kusir tak berujung.
Kita tak yakin bila Polri tak bisa melacak para pelaku. Aparat kita sangat gemilang kala mengungkap pelaku terorisme, jadi tak mungkin bila mengungkap kasus ini saja mereka gelagapan. Cuma tinggal masalah keberanian dan kemauan, plus desakan dari kita, rakyat, selaku pemegang daulat di negeri ini.
Dari berita yang ada, aparat beralasan kesulitan menelusuri siapa pelaku karena minim bukti akibat CCTV dirusak. Namun, hal ini bukanlah alasan yang tepat juga. Karena pembuktian kasus kejahatan, tak mesti dari CCTV. Toh dulu, sebelum CCTV ada, banyak juga kasus kejahatan pelik seperti ini berhasil diungkap.
Masih banyak data-data fisik di tempat kejadian perkara dan pemeriksaan saksi-saksi yang bisa diselidiki. Misalnya, jenis mobil yang dipakai pelaku dengan memriksa jejak bannya, proyektil peluru, bekas sepatu, bahkan bekas hantaman popor senjata.
Kemudian, berapa lama proses eksekusi 4 orang itu, bila ada 31 bekas proyektil peluru di tubuh ke empat korban, maka per orang akan dapat tembakan antara 7-8 peluru. Dari sini kita akan tahu berapa jumlah eksekutornya.
Selanjutnya, bisa diperiksa para saksi, baik sipir dan warga sekitar. Misalnya, apakah saat itu mereka mendengar hal yang khas, mulai teriakan, perintah, aksen atau logat bahasa. Apakah mereka juga melihat bagaimana mereka bergerak, apakah terarah dan fokus, atau malah serampangan? Apakah gerakannya terlatih atau tidak?
Hal lain apakah para saksi ini juga melihat postur tubuh para penyerbu itu? Bila wajah tak bisa dilihat karena menggunakan cadar, tapi masih bisa dilihat dari berapa tingginya, berbadan gemuk, sedang atau kurus. Apakah karakter fisiknya seragam? Tegap semua apa variatif? Pertanyaan-pertanyaan tadi untuk mengetahui, apakah ini gerombolan terlatih atau bukan. Dari unsur oknum aparat apa milisi atau preman.
Selanjutnya kita masuk pada motif. Biasanya ada tiga hal yang melandasi manusia membunuh, yakni uang, dendam, kecemburuan. Nah, dari sini dapat diraba, motif apa yang mendorong para pelaku menghabisi empat korban itu. Adakah unsur uang? Adakah unsur dendam? Ataukah ada unsur kecemburuan?
Untuk menjawabnya, kita tengok dulu jati diri korban, apa pekerjaannya, dan sempat punya masalah dengan siapa saja. Yang terang, keempat korban ditangkap karena dugaan membunuh Sertu Santoso. Apakah tindakan pelaku ada kaitannya dengan dugaan pembunuhan ini, atau terkait masalah pekerjaan yang dijalankan korban sebagai sekuriti di Hugo’s cafe?
Iya atau tidak, benar atau salah? Apapun jawabannya, nanti akan bisa mengungkap siapa saja pelaku penyerbuan tersebut.
Dan terakhir, bisa dicari fakta dari data intelijen. Misalnya bisa dilakukan dengan menyelidiki peristiwa sebelum penyerbuan ini terjadi. Misalnya menyelidiki peristiwa apa yang dialami oleh Kalapas atau bahkan Kapolda.
Kelompok ini bisa dicari dari faksi mana? berapa lama persiapannya? Apakah mereka dari luar Jogja atau dari dalam Jogja? Bila dari luar, bagaimana pergerakannya? Bagaimana mereka mengumpulkan senjata dan amunisi? Masak iya tak bisa tercium? ***

Tidak ada komentar: