Selasa, 02 April 2013

Mengubah Bangsa dengan Tulisan

Bila saja Kartini tidak menulis surat pada temannya di Belanda, yang kemudian kumpulan tulisan itu dibukukan, akankah emansipasi Wanita di Indonesia berjalan dengan baik?
Itulah buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yang mengubah wanita Indonesia. Tulisan kartini yang berisi curhatannya itu, menginspirasi jutaan orang, terutama yang peduli pada emasipasi wanita.
Kartini bukanlah penulis, dia hanya bersemangat menulis. Menulis tak hanya bakat, namun jua semangat. Hal inilah yang dilakukan Kartini. Sehingga tulisannya bagai gelombang yang mengelora. Kedahsyatannya mampu menghancurkan tebing-tebing kungkungan budaya feodal kala itu.
Karena tulisannya pula, Kartini kita kenal lebih dekat dari pada pahlawan wanita lainnya, seperti Cut Nya Dhien, atau Dewi Sartika. Karya tulisnya telah membedakan Kartini dengan mereka. Karena kemasyhuran tulisannya yang kemudian dibukukan, Habis Gelap Terbitlah Terang, hari lahir Kartini, 21 April, diabadikan bahkan diperingati.
Selain Kartini, kita juga Multatuli, yang terakhir diketahui bernama Dowes Dekker. Karena tulisannya yang dia kemas dalam buku Max Havelaar, Belanda mengecam keras politik tanam paksa atas bangsa Indonesia.
Hingga akhirnya di depan parlemen Belanda, Ratu Wilhelmina mengumumkan Tria Van Deventer bagi kaum pribumi Indonesia yang meliputi: Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi dan terakhir edukasi, yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Dari sinilah kemudian muncul bibit-bibit intelektual dan pejuang yang membawa bangsa Indonesia pada kemerdekaan.
Tulisan memang mampu mengubah keadaan, mengubah bangsa bahkan dunia. Buku-buku lain yang membuat perubahan itu di antaranya adalah Mein Kampf (Perjuanganku) yang ditulis Adolf Hitler daat meringkuk sembilan bulan di dalam penjara.
Buku ini menggunggul-unggulkan ras Aria dan menebar kebencian atas Yahudi. Buku ini sangat laris, hingga di jerman saja tak kurang 5 juta eksemplar habis terjual. Buku inilah yang kemudian menyulut perang dunia ke II.
Pengaruh tulisan memang luar biasa, sehingga singa daratan Eropa, Napoleon Bonaparte pernah berujar, ”Saya lebih takut pada pena ketimbang seribu pedang!” Baik buruk, tentu tergantung pada seseorang untuk menjadi penulis.
Sekali lagi, tanpa ”Habis Gelap Terbitlah Terang”, mungkin tak akan ada Hari Kartini. Tanpa ”Max Havelaar”, mungkin tanam paksa akan berkepanjangan, lalu tak ada politik etis atau balas budi, sehingga bangsa kita akan terlambat pinternya. Bila tak ada ”Mein Kampf,” apalah jadinya Hitler? Mungkin saja dia masih menjadi tukang cat di kota pinggiran Austria.
Tulisan atau buku yang menggerakkan juga terjadi di Amerika, kala era-era kemerdekaanya dulu. Saat itu warga Amerika terpecah, ada yang masih setia pada Inggris, ada yang tidak. Kaum penentang ini kemudian dicap menghianati Inggris, sebagai kampung halamannya.
Hingga akhirnya pada tahun 1776, terbit buku Thomas Paine, ”Common Sense”. Buku ini mengatakan, bahwa kebebasan benua baru harus melepaskan diri dari dominasi pulau Inggris yang kecil yang diperintah raja. Hasilnya, pandangan warga Amerika berubah. Suasana pertentangan akan kemerdekaan, kini menjadi persetujuan.
Amerika juga semopat diguncang oleh buku ”Uncle Toms Cabin”, karya Hartiet Beecher Stowe yang mulai menulis sejak usia 13 tahun. Buku ini mengisahkan penderitaan para budak kulit hitam.
Banyak orang yang terenyuh membaca buku yang berkisah tentang seorang budak perempuan negro yang hamil tua, dikejar-kejar majikannya dengan senapan layaknya binatang, hingga ke Kanada.
Para pembaca banyak yang terenyuh hingga akhirnya memunculkan aksi untuk membabaskan perbudakan di amerika. Buku inilah yang kemudian menjadi amnunisi yang ikut meledakkan perang Utara dan Selatan, untuk membebaskan budak belian, perang saudara di era Presiden Abraham Lincoln (1861-1865).
Tanpa buku ini, entah bagaimana nasib kaum kulit hitam Amerika. Saking masyhurnya, presiden Lincoln mengundang Stowe ke Washington. Saat bertemu lincoln berkata, ”Oh, ini kiranya wanita mungil yang mengobarkan perang besar itu." ***

Tidak ada komentar: