Senin, 06 Juli 2009

Medianya Orang Bawean

Saya merasa bersyukur bisa mengecapi abad internet, sehingga jarak dan waktu tak lagi jadi masalah besar, khususnya dalam mengakses informasi. Seperti, ingin tahu apa yang terjadi di kampung halaman saya, Pulau Bawean.

Dulu, keinginan saya tersebut saya puaskan dari telepon. Ya, biasanya kalau lagi kangen kampung halaman, saya biasa menelepon Kadir, Iwan, Mansyur dan lainnya, hanya sekadar ingin bertanya apa yang terjadi.

Dari mereka, saya biasa mendapat kabar tentang “people”. Misalnya, si fulan yang meninggal, si fulan yang menikah, atau si fulan yang melahirkan.

Atau juga soal “Ekonomi”, misalnya soal trend bisnis yang lagi boom di Bawean dan sebagainya.

Ada juga kadang, cerita “seputar Bawean”, misalnya soal ada pertandingan voli, bola kaki, hingga gerak jalan.

Selain itu, soal “gaya hidup”, misalnya kisah orang-orang yang tengah keranjingan bersepeda, main tenis atau bahkan main layangan. Dan lain-lain dan lain-lain. Semua terangkum dan diulas lengkap oleh mereka.

Namun, itu dulu, dulu sekali. Saat ini, kebiasaan saya tersebut sudah agak berkurang. Kalaupun nelepon, ya paling hanya basa basi saja.

Maklumlah, saat ini, di kampung saya sudah memiliki media online. Namanya Media Bawean (MB) http://bawean.net/. Sehingga, informasi tentang kampung saya tersebut, kini sudah bisa berdiri sejajar bahkan dengan Jakarta sekalipun.

Karena itulah, saya menjadikan MB sebagai pilihan pertama untuk mengakses informasi. Dan saya rasa, saya tak sendiri, karena banyak warga Bawean yang kini merantau di serata Indonesia hingga ke mancanegara, baik di Singapura, Malaysia maupun Australia, juga melakukan hal serupa.















Dari Media Bawean ini mereka mendapat informasi lebih lengkap. Dari sini, mereka tahu macam-macam tentang Bawean itu sendiri. Misalnya, kondisi infrastrukturnya, hingga masyarakatnya.

Informasinya yang singkat, ditambah banyak foto, membuat saya tak terlalu kesulitan untuk membaca media ini.

Dari MB-lah, mereka baru tahu, ternyata ada orang Bawean bernama Rogeh, yang menikahi 18 gadis ABG. Wah, “lebih hebat” dari Syeh Puji dong. Gara-gara kasus ini, Bawean sampai terkenal di forum-forum online sekelas Kaskus.us sekalipun.

Selain itu, mereka juga tahu betapa lingkungan pantai Pasir Putih kini rusak akibat dijarah orang tak bertanggung jawab. Selain itu, mereka juga melihat bagaimana perkembangan lapangan terbang yang kini terus dibangun. Dan ini memang yang ditunggu, biar pulang kampung jadi lebih menyenangkan.

Mereka kini juga tahu, bahwa sekolah di Kuduk-kuduk sudah sangat tak layak, atau jalan lingkar di telukdalam yang rusak parah. Bahkan, mereka juga tahu bahwa nasabah Bank Jatim kian banyak, sehingga untuk menabung saja harus antre hingga menyentuh angka ratusan!

Dan yang paling penting, bisa tahu jadwal kapal atau kondisi cuaca. Beda dengan dulu, kalau mau pulang ke Bawean masih ragu dulu, "Ada kapal enggak ya?" atau "Ombah gede enggak ya?" dan lain-lain.

Luar biasa. Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Saya jadi teringat akan omongan bos Jawa Pos Grup, Dahlan Iskan. Bila ingin menilai sebuah kota berkembang atau tidak, lihat saja halaman korannya. Dan juga, bila ingin membuat kota itu maju, harus ada media di sana.



















Semua ini memang sudah teruji. Banyak kota-kota di Indonesia, berganjak maju, setelah ada media massa di sana.

Fungsi medialah yang menjadi pelumas agar gerak kota atau daerah tersebut menjadi dinamis. Pelumasnya, adalah informasi dan komunikasi.

Dengan dua elemen ini, maka pertukaran ide dan gagasan akan semakin cepat. Intinya, orang kian peduli akan daerahnya. Dengan demikian, tentu pembangunan akan lebih mudah diarahkan.

Dan memang benar, hal ini saya saksikan sendiri, geliat Bawean setelah MB ada. Masyarakat kian peduli. Hal ini saya lihat dari komen mereka di bawah berita. Kadang tak hanya kritik, tapi juga gagasan.

Bentuk kepedulian ini, mereka tunjukkan dengan ikut andil merawat MB. Dari dulu tak punya apa-apa, hingga kini memiliki kantor yang meski sederhana, namun tetap representatif.

Dan Alhamdulillah, hasil kerja MB didengar oleh pengambil keputusan. Tentu ini baik, yang berarti Bawean tak lagi terabaikan, Bawean kini mendapat kepedulian, jadi jangan coba-coba mengganggu Bawean lagi, karena sudah ada yang membelnya. Karena masyarakat Bawean kini tak lagi tidur.













Siapa di balik MB?

Ini yang membikin mata saya terbelalak. MB ternyata hanya digerakkan satu orang. Dialah Abdul Basit. Di MB, dia marangkap reporter, editor, editor eksekutif, pemimpin redaksi, pemimpin perusahaan, bahkan pemimpin umumnya.

Tak heran bila Basit memiliki pergaulan luas. Mulai wong cilik, hingga pejabat di Gresik. Lingkar pergaulannya antar sesama jurnalispun cukup bagus. Beberapa kali dia kerap mendampingi wartawan media massa nasional, untuk meliput keindahan Pulau Bawean.


Kinerja Basit saya nilai cukup “militan”. Saya saja yang berkecimpung dalam bisnis media massa, sangat jarang meluhat ada reporter yang bisa bekerja sekeras itu.

Bayangkan, untuk mengkaver Bawean seorang diri tentu bukanlah hal mudah. Keliling pulau ini 50 kilo, dengan kondisi alam yang masih perawan, adalah tantangan tersendiri. Namun semua itu bisa dia lalui dengan baik meski itu semua tanpa gaji yang jelas.













Selain itu, mental Basit juga cukup bagus. Naluri jurnalisnya bisa ditanding. Pokoknya bila ada yang dilihatnya mengandung unsur what, when, where, who, why, how, langsung didatangi dan diwawancara.

Meski demikian, bukan berarti kinerja MB mulus. Selalu ada saja tantangan. Kian besar, kian diguncang. Ya, saya rasa wajar sajalah.

Yang unik, ternyata tantangan yang terberat Basit saat ini adalah hal yang sangat umum. Bukan represif penguasa, bukan pula aksi demonstrasi, melainkan gunjingan orang!

Pernah suatu ketika, hal ini sempat membuat dia limbung. Saat itulah saya SMS dia, “Wah… ternyata mudah ya untuk membungkam MB…”

Syukurlah, sejak saat itu semangatnya bangkit kembali.




wajah media bawean

Tidak ada komentar: