Jumat, 04 September 2009

Buruk Iman Ustad Dibelah

Di Bulan Ramadan ini, saya melihat beragam jenis kiai. Ada yang diagungkan dan berperan sebagai subyek, namun ada yang dinistakan sebagai obyek lelucon. Tak hanya itu, ternyata ada juga kiai yang memperolok diri dan membikin bingung umat. Rupiah mungkin yang membuatnya seperti itu.

Baiklah mari kita kupas satu persatu, tiga model kiai yang saya amati di bulan nan suci ini.

Pertama: Kiai yang diagungkan dan berperan sebagai subyek. Hal ini bisa Anda lihat pada acara Tablig Akbar di TV 1. Di sini setiap hari, bisa kita lihat beberapa kiai memberikan tausyahnya kepada umat. Ada Zainuddin MZ, Aa Gy, Al Habsy, Jefry Al Buchory, hingga Akrie Patrio.

Selain itu ada pula di Metro TV, acara Tafsir Al Misbah bersama Quraisy Shihab, dan petunjuk melakukan Shalat Khusu bersama ustad Abu Sangkan.

Di semua acara ini, mereka semua diagungkan dan menampatkan peran dan fungsinya dengan benar dan sahih, yakni mengarahkan, memberi pencerahan dan memecahkan persoalan umat dengan tepat.

Intinya sini mereka bertindak sebagai subyek, man behind the wheel. Kalau begini, saya ingat bagaimana dulu peran Buya Hamka, dan kiai-kiai sepuh lainnya di Jawa Timur, di mana rasa hormat umat tak berkurang.

Yang kedua: Ada kiai yang dinistakan sebagai obyek lelucon. Penistaan yang saya maksud di sini salah satunya adalah, ada seorang pelawak yang mencari nafkah dengan cara memakai atribut semacam sorban hingga logat kiai. Sebutannya AA Jimmy, dia cari yang identik dengan AA Gym, tokoh yang dijiplaknya itu.

Namun, semua itu untuk dia jadikan bahan lelucon, hingga membuat citra kiai kadang jadi remeh.

Tak jarang juga kiai jadi-jadian ini, melakukan goyang gergaji khas Dewi Persik, sebuah goyangan yang kerap dikritik dan diharamkan oleh kiai, karena identik dengan maksiat.

Ada kalanya juga, sang kiai jadi-jadian yang tergabung dalam kelompok musik parodi itu, tampil bak orang moron dan melakukan hal konyol dan menjijikkan lainnya, agar penonton tertawa.

Selain itu, banyak juga kiai betulan yang menjadi obyek di panggung-panggung lawakan. Kadang dipukul-pukul, kadang dicibir-cibir dan seterusnya dan seterusnya. Meski itu hanya guyonan, namun tetap saja ada penistaan di dalamnya.


Naudzubillah hi minzalik.

Dan yang ketiga. Kali ini, justru sang kiai sendirilah yang memperolok diri dan membikin bingung umat. Tak jelas lagi mana halal dan haram.

Adalah sebuah acara Take Me Out Indonesia di Indosiar. Acara ini semacam acara kontak jodoh. Saat itu, ada sekitar 20 wanita yang tengah mencari jodoh di jejer untuk memilih seorang lelaki yang ditentukan panitia.

Mau tahu, siapa komentator acara ini? Ternyata seorang kiai betulan. Namanya Ustad Cinta. Entah apa maksudnya dia mencari nama seperti ini. Aku berpikir suatu saat akan ada juga ustad maksiat.

Di sini, sang kiai menjadi komentator soal pasangan yang akan dipilih oleh si gadis.

Lalu apa salahnya? Menurut saya, salah masuk acara. Karena domain cinta yang dia masuki dan komentari itu, sudah ke dalam cinta birahi. Di mana, di acara ini setelah, si pria atau wanita menemukan pasangan yang cocok, mereka masih akan dikarantina di sebuah ruang khusus.

Jadi, kemana otak sang ustad cinta itu. Bukankah dalam Islam berdua-duaan antara wanita dan pria dalam sebuah ruangan haram hukumnya? Artinya, dengan hadirnya sang ustad di acara tersebut, sama saja dia bersubahat menghalalkan jenis maksiat semacam ini?

Yang lebih konyol lagi, ada seorang ustad bernama Hariri, sampai mau hadir jadi komentator di sebuah acara SMS Premium. Padahal, acara semacam ini sebagaian ulama telah mengharamkannya.

Naudzubillahi min dzalik. Inilah bedanya mungkin, ustad yang diangkat dari sebuah kontes pidato, dengan ustad atau kiai yang kapasitasnya diangkat oleh ummat.

Inilah bentuk penilaian saya akan wajah-wajah kiai di bulan Ramadan ini. Sebagai catatan untuk poin kedua dan ketiga, apakah ini bentuk dakwah? Kalau mereka ingin meniru cara para sunan, saya rasa tak tepat juga. Metodanya sudah absurd.

Memang benar adanya, para sunan dulu saat berdakwah kadang menggunakan media non mimbar dengan memodifikasi budaya pop. Tapi ingat, kondisi umat Islam di zaman itu masih monoritas.

Namun setelah umat Islam mayoritas seperti saat ini, saya yakin para sunan tak akan melakukan metode semacam itu, karena nilai-nilai aqidah sudah merasuk, tinggal menguatkannya saja. Bukan malah bikin bingung.

1 komentar:

Keyno mengatakan...

:)

Halo pak salam kenal,,

hu uh

saya juga terheran2 ngeliat macam2 ustad jaman sekarang.

Ada juga tuh ustad yang penampilannya kaya Deddy corbuzer ,,

Seakan mereka itu mencari jati diri (yg bukan diri mereka) agar dikenal di masyarkat.

Mmmh,,,