Rabu, 18 November 2009

Berita... Berita... Berita... Berita...

Menurut kamu apa yang lebih penting saat membaca media cetak, lay-out atau berita?

Terus terang saya mumet juga menjawab pertanyaan yang dilontarkan Idrus di sebuah kafe bilangan Nagoya Hill. Ini sama saja dengan menanyakan manakah yang lebih penting, bun (roti) atau patty (daging isi) dalam burger.

”Keduanya tentu sama pentingnya, saling melengkapi. Berita untuk rasa, sedangkan layout untuk estetika. Berita bagus kalau lay-outnya buruk males bacanya, pun sebaliknya lay-out bagus, tapi berita buruk nipu namanya,” jawab saya meniru gaya retorika SBY.




”Pilih salah satu dong!”
”Baiklah, saya pilih lebih penting berita. Puas?”
Idrus pun diam.

Alasan saya sederhana saja, karena kita mencari media massa tentu untuk baca beritanya, bukan melihat lay-outnya. Dan dalam perkembanganya, perkembangan tata letak (lay-out) itu ada, jauh setelah media cetak itu eksis itu.

Di era-era awal, media cetak selalu menjual berita. Barulah menjelang tahun 2000-an teknik lay-out menjadi hal yang utama. Hal ini ditunjang dengan berkembangnya teknologi desain grafis dan fotografi.

Perhatikan berita, sempurnakan berita dan sebagainya, bagaimana ketajaman angle, observasi dan sebagainya. Hal ini jualah yang dipegang Dahlan Iskan saat pertama kali memegang Jawa Pos yang saat itu hampir gulung tikar.

Sebuah majalah bisnis yang saya baca tahun 1992 mengulas, saat rapat dengan awak redaksi Dahlan berkata, ”Bagaimana bisa bagus bila berita kalian seperti ini?” Menurut Dahlan berita yang bagus haruslah yang berkeringat. Bukan hanya menulis apa yang keluar dari mulut sumber.

Selain itu berita yang bagus haruslah memiliki ”6 rukun iman”, seperti kedekatan, menarik, unik, aktual dan sebagainya. Rukun iman inilah yang selanjutnya menjadi landasan pemberitaan Jawa Pos.

Selain di Jawa Pos, di grup Tempo juga memiliki sebuah pakem dengan yang disebut layak Tempo. Semua harus dikemas enak dibaca dan perlu. Bukan enak dilihat dan perlu. Di Antara juga begitu, di media-media lain juga begitu. Sekali lagi, perhatikan berita, berita dan berita.

Hal ini juga dikuatkan seorang pemimpin media. Dia berkias, bila beritanya bagus menjualnya juga gampang. Di taruh di punggung onta pun akan laku.

Masuk akal. Dan ini saya alami sendiri. Ceritanya dulu, saat masih kuliah saya sangat suka akan berita-berita politik yang tajam. Namun di mana bisa didapatkan berita semacam itu, di tengah tekanan pemerintah Orde Baru?

Semua media bungkam, kecuali Tempo. Majalah ini, meski baru saja dibredel, bukan berarti berhenti terbit. Beberapa awak redaksinya masih menjual berita melalui jalur tak resmi, pasarnya adalah para mahasiswa.

Mau tahu bagaimana bentuknya? Sangat buruk, karena hanya berupa foto kopian hitam putih saja.Satu isu dijual Rp300. Tapi aneh bin ajaib, Tempo foto kopi ini selalu laku keras, dan habis.

Kenapa? Karena saat itu memang yang kami perlukan adalah berita, bukan wajah. Dari sinilah kami, mengetahui Megawati yang saat itu tergusur ioleh Suryadi, mengegrakkan PDIP dengan berkantor di mobilnya. Banyak lagi isu lain yang kami ketahui.

Kisah lain, saat saya belum lama ini ke Medan, koran-koran bertiras besar di sana ternyata lay-outnya sederhana. Namun tetap laku, ya, karena memang beritanya bagus. Bukan kumpulan dari berita humas.

Dari uraian ini, Idrus nyeletuk. ”Tapi Pemred ja Pos bukankah berlatar belakang orang perwajahan?”

Saya mengangguk.

“Ya, namanya Leak Kustya.”
”Nah, itu berarti Jawa Pos lebih mementingkan perwajahan dong?”
”Bisa jadi, karena kualitas berita Jawa Pos sudah sangat bagus, jadi wajar bila memperhatikan lay-out,” jelas saya.
”Namun, kamu tahu siapa dia sebenarnya?” Buru-buru saya menyela.
Idrus terdiam.

Sayapun menjelaskan, bahwa Leak bukanlah seorang layouter biasa. Dia sangat kreatif dan sangat paham akan pemberitaan. Perlu diketahui, bahwa selain dikenal sebagai leyouter, Leak adalah seorang kritikus karikatur yang tajam. Namanya Mr Pecut.

Mr Pecut amatlah hebat, sampai-sampai menarik minat mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 1987, membuat skripsi tentang Leak. Selain itu, di jawa Pos, Leak juga penulis kolom yang andal. Saya rasa inilah modal Leak, selain memang ahli lay-out itu sendiri.

Keahliannya memandang sebuah berita ditambah menampilkan tata letak yang bagus, membuat Leak spesial dan langka, sehingga dia sukses saat dipercaya memimpin Radar Surabaya, hingga kemudian dia menjabat sebagai Pemred Jawa Pos.

”Intinya, berita itu lebih penting kan Rus? Jadi lebih pikirkanlah berita, setelah itu barulah berpikir lay-out.”


----------------------
catatan: bila ingin bikin perwajahan bagus, maksimalkan fungsi layouter, bukan redaktur. redaktur tetaplah fokus pada berita, pengembangan hingga perencanaan

Tidak ada komentar: