Jumat, 24 Februari 2012

Bu Yono dan Sapinya

Namanya Bu Yono, dia adalah warga Pulau Air Raja, Kecamatan Nongsa. Saya bertemu ibu muda ini saat menyertai kunjungan rombongan PT PLN Batam ke rumahnya, di Air Raja yang kebetulan dijadikan pilot project PT PLN Batam untuk pengembangan biogas, Rabu lalu.

Bu Yono adalah ibu rumah tangga biasa. kadang dia membantu pekerjaan suaminya, Suyono, yang sehari-hari sebagai peternak dan petani di Air Raja. Tugas Bu Yono adalah mengurus sapi-sapi milik suaminya.

Keluarga ini ini memiliki sapi tiga ekor, satu di antaranya jantan. Sapi jantan ini mereka adopsi sejak umur 3 tahun. Dalam perjalannanya, sapi jntan ini sanagat akrab dengan bu Yono. ”Karena dulu bapak kerja di Batam, jadi saya yang merawatnya hingga besar,” kisahnya.

Hingga kemudian, sapi jantan ini membuat nama keluarga ini tenar di seantero desa Air Raja. Apa pasal? Ternyata, di kampung itu para tetangganya tak ada yang punya sapi jantan. Sehingga pada musim kawin, sapi Bu Yono diminta untuk membuahi sapi betina milik warga. Tak ayal, Bu Yono kebanjiran order mengawinkan sapinya hingga ke kampung sebelah.

Karena banyak permintaan itulah, kadang Bu Yono menolak bila harus membawa sapinya ke ”rumah” betina yang hendak dibuahinya. Apalagi bila harus ke kampung sebelah. Rutenya sangat melelahkan, dan panas. ”Ya saya bilang, kalau mau sapinya dikawinkan dengan sapi saya, kemarilah. Kalau saya yang harus ke rumah mereka, ya bayar Rp50 ribu,” jelasnya, sembari tersenyum.

Tak terlalu sulit untuk melihat apakah sapi-sapi itu sudah siap kawin apa tidak. ”Kalau betinanya sudah gelisah, tandanya dia mau kawin. Saat itulah memerlukan pejantan. Ya sapi saya itu yang dipanggil,” jelasnya

Maka, gara-gara sapi jantanya inilah, kini profesi Bu Yono bertambah. Selain jadi ibu rumah tangga bagi satu putranya, juga sebagai ”penghulu” perkawinan bagi sapi jantannya.

Jangan ketawa dulu, meski kedengarannya tampak ”unik” sebenarnya profesi Bu Yono ini memerlukan keahlian dan pengalaman khusus. Untuk mengawinkan sapi ini tak bisa dibiarkan, namun harus diawasi dengan benar, apakah perkawinan itu sudah terjadi semestinya, apa belum. ”Ya saya harus melihat apakah (persetubuhan) sudah terjadi apa belum,” ungkapnya, dengan wajah bersemu merah.

Hal lain yang penting, menurut Bu Yono, sebelum dikawinkan, sapi betina harus dalam keadaan steril. ”Karena kalau dalam keadaan hamil, janin yang dikandungnya bisa rusak (mati),” jelasnya.

Hal yang perlu diingat, masa kawin sapi berbeda dengan manusia yang bisa ”kawin” kapan saja. ”Sapi saya paling membuahi pasangannya hanya 3 kali dalam sebulan. Tidak tiap hari,” paparnya setengah tertawa.

Singkat cerita, sapi Bu Yono telah menjelma menjadi pejantan paling masyhur di desanya. Sering gonta ganti pasangan. Karena itulah, mungkin (ini hanya analisa saya saja), sapi tersebut jadi sangat pemilih pada pasangannya.

”Tak asal sapi betina yang mau dia kawini (buahi). Syaratnya harus gemuk. Kalau kurus, sapi saya tak mau,” ujarnya.

Namun kisah ini berakhir sedih, sapi jantan kebanggaan keluarga itu mati. Tubuhnya tak tahan oleh serangan penyakit. ”Sedih juga pak, saya sempat menangis saat dia meninggal,” ujar Bu Yono. Kali ini air mukanya yang sedari tadi tampak ceria, berubah kelabu.

”Ya bagaimana tidak. Sapi itu sangat dekat dengan saya. Sejak masih umur 3 tahun hingga besar saya terus yang merawat,” jelasnya lirih.

Tidak ada komentar: