Jumat, 10 Februari 2012

Ups... Tak Sengaja

Christoper Columbus dan rombongannya sumringah, ketika armadanya, Santa Maria, Nina dan Pinta, melihat sebuah daratan. Saat itu, tahun 1492.

Maklumlah, sudah berbulan-bulan Colombus berlayar mengemban misi mencari jalan terpendek ke Hindia Timur (India, Indonesia, China, dan Jepang).

Karena itulah, ketika melihat daratan dia menyangka telah sampai di India, sehingga menyebut penduduk asli daerah itu dengan nama ”Indian” (orang India). Padahal itu adalah Kepulauan Karibia, Dominika, dan Puerto Rico (Kepulauan Bahama).

Sebutan ”Indian” bagi penduduk asli Amerika tersebut, hingga kini melekat. Meski kini semua tahu, sebutan itu akibat ketidaksengajaan, karena Colmbus menyangka sudah sampai di India.

Ketidak sengajaan jua yang membuat kita, saat ini, bisa menikmati roti. Ya, karena tehnik pembuatan roti beragi ditemukan secara tak sengaja oleh pembuat roti di era Mesir kuno.

Orang ini tidak sengaja meninggalkan campuran sereal dengan air selama beberapa jam. Campuran inilah yang kemudian dikontaminasi oleh ragi liar atau bakteri yang menyebabkannya mengalami fermentasi dan mengambang karena adanya penggandaan mikroorganisme dalam tepung tersebut. Inilah yang menjadi teknik dasar pembuatan roti beragi.

Ketidaksengajaan pulalah yang membuat Archimides berteriak-teriak liar, “Eureka... Eureka... Eureka...” katanya sembari berlari tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya.

Maklumlah, sudah lama imluan jebolan Ptolemy, Alexandria Mesir ini galau, usai dimintai Raja Hieron II untuk menyelidiki apakah mahkota emasnya dicampuri perak atau tidak. Archimedes memikirkan masalah ini dengan sungguh-sungguh.

Hingga akhirnya, orang Yunani dari Syracuse ini memutuskan mandi berendam di bak. Saat tubuhnya masuk ke bak mandi, air di bak tersebut tumpah ruah. Saat itulah tercipta hukum Archimides.

”Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat tekanan ke atas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut”.

Dari sinilah Archimides berkesimpulan, bahwa mahkota raja telah dicampur dengan perak. Setelah terbukti, pembuat mahkota tersebut dihukum mati.

Dalam dunia mode, ketidak sengajaan juga lazim ditemukan. Misalnya, bahwa apa yang kita kenal sebagai sepatu hak tinggi (high heels) itu awalnya adalah alat agar terhindar dari kotoran. Saat itu di Paris abad 17, sistim sanitasi dan toilet amat buruk. Akibatnya, warga banyak buang air besar di jalan.

Menjijikkan... Tentu saja. Banyak gadis-gadis yang saat itu mau ke pesta, batal karena sering terinjak kotoran orang. Untuk menghindari masalah ini, beberapa warga menciptakan sepatu yang haknya dibikin tinggi. Mungkin kalau di sini, lazim dikenal dengan bakiak.

Ternyata sepau dengan hak tinggi ini ampuh untuk menjaga dari kotoran manusia. Meski terinjakpun, tak akan kena ujung rok atau celana. Paling ujung hak sepatu aja yang belepotan. Itupun bisa langsung dicuci. Aman.

Al hasil, sepatu model baru ini laris dipakai tak hanya wanita, juga kaum pria. Kini mereka tak kawatir lagi keinjak kotoran.

Sepatu hak tinggi ini pun jadi tren. Tapi tunggu dulu, masih ada gangguan lain... Ternyata, selain suka buang air di jalan, warga Paris tiap pagi sering membuang kotorannya --yang semalaman mereka tampung di kantong-- ke luar jendela. Kotoran itu mereka lempar begitu saja, bagai serangan bom udara.

Tak ayal, banyak yang sewot akibat tertimpa ”bom tinja” ini. Lagi-lagi warga Paris berpikir keras. Kemudian, mereka menciptakan payung khusus. Tujuannya sebagai tameng agar tak kena ”bom tinja” tadi.

Lama-lama, ternyata hak tinggi dan payung menjadi tren baru. Karena banyak yang pakai, akhirnya menarik pemikiran desainer bagaimana membuat agar orang bisa tampil modis, namun tetap terhindar dari serangan tinja, baik dari ”darat” maupun ”udara”.

Maka terciptalah aneka model sepatu hak tinggi dan payung nan indah. Adalah Catherine Medici yang mempopulerkan mode ini di abad 16. Dalam perkembangannya, hak tinggi dan payung jadi trend mode wanita Eropa. Desainer ternama belomba merancang hak tinggi dan payung nan elegan.

Jadi jangan heran bila busana wanita bangsawan Eropa zaman dulu, selalu pakai payung dan hak tinggi. Lama-lama mode spatu hak tinggi ini mendunia, seiring imprealisme barat. Selain itu, hak tinggi disuka karena membuat wanita lebih sexy saat berjalan.

Tak hanya dominasi kaum wanita, kaum bangsawan pria pun suka memakai sepatu hak tinggi. Meski tujuannya tak lagi untuk menghindar dari ”ranjau tinja” itu. Salah satunya adalah Louis XIV. Bahkan dalam salah satu lukisan, tampak penguasa monarki Prancis tersukses ini, memamerkan sepatu hak tingginya.

Kadang hal yang tak kita sengaja bisa berguna. Meminjam kekata AA Gym, ”Bila suatu saat nasi yang anda masak menjadi bubur, jangan dibuang apalagi marah-marah. Tambahkan sedikit variasi resep, maka jadilah bubur ayam.”

Kalau Anda tak suka bubur ayam, mungkin bisa juga dibikin bubur Manado. Hmmm....

Tidak ada komentar: