Senin, 17 Juni 2013

Asap Kiriman

Warga Batam dan Kepri pada umumnya, lagi dan lagi, dibuat kalang-kabut. Sejak Senin (17/6) pagi, warga terkurung asap kiriman akibat terbakarnya hutan di Riau dan Jambi.

Meski dampaknya tak seburuk tahun 1997-1998, yang menyebabkan masalah kesehatan, ekonomi dan transportasi yang luas hingga ke serata Asia Tenggara, namun kabut asap kali ini skalanya cukup tinggi dibanding yang terjadi lima tahun terakhir.

Kian memalukan lagi, karena negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia ikut terekena dampaknya. Adap tersebut menyelimuti jalan dan pusat Bisnis mereka, membuat berita keluhan akibat kiriman asap Indonesia ini mendunia. 

Khusus Singupura, yang memiliki standar kebersihan dan kesehatan tinggi, kiriman asap ini seolah melempar kotoran ke wakah mereka. Bayangkan, menurut situs web Badan Lingkungan Nasional (NEA) Singapura, Indeks Standar Polutan pada Senin siang menujukkan level 80. Level indeks di atas 100 dianggap sudah tidak sehat. Kondisi ini diperkirakan berlangsung selama beberapa hari ke depan.

Sedangkan di Malaysia, asap kiriman ini mencapai level yang tidak sehat. Pada Senin, indeks polutan Malaysia menunjukkan level yang tidak sehat antara 102 dan 121 di negara bagian Pahang, Terengganu dan Malaka. Di ibukota Kuala Lumpur, langit tetap berkabut dengan indeks menunjukan angka 82.

Di Batam sendiri, asap kiriman ini membuat tak nyaman, temperatur panas jadi meningkat, udara kering, berdebu dan bau kayu terbakar.

Dinas Kesehatan Batam telah mengeluarkan peringatan agar warga berpenyakit jantung dan paru-paru, serta mereka yang berusia lebih dari 65 dan anak-anak disarankan untuk tidak terlalu lama berada di tempat terbuka atau di luar ruangan. Dan bila itu harus dilakukan, warga diminta mengenakan masker.

Berada lama-lama di luar ruang, dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Asap kiriman ini akan meracuni tenggorokan dan paru. Batuk dan gangguan saluran pernafasan atas siap mengancam. Mata pun perih.

Maka, dilemapun terjadi. Berada di luar ruang berisiko, sementara bila masuk ruang atau rumah, panasnya bukan main. Sedangkan bila menghidupkan pendingin udara, debu halus di luar akan tersedot masuk. Serba salah, memang.

Seperti yang disampaikan di atas, kasus ini selalu berulang dampaknya pun sangat memalukan, karena mengganggu negara tetangga. Namun, yang lebih memalukan melihat sikap kepala daerah di Batam khususnya, dan Kepri umumnya yang memilih sikap "tenang-tenang saja".

Tak ada reaksi, minimal protes agar jajaran pemerintah daerah Riau dan Jambi menanggulangi masalah kebakaran hutan di daerahnya, dan menjaga agar kebakaran ini tak terulang. Sebab menurut data statistik, 90 persen kebakaran hutan di Indonesia, disebabkan oleh manusia yang biasanya terkait pembukaan lahan atau deforesasi.

Bila nada protes dilayangkan, maka rakyat akan merasa dibela, dan merasa pemerintah daerah itu ada, Itulah gunanya wali kota dan gubernur, bukan? ***

Tidak ada komentar: