Jumat, 07 Juni 2013

Komik

 Sudah banyak buku yang membahas begitu perkasanya komik sebagai salah satu media komunikasi. Misalnya saja buku Graphic Storytelling karangan Will Eisner, atau Understanding Comics yang ditulis Scott Mc Cloud, atai di Indonesia ada buku 14 Jurus Membuat Komik karya Toni Masdiono.

Pakar komunikasi Mc Luhan mengatakan, "Medium is message", dan setiap media memiliki pesonanya sendiri. Bahasa bulenya, each medium has its own magic.

Misalnya novel, meski tak bergambar (hanya vignet), namun saat membacanya kita diajak menjelajah dunia kata yang tertulis. Pesona kalimatnya mampu membuat kita berempati bahkan berimajinasi tanpa batas.

Kata-katanya mempu memicu rasa, pesona, bahkan melahirkan penafsiran sehingga muncul rasa haru, geram bahkan tertawa. Inilah yang disebut the magic of written words.

Selain novel, ada media pentas di mana pesonanya ada di gerak dan laku para pemainnya di atas panggung, serta kata-kata yang disuarakan. Inilah yang disebut the magic of act and spoken.

Selanjutnya ada media televisi, film, koran, majalah yang masing-masing memiliki pesona berbeda, tapi memiliki pengaruh yang serupa. 

Dalam komik atau cerita bergambar, memiliki pesona penggabungan dari gambar-gambar diam dan kata-kata serta suara yang tertulis. 

Sekali lagi, "gambar diam", karena gerak dalam komik adalah ilusi. Namu bila gambar tersebut bergerak, itu bukan komik lagi namanya, namun animasi. 

Ada 4 elemen utama sesuatu itu bisa di sebut komik. 1) Sosok gambar atau ilustrasi. 2) Unsur tulisan atau teks, baik itu monolog, dialog, narasi dan efek suara. 3) Ada unsur kotak (frame) atau disebut juga dengan ruang pengadeganan. 4) Balon kata (balloon) tempat ruang menaruh teks narasi atau juga manampilkan kata-kata kutipan yang ringkas.

Kalau Dwi Koendoro mengatakan, ada 6 elemen yang banyak membantunya menyelesaikan pembuatan komik Panji Koming, karyanya yang terkenal itu. 

1). Kedalaman Observasi, senangiasa mengamati dan belajar dari apapun. 2). Keluasan Orientasi. Meninjau segala aspek kehidupan, melihat persoalan dari beragam sisi.

3). Penataan Proses Manajemen. Deadline, mood, semua harus ditata sedemikian mungkin. 4). Meningkatkan Iluminasi. Meningkatkan kreativitas, erat kaitannya dengan observasi dan orientasi.

5). Penajaman Verifikasi. Pengujian hasil karya, dimulai dari teman atau keluarga. 6). Bersikap Konsisten. Bersikap tetap, tapi harus meningkat dalam hal kreativitas dan teknis.

Komik merupakan kebudayaan tertua manusia. Dimulai sejak zaman Peleolithic yang ditorehkan di gua Lascaux, Prancis Selatan, 17 ribu tahun lalu. Kemudian ditemukan juga pada kebudayaan Yunani tahun 579 SM. Hal yang sama juga ditemukan di kebudayaan Mesir kuno, Assiria, Syiria, dan Persia yang digambar di papirus.

Di Indonesia komik muncul pertama kali lesat relief di Candi Borobudur di abad ke 8 dan di Candi Prambanan. Semua ini menambah khasanah cerlang budaya (local genius) negeri ini.

Hingga di awal abad 20 komik Indonesia menyita perhatian Marcel Boneff yang membuat desertasi tentang komik Indonesia yang kemudian dipertahankannya pada tahun 1972 di Prancis.

"Komik Indonesia berisi warisan yang kaya dan beragam, dan sekaligus memberikan sumbangan berarti. Namun komik juga terjebak pada haru biru transformasi haru-biru transformasi dialami negeri ini. Oleh karena itu, harus mampu berkembang untuk menjawab tuntutan-tuntutan baru," tulis Boneff di desertasinya yang diberi judul Les Bandes Dessineas Indonesiennes.

Hingga tahun 1931 komik mulai muncul di surat kabar Sin Po, karya komikus muda Kho Wang Gie atau Sopoiku dengan tokohnya bernama Put On yang sangat digandrungi pembaca.

Kemudian dari Solo, Jawa Tengah, mingguan Ratu Timur muncul komik strip Mentjari Poetri Hidjau, karya Nasrun AS, kala itu awal perang dunia II, tepatnya tahun 1940. Disusul harian Sinar Matahari di Yogyakarta ada komik strip, Pak Loeloer. Juga ada komik Roro Mendoet karya B Margono.

10 tahun kemudian, pelopor komik Indonesia muncul Abdoel Salam yang karyanya, Jaka Tingkir, Kidah Pendudukan Yogyakarta, dan Pemberontakan Pangeran Diponegoro, dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. 

Di awal tahu  1950-an juga muncul komik tenar kisah pendekar China, Sie Djin Koei, karya komikus Siauw Tik Kwie. Komik ini dangat disukai, sehingga di tanah air, mampu mengalahkan komik luar negeri, sekelas Flash Gordon (Mac Raboy dan On Moore) dan Tarzan (Burne Hogarth).

Dari sinilah kemudian memicu beberapa pelukis Indonesia yang mulanya terpengaruh superhero luar, menjadi melirik budaya sendiri. Adalah RA Kosasih yang pertama kali membuat komik tentang superhero Indonesia dalam bentuk buku. Judulnya Sri Asih. 

Komik ini segera menggusur dominasi komik luar, seperti Phantom, Mandrake dan lain-lain. Dari sinilah Kosasih disebut "bapak" komik Indonesia. Tak hanya itu, Kosasih juga menjadi "dalang" utama komik wayang yang membuka mata bangsa di era 1950-1960-an dengan kisah agung Mahabarata dan Ramayana.

Komik Indonesia terus muncul can mencapai masa keemasan di awal 1970-an. Muncullah kemudian kisah-kisah silat remaja, ada Jan Mintaraga (roman remaja), Ganes TH (kisah silat, yang paling tenar hingga difilmkan adalah, Si Buta dari Gua Hantu).

Komikus Indonesia kian tumbuh, dengan kisah beragam. Ada Indri Doedono (serial komik lucu Gareng Petruk), Djair Warni (Jaka Sembung), Wied NS (superhero Godam), serta Hasmi (kisah superhero yang hingga kini masih dikenal, Gundala Putra Petir).

Di Sumatera juga tak kalah seru. Ada Zam Nuldyn, Taguan Hardjo (Batas Firdaus), Bahzar, dan Djaz.

Namun di era 1990-an, dunia komik Indonesia seolah tenggelam dalam kesunyian, terkalahkan oleh film dan TV, sampai-sampai di tahun 1993 Dirjen Kebudayaan Depdikbud Edi Sedyawati, menggelar sayambara komik Indonesia.

Ajang ini terus bergulir, bahkan Edi ingin membawa gaweannya ke ajang Konggres Kesenian Nasional 1995. Setelah beraudisi dengan Presiden Soeharto di Istana Negara, Edi Sedyawati mengajak penulis merancang Pekan Komik Nasional. 

Di sinilah unsur animasi dimasukkan, sehingga namanya diganti Pakan Komik dan Animasi Nasional, yang perhelatan perdananya terselenggara pada Februari 1998.

Dari sinilah, bermunculan lebih dari seratus komikus baru dengan gaya bervariasi, termasuk gaya Jepang, gaya yang baru dianut setelah meledaknya komik-komik dan animasi dari negara Sakura tersebut di sini.

Kini, gaung komik tak lagi gempita. Kabar baiknya, animator-animator kita mulai berjaya, meka berkiprah di Malaysia, hingga Hollywood. Tampaknya perlu digagas lagi kesadaran untuk "berkomik" untuk menggali kekayaan cerlang budaya kita. ***

Diperkaya dengan mereferensi buku Yuk, Bikin Komik sambil Ketawa! Oleh: Dwi Koendoro Br.


Tidak ada komentar: