Sabtu, 01 Juni 2013

Kurikulum Baru

Angin segar berhembus dari dunia pendidikan kita: kurikulum yang selama ini dipakai akan diganti dengan kurikulum baru. 

Yang menarik adalah, muatan kurikulum ini berbasis pada pembentukan karakter. Karena ukuran kemajuan suatu bangsa terletak pada karakter penduduknya.

Kemajuan sebuah bangsa lebih ditentukan oleh karakter penduduknya dan karakter penduduk dibina lewat pendidikan yang bermutu dan relevan. Inilah yang terjafi di Finlandia, sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.

Di kurikulum baru nanti, akan digalakkan lagi pelajaran yang merangsang imajinasi dan membentuk karakter, seperti kesusasteraan, sejarah bangsa dan sederet pelajaran yang mengasah keterampilan, interaksi dan harmonisasi.

Kurikulum baru ini akan mengambalikan lagi model pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara dulu, yang lebih manusiawi. Ki Hajar dulu mengajarkan pendidikan sebagai cara agar manusia mandiri, dan cerdas dan berwawasan luas.

Konsep Ki Hajar ini, sebenarnya sebagai protes pada pendidikan ala Belanda yang menerapkan sistem "perintah, hukuman dan keteraturan". Pendidikan model begini, menurutnya, hanya akan membentuk generasi muda tak mandiri. Bahkan menekan kreativitas.

Karena itulah, Ki Hajar menamakan sekolahnya degan "Taman Siswa", bukan "Sekolah Siswa". Taman, tempat manusia menghirup segarnya udara, bebas, lapang tanpa tersekat dinding. Taman juga menjadi tempat menikmati aneka ragam bunga dan mahluk lain dengan tenang.

Sekian lama pola pendidikan kita seperti ini, berinteraksi, membentuk jati diri dan mengasah insting mandiri (wirausaha). Hingga akhirnya ada sistem baru, yang sebenarnya bertujuan baik, namun penerapan di lapangan banyak melenceng.

Sistem baru ini mengatur, bahwa kelulusan ditentukan oleh nilai sejumlah mata pelajaran yang jumlahnya 60 persen dari mata pelajaran di sekolah. Penentunya di ujian nasional. 

Maka, menjelmalah ujian nasional bagai monster yang menebar teror. Menakutkan! Wajah pendidikan jadi menyeramkan. Para siswa mulai SD, SMP, apalagi SMA, terfokus pada mata pelajaran yang di-UN-kan itu. 

Hari ke hari, mereka hanya menghafal dan belajar bagaimana cara agar lulus pelajaran-pelajaran "moster" itu. Segala cara dilakukan, mulai joki, mencontek, hingga tidur di kuburan.

Hal ini membuat siswa dan guru tak lagi fokus pada pendidikan penting lainnya: karakter. Bagaimana karakter bangsa, membangun jati diri, berinteraksi, semua tak lagi penting dipelajari. 

Mengerikan! ***


Tidak ada komentar: