Sabtu, 22 Juni 2013

PLN & Masalahnya

Minggu (23/6) hari ini durasi pemadaman bergilir listrik di Batam diprediksi berkurang, dari semula 4 jam hanya 2 jam saja. Bahkan tak menutup kemungkinan akan normal kembali. 

Kepastian ini diketahui setelah tadi malam PLN mendapat informasi dari PGN selaku pemasok gas untuk PLN Batam, menyatakan bahwa volume gas sudah bisa dioptimalkan. 

Seperti diketahui, dalam posisi normal, PLN Batam membutuhkan tekanan gas dari pemasok, sebesar 40 bar. Namun, Kamis (20/6) pukul 16.16 tiba-tiba tekanan gas dari pemasok menurun drastis, hanya 19 bar. Inilah yang mengakibatkan terjadi penurunan daya. Pemadaman pun tak terelakkan.

"Kondisi ini membuat pembangkit kita tak berjalan maksimal," ujar Manajer Komunikasi dan Hubungan Kelembagaan PT PLN Batam Agus Subekti, dalam perbincangannya dengan Batam Pos, di Graha Pena Batam tadi malam.

Namun, ada anomali dari penjelasan Agus ini. Bila memang terjadi penurunan tekanan gas dari PGN, kok hanya PLN saja yang terganggu? Mengapa kawasan industri dan mall di Batam yang juga mendapat pasokan langsung dari PGN tak terganggu? 

Sekadar diketahui PGN tak hanya memasok gas ke PLN. Melalui pipa yang sama, mereka memasok gas ke pembangkit-pembangkit listrik IPP (independent power producer) di beberapa mall dan kawasan Industri di Batam. 

Logikanya, bila PLN tergangu, mengapa pembangkit IPP tersebut tak terganggu? "Inilah yang akan kami tanya ke suplayer," ujar Agus. 

Untuk meminta penjelasan resmi ini, Senin (24/6) besok, PLN Batam berencana akan bertemu PGN. "Tak enak kalau kami disalahkan pelanggan terus. Kami ingin penjelasan resmi kenapa ini terjadi," tegasnya. 

Total pasokan listrik di Batam saat ini 301 MW pada beban normal. Untuk memenuhi pasokan ini, PLN Batam menggunakan beberapa jenis pembangkit di antaranya PLTG dan PLTU. 

Yang menjadi beban dasar untuk mengalirkan listrik di Batam adalah PLTG di Panaran dan PLTU (batubara) di Tanjungkasam.

PLTG Panaran menanggung beban 177 MW atau 70  persen dari kebutuhan pasokan listrik di Batam. Sedangkan 30 persennya, dipasok dari PLTU Tanjungkasam dengan daya 110 MW. 

Saat peristiwa black-out terjadi, pada Kamis sore lalu, tiba-tiba tekanan gas dari suplayer yang harusnya 40 bar, menurun drastis. Dalam hitungan menit drop ke level 19, 15, hingga 0,1 bar, sehingga PLTG trip alias jatuh.     

Dalam hitungan detik, beban yang ditanggung PLTG ini otomatis terpikul oleh PLTU. Tentu saja, PLTU yang hanya mampu memasok listrik hanya 110 MW itu, mendapat beban raksasa dari PLTG sehingga dalam hitungan detik, PLTU Tanjungkasam juga ikut trip. "pemadaman meluas pun tak terelakkan lagi," lanjut Agus.

Lalu solusi apa yang dilakukan? Menurut Agus, PLN saat itu langsung melakukan start-up kembali melalui pembangkit diesel (PLTD) di Sekupang. "Tujuannya sebagai pancingan agar sistem normal kembali," ujar pria kelahiran Solo ini.

Kabar baiknya, tekanan gas yang semula menurun, mulai berganjak normal ke 40 bar. Namun, kabar buruknya volume gas dari pemasok tersebut belum ideal. 

"Idealnya, volume gas yang mengalir ke Batam adalah 41 BBTUD (billion British thermal unit per day/satuan ukur gas, red), tapi saat ini kurang dari itu," terang Agus. 

Akibat kurangnya volume ini, maka pembangkit PLTG PLN di Panaran tak maksimal membangkitkan daya normal hingga 177 MW tadi. Tadi malam, pukul 22.20, PLTG baru sanggup memasok 170 MW, alias defisit 7 MW. 

Sedangkan kondisi PLTU Tanjungkasam, setelah kolaps akibat ditimpa "beban raksasa" saat kejadian Kamis sore itu, masih belum normal. Untuk memulihkannya butuh waktu lama. "Beda dengan PLTG yang lebih cepat injeksinya, PLTU membutuhkan waktu lama (pemanasannya), karena berbahan batubara," jelas Agus. 

Hingga tadi malam, ujar Agus, pihaknya terus melakukan pengecekan dan start-up ulang PLTU. Hingga tadi malam, pukul 20.44, PLTU unit II (mesin nomor 2, red) sudah mampu memasok 15 MW, dari angka maksimal 55 MW per unit.

Kekurangan atau defisit daya inilah yang membuat PLN melakukan pemadaman bergilir. Namun, mengingat perkembangan yang dicapai cukup baik, maka durasi pemadaman diprediksi akan berkurang bahkan akan normal tak lama lagi.

Tidak ada komentar: