Sabtu, 07 Januari 2012

Keadilan

Hukum kita unik, maaf tak enak untuk menyebut lucu.

Belum lama ini di Palu, seorang remaja 15 tahun, AAL, divonis bersalah dalam kasus pencurian sandal jepit milik seorang anggota brimob Palu, Briptu Anwar Rusdi Harahap. Peristiwa ini sebenarnya terjadi tahun 2010, namun baru masuk pengadilan setahun kemudian, 2011.

Karena AAL masih di bawah umur, maka Hakim Ramel Tampubolon dalam putusannya mencabut ancaman lima tahun panjara, kemudian dikembalikan kepada orangtuanya. Tujuannya agar mendapatkan pembinaan.

Mencuri sandal jepit, dihukum. Memang tak ada yang aneh. Secara yuridis bisa jadi itu dianggap sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal.

Namun hal tersebut tak harus membuat yang bersangkutan dikriminalkan. Pasalnya tak ada kerugian besar yang disebabkan, serta reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.

Bukankah hukum tak selamanya harus ditinjau dari sisi aturannya saja, namun juga common sense atau penilaian yang sangat masuk akal terhadap suatu situasi.

Pengertian secara luas, common sense adalah penilaian yang sangat ”lazim”, yang didapat dari pengetahuan dan pengalaman dalam kejadian sehari-hari, di mana kehadirannya tidak terlepas dari segala macam proses logika dan pendapat pribadi. Di sana ada moralitas, awareness, patuh aturan, wisdom, juga pencarian pengetahuan.

Inilah yang kadang diabaikan, sehingga muncul pengadilan-pengadilan ”aneh” di negeri ini. Misalnya kasus nenek Minah, 55. Gara-gara mencuri tiga buah kakao dia dihukum 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Banyak lagi kasus-kasus unik lainnya yang mengabaikan common sense.

Ingat, negara kita ini sangat kaya akan budaya dan adat yang kadang dipandang oleh orang luar bertentangan dengan hukum, namun jadi hal yang lumrah bagi masyarakat setempat.

Misalnya saja di sebuah daerah ada tradisi ”nyerap”, di mana saat pagi buta, penduduk daerah tersebut bisa mengambil buah yang jatuh dari pohonnya tanpa harus minta izin pada pemiliknya terlebih dahulu.

Secara hukum, tentulah hal ini salah, karena mengambil milik orang lain tanpa izin dan bisa dihukum dengan pasal pencurian, seperti dalam kasus nenek Minah. Namun bagi masyarakat setempat, hal tersebut tak jadi masalah. Malah menjadi perekat hubungan antar warga. Inilah yang disebut common sense tadi.

Karena keadilan memang tak terlepas dari proses hukum, namun keadilan tak harus diselesaikan di meja pengadilan. Karena keadilan hanya bisa diwujudkan bila dilihat dengan mata hati.

Bila demikian, maka takkan ada lagi ceritanya pedang hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Tak akan ada lagi kisah seorang nenek Minah dan remaja AAL yang masuk pengadilan hanya karena mencuri tiga buah kakao atau sandal jepit. Sedangkan seorang koruptor yang mencuri triliunan rupiah uang negara, malah divonis bebas!

Tidak ada komentar: