Senin, 11 Februari 2013

Berbincang dengan (ex) Presiden PKS

Saya berjumpa dengan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, pada tanggal 24 Januari, tepat seminggu lalu. Hari itu, hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Lutfi datang berkunjung ke Batam Pos dalam rangkaian Safari Dakwah di Batam.
Lutfi datang disertai beberapa petinggi PKS, pusat dan daerah. "Assalamualaikum ustad," sambut saya di depan pintu ruang redaksi. lutfi pun menyambut dengan senyum, "Walaiakum salam," balasnya. Suaranya berat, namun pelan.
Penampilan Lutfi saat itu sangat bersahaja. Berbaju koko putih dengan celana kain hitam, khas warna kebesaran PKS. Yang unik selain senyumnya, adalah uban yang ada di rambutnya yang bagi saya sangat khas.
Berbeda dengan uban orang kebanyakan yang tersebar merata, Uban Lutfi itu "kompak" berkumpul tepat di atas dahinya. Ini mengingatkan saya pada "uban lokal" presenter lawas Koes Hendratmo yang hanya berada di sisi kanan dan kiri kepala, tepat di atas telinga.
Seperti umumnya tamu saat berkunjung ke redaksi, saya memperkenalkan tentang apa dan siapa Batam Pos. Sejenak, Lutfi kagum melihat deretan award yang berderet rapi di ruang redaksi.
Sayapun menjelaskan satu persatu award yang berhasil di raih Batam Pos tersebut, di antaranya Adi Negoro, Muchtar Lubis Award dan Adiwarta Sampoerna. "Hanya Batam Pos koran lokal yang berhasil menyabet aneka penghargaan tertinggi di bidang jurnalistik, pak," sebut saya.
Lutfi pun mengangguk kagum. Saya lihat pupil matanya agak menajam, tanda serius menyimak. Kemudian "sang presiden" dan rombongan saya ajak ke ruang redaksi, melintasi beberapa meja bulat tim redaktur pelaksana yang juga saya terangkan satu persatu.
Tiba di ruang rapat tedaksi, Lutfi saya persilakan ambil posisi centre. Kami pun saling mengenalkan "rombongan" masing-masing. Semula saya, kemudian giliran Lutfi.
Meski badannya tegap, namun suaranya berat tapi lembut, sehingga saya perlu menajamkan telinga untuk menangkap pesan yang dia sampaikan.
Sepanjang diskusi Lutfi sangat open mind dan santun. Pengetahuannya luas, mendekati apa yang dibilang ilmuan renaissance sebagai "homo universale".
Tak pernah sekali pun dia memotong pembicaraan atau sok tahu. Bila ada pertanyaan yang kurang difahami, dia memilih diam sembari meminta agar dijelaskan.
Situasi yang mengarah kaku ini, membuat saya putar otak melontarkan homor-humor kecil agar suasana cair. Syukurlah ini berhasil. Dari sini pula saya baru tahu bahwa Lutfi juga humoris.
Pembawaannya yang tenang membuat dia mampu menjawab pertanyaan dengan baik. Bahkan pertanyaan yang bernada menyerang pun, dia tanggapi dengan sangat bijak. Seperti saat saya bertanya tentang maraknya stigma negatif orang terhadap PKS saat ini.
"Ini berat bagi PKS untuk merebut posisi 3 besar di 2014 nanti," cecar saya. Lutfi hanya senyum lalu menjawab. Itu menandakan harapan masyarakat terhadap PKS sangat besar. "Mereka tak ingin kami salah. Maka itu akan jadi sensor bagi kader PKS untuk hati-hati," jelasnya.
Tentang maraknya anggota DPR yang "arisanan ke penjara" akibat mahalnya ongkos politik ke parlemen, Lutfi juga menjawab bahwa setiap kader diminta mandiri. Maju dengan biaya sendiri. Namun bila tak bisa maka akan dibantu, "urunan".
"Kalau yang lain-lain arisan masuk penjara, kalau kami arisan sebelum masuk penjara. Sehingga membuat kita bebas dari penjara. Karena kalau kita yang bermasalah, langsung minta berhenti dan digantikan yg lain. Kalau jadi beban, mundur," tegasnya.
Terkait jabatan, bagi Lutfi bukan hal yang harus diagungkan. Amanahlah yang harus dijaga lebih dari segalanya. "Kapanpun saya siap bila hari ini diminta meletakkan jabatan sebagai presiden PKS. Lha wong saya dipilih pun tanpa sepengetahuan saya kok," jelasnya.
Lutfi berkisah, kala itu dia di Turki bersiap ke Belanda. Tiba-tiba ditelepon dari Jakarta, diminta berangkat ke Jakarta. Terpaksalah dia beli tiket baru. Sesampainya di DPP PKS, Jakarta hari sudah malam, sekitar pukul 23.00.
Tahulah dia saat itu baru digelar pemilihan presiden PKS. Belum hilang kebingungannya, tiba-tiba ada yang menyalami sembari berucap, "Selamat, ente gantikan Tifatul (Tifatul Sembiring, presiden PKS terdahulu)". Demikian kisah Lutfi.
"Jadi kalau sekarang jabatan saya mau diambil, ya silakan saja. Karena bukan jabatan yang penting, tapi bagaimana selalu berjuang dan melayani rakyat," jelasnya.
Yang lucu saat saya bertanya bagaimana agar calon legislatif dari PKS. Lutfi pun tertawa terkekeh. Menurutnya, PKS memilih kader untuk di-calegkan melalui penyaringan ketat. Track record dan pengabdian ke masyarakat akan jadi pertimbangan utama. Jadi tak hanya modal beken.
Setelah duduk di DPR pun, sedikitnya gaji mereka Rp20 juta harus disumbangkan ke perjuangan PKS. Intinya, kader PKS akan sulit untuk mendapat reward financial, malah harus memberi kontribusi untuk perjuangan. "Mau jadi caleg ya? He he he," selorohnya.
Diskusi terus mengalir cair, hingga akhirnya ada seorang menyela lembut "Pak..." Katanya sambil menunjuk ke jam tangannya. "Sudah waktunya ya?" tanya Lutfi. Rupanya dia harus segera bertemu dengan kader PKS Batam yang telah menunggu.
Sayapun harus tahu diri untuk segera mengerem pertanyaan. "Nah, benar kan, perlu 1001 malam untuk membedah PKS," canda saya, yang dijawab dengan koor tawa.
Kemudian pertemuan ini ditutup dengan foto bersama sambil berbagi cindera mata. Saat itu Lutfi berujar pada saya, "Ayo foto dengan saya, biar nanti jadi anggota dewan," katanya, menebar tawa. O... Rupanya dia masih teringat pertanyaan saya tadi. ***

Tidak ada komentar: