Senin, 11 Februari 2013

Film Batam

”Uni Soviet itu runtuh oleh aksi Rambo.” Begitulah olok-olok yang dulu sempat tenar. Namun boleh jadi olok-olok ini benar adanya, karena begitu kuatnya pengaruh film dalam masyarakat. Bukan rahasia lagi bila pengaruh Amerika ikut terdongkrak oleh film-film yang mereka produksi.
Film bagi Amerika saat ini bisa juga menjadi senjata untuk propaganda, melemahkan mental musuh sebagaimana Al;exander Agung dulu lakukan dengan teknik ”getok ular”, atau Hitler dengan segala macam slogan dan film pendeknya.
Ah itu urusan politik, jangan sangkal juga bahwa film juga berperan dalam memperkenalkan nama atau budaya sebuah negara atau daerah. Sebut saja pariwisata.
Pernah mendengar nama Gunung Tongariro? Mungkin tak banyak yang tahu. Namun saat ditanya, tahu Gunung Lord of The Ring? Semua akan paham.
Ya, Gunung Tongariro di Selandia Baru ini tenar ketika menjadi latar lokasi syuting film The Lord of the Rings, hingga kemudian pemerintah setempat menamai dengan Gunung Lord of The Ring. Gara-gara film itulah, tempat ini laku dijual sebagai kawasan wisata.
Hal serupa juga dilakukan Thailand saat menjual Maya Beach, di Pulau Phi Phi atau Koh Phi Phi (‘Koh’ berarti pulau). Ya, Maya Beach ikut terkenal setelah menjadi lokasi syuting film The Beach yang dibintangi Leonardo di Caprio.
Tak usah jauh-jauh, lihatlah Belitung, khususnya Pantai Tanjung Tinggi, yang kian tenar setelah menjadi lokasi syuting film Laskar Pelangi. Batu-batu besar menghiasi pantai berpasir putih menjadi daya tarik utama. Dan masih banyak lagi. Batam bagaimana?
Sudah mulai. Adalah film True Heart yang secara gamblang memperkenalkan Batam, sekaligus ikon wisatanya, jembatan Barelang. Meski film ini masih ”kaku-kaku”, namun semangatnya layak dipuji.
Terlepas dari itu, mimpi Batam akan menjadi pusat perfilman Asia, bisa saja terbukti. Karena di sini, dari sebuah resor di salah satu sudut Pulau Batam, telah lahir puluhan film animasi yang kualitasnya tak kalah dari film produksi dari negeri Paman Sam sekalipun.
Ratusan kaum muda kreatif itu bekerja di bawah payung PT Systrans Multi Media dengan bendera Infinite Frameworks (IFW), yang pada perkembangannya juga membuat studio film raksasa yang belum ada di Asia Tenggara.
Dengan demikian, impian Batam untuk lebih dikenal lagi oleh dunia akan lebih terbuka. Asalkan, film-film yang bersetting Batam nantinya haruslah bermutu dan rasional, sehingga bisa dikenal dan dikenang. Jangan lagi membuat film yang di luar nalar, walaupun itu dengan alasan ”Ah, ini kan hanya film.” atau ”Logika film tidak sama dengan logika kita...” ***

Tidak ada komentar: