Senin, 11 Februari 2013

Diskusi Asyik bersama Dik Doang

Azan Maghrib usai berkumandang dari Masjid Raya Batam, saat Raden Rizki Mulyawan Kertanegara Hayang Denada Kusuma, sebut saja Dik Doank, bertandang ke ruang redaksi Batam Pos, lantai II Graha Pena Batam Center, Sabtu (9/2).
Mengenakan pakaian ala penyanyi hip-hop, sweater hitam, celana jins, topi sebo hitam, plus kacamata frame tebal, Dik akrab menyapa awak redaksi yang tengah sibuk “memasak” berita. Kedatangan Dik ke Batam Pos diantar Sugeng Riyadi selaku Sekretaris Umum Forum Kumunikasi Alumni ESQ Kepri, beserta Ketua Harian Gema 165 Kepri Ray Marciano, dan anggota ESQ Kepri Dewi Anggraini.
Dik ke Batam memang atas undangan FKA ESQ Kepri, dalam acara Konvoi Spiritual Asmaaul Husna 11 se Kepri yang digelar pagi ini, sekitar pukul 07.00-09.00. Konvoi ini mengambil start dari Masjid Raya dan finish di gedung Lembaga Adat Melayu, Batam Center.
Rutenya, lanjut Sugeng, mulai dari Masjid Agung Batam, menuju simpang Kabil Kepri Mall, kemudian Batuaji, Basecamp Sagulung, tembus Seiharapan, Tiban, Simpang Baloi, kemudian belok ke Batuampar, dan akhirnya menuju Gedung LAM lewat Seipanas.
Selain Dik, konvoi ini juga diikuti trainer ESQ dan dimeriahkan beberapa klub otomotif. Selanjutnya, pukul 09.00 hingga selesai, Dik dijadwalkan menjadi pembicara sebagai praktisi pendidikan anak yang diselenggarakan di gedung LAM.
“Mari silakan,” ujar Wapemred Batam Pos M Riza Fahlevi, telapak tangannya mengarah ke ruang rapat redaksi. Namun ajakan itu tak berbalas. Perhatian Dik terfokus pada rak yang memajang aneka award yang berhasil diraih Batam Pos. Riza-pun “balik kanan” menemani Dik berbincang tentang award-award itu. “Itu kami berhasil menyabet penghargaan tertinggi di bidang jurnalistik di Indonesia. Di antaranya Adinegoro, Muchtar Lubis dan Adiwarta Sampoerna,” jelas Riza.
Selanjutnya, Dik mengambil kursi, lalu duduk di meja redaktur yang saat itu sedang kosong. “Kalau begitu, sekalian saja jadi redaktur tamu,” ujar Riza, sembari menarik Dik duduk ke meja redaktur Metropolis yang saat itu sudah selesai di layout.
Dik-pun menyambut riang. Candaan-candaan segar pun meluncur dari artis yang tahun 1997 lalu tenar dengan lagu Pulang itu, sehingga suasana redaksi cair dan segar. Tiba-tiba dia berdiri, “Eh, selamat hari wartawan, ya... Hari ini kan? (Maksudnya Hari Pers Nasional, 9 Februari),” ujarnya sembari menyalami awak redaksi satu-persatu. Dan, tawa membahana.
Sebagai artis, Dik sangat dekat dengan wartawan. “Anda khalifah melalui pena. Anda bisa mengubah sejarah, Anda bisa mengubah Indonesia dengan ujung pena,” jelasnya. Namun, Dik sedikit menyentil akan bahaya gibah yang marak dipertontonkan di infotainment saat ini.
Menurutnya, orang yang membicarakan orang lain tanpa kebenaran, maka tak punya jati diri, karena sibuk ngurusin orang lain. Yang memprihatinkan, yang mengkonsumsi infotaintmen itu kaum ibu.
“Ibu-ibu itu sumber cinta yang mendidik anak. Ibu-ibu itu kerjaannya dua; mendidik anak dan mengurus suami. Tapi jam kerjanya 24 jam. Makanya saya ingin membangun perguruan tinggi untuk ibu-ibu,” ujarnya serius.
Berbicara tentang dunia pendidikan yang kini digelutinya, Dik pun berubah serius. Seperti diketahui, di tempat tinggalnya, di kawasan Jurangmangu, Ciputat, Tangerang, pria kelahiran 21 September 1968 tersebut mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu yang sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Sekolah bertema alam tersebut diberi nama “Kandank Jurank Doank”. Sekolah yang berawal dari keprihatinan Dik terhadap keterpurukan nasib pendidikan sebagian anak-anak Indonesia.
Wawasan Dik tentang dunia pendidikan ini sangat luas. Namun, Dik mampu menerangkan sistem pendidikan yang rumit menjadi sangat sederhana, penuh makna dan mudah dicerna.
Seperti bagaimana Dik menyampaikan gagasannya tentang Kurikulum Asmaul Husna (99 Nama-nama indah Allah). ”Ajari anak-anak itu pengasih (Ar-Rahman), ajari dia Al-Malik (jadi pemimpin), Al-Kuddus (yang suci), As-Salam (mensejahterakan),” jelasnya.
Selanjutnya, lanjut Dik, didik anak-anak menjadi Al-Mukmin, orang yang dimanapun berada selalu menyenangkan orang lain, karena kehadirannya tak pernah menggores perasaan orang lain, tak pernah mengambil jabatan orang lain, tak pernah mengganggu kedudukan orang lain, bahkan darah yang mengalir pun tak kotor. “Kalau dia tak ada, maka tak tergantikan,” urainya.
Kemudian, Muhaimin (Yang Maha Memelihara) serta Al Aziz (Yang Perkasa). “Kita harus kuat. Bila dihina kita mendoakan, dipuji balas memuji. Hak dipuji kan Dia (Tuhan), kok kita dikritik marah?” jelasnya. Kemudian Al-Jabbar Yang Maha Memperbaiki, tak merusak. Dilanjutkan Al-Mutakabbir Yang Maha Megah.
Dari sini kemudian Dik menyentil kurikulum pendidikan saat ini yang menurutnya tak melihat ke depan. Mestinya kita harus mendidik anak-anak kita sebagai bangsa pencipta dan penemu, bukan bangsa menjiplak dan peniru. “Kalau begini, nanti bakal ada tsunami yang lebih dahsyat dari tsunami Aceh, yakni gelombang pengangguran akibat kebodohan di mana-mana,” jelasnya.
Dik mengingatkan betapa dahsyatnya konsep pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro. Yang pertama Ki Hajar Dewantoro mengajarkan “cipto”. Mencipta dulu, bukan calistung (baca tulis dan hitung).
Ki Hajar pun menamakan tempat belajarnya “Taman Siswa”, bukan “sekolah siswa”. Karena orang bisa belajar di mana saja. Sedangkan sekolah, masuk kelas. Bukan hanya raga, tapi pemikiran tersekat. Jadi jangan harap anak-anak menjaga lingkungan. “Kita harus meloncat. Kalau kita mundur, itu harus dengan alasan karena kita ingin meloncat. Kalau kita melangkah harus maju,” falsafahnya.
Selain mengurai Asmaul Husna melalui kurikulum, Dik juga mengurai nama indah Allah itu melalui bola. Menurutnya, olahraga bola itu ciptaan Allah. Mengapa? ”Pemain bola ada berapa? 11. 11 itu Al-Khaaliq (Maha Menciptakan). Dalam bola harus menciptakan gol,” terangnya.
Dik melanjutkan, bila dua kesebelasan digabung maka berjumlah 22, Al-Khaafiz (Maha Merendahkan). “Semua yang jadi bintang di lapangan harus rendahkan hati. Jangan jumawa saat mencipta gol,” sarannya.
Selanjutnya, dalam bola ada 45 menit, itu merujuk pada Al-Waasi’ (Maha Luas). Bola ini tayangan paling luas, penontonnya pun paling bayak. Selanjutnya 45 ditambah 45 jadilah 90, Al-Maane (Maha Melarang). Maksudnya bila sudah ke menit 90 maka harus berakhir.
“Nah sekarang nomor berapa yang paling dicari pemain bola? Nomor 10, Al-Mutakabbir (Maha Memiliki Segala Keagungan). Kalau mainnya tak megah, maka tak bakal pakai nomor 10. Maradona pakai, Messi juga pakai,” urainya.
Yang terakhir, tentang kiper yang bernomor 1. Menurut Dik, semua di dunia ini menuju ke nomor 1, Tuhan yang esa. Demikian Dik, dia menempuh jalan sangat serius tapi dengan cara yang santai. ***

Tidak ada komentar: