Sabtu, 28 Agustus 2010

Hallaj, Sufi, Politik dan Teokrasi

Saya ingin membagi-bagikan sebuah kisah sufi zaman Abbasiyah yang tewas mengenaskan. Ada korelasi antara agama dan politik. Sang Sufi bernama Al Hallaj, peristiwa ini terjadi pada tahun 297 H / 909 M.

Tulisan ini saya sarikan dari tulisan Mohammad Guntur Romli yang saya olah juga dari berbagai sumber. berikut petikannya.

Apabila Ibn Arabi mengenalkan cinta sebagai agama dan imannya maka al-Hallâj menegaskan kematiannya untuk ”agama salib” yang dianutnya. Istilah "agama salib" merujuk ke puisi Hallaj: Di atas agama salib akan berakhir kematianku/bukan tanah lapang atau kota jadi tujuanku.

Akhir hayat Hallaj juga berakhir tragis lewati pelbagai penyiksaan yang brutal—seperti penyaliban, dipotong tangan dan kakinya sebelum dipancung. Prosesnya, setelah dikurung dalam penjara lebih 8 tahun, ia dicambuk seribu kali,dipukul mukanya, disayat hidungnya, dipotong-potong telapak tangan dan kakinya, lalu disalibkan semalaman.

Setelah Hallaj dipancung, tubuh tanpa kepalanya disiram minyak dan dibakar. Abu jenazahnya dibawa ke atas menara pengintai di Baghdad, ditabur-taburkan.

Kepala Hallaj tanpa tubuh dikirim ke Khurasan, sebuah kawasan yang dikenal memiliki pengikut setia ajarannya. Peristiwa horor ini dilakukan di arena publik, di gerbang kota Baghdad yang selalu ramai sebagai pelintasan penduduk atau pendatang. Sekadar diketahui, Baghdad kala itu merupakan kota maju. Ibarat Amerika atau Eropa zaman ini.

Eksekusi Hallaj bukan sekadar pembunuhan terhadap tubuh yang cukup renta —saat itu usianya 64 tahun— tapi sebuah tindakan teror pada publik. Pembunuhan yang sangat brutal terhadap Hallaj malah menunjukkan bahwa dia sosok yang memiliki pengaruh yang luar biasa di zamannya.

Kalau tidak punya pengaruh dan berdampak hebat, buat apa Hallaj dibunuh secara brutal? Pembunuhan yang brutal atas Hallaj ditujukan untuk menciptakan dan menebar ketakutan. Tapi siapa yang sebenarnya punya takut yang akut? Bukankah pembunuhan yang brutal menunjukkan pihak yang membunuh sangat takut pada pengaruh sosok yang dibunuh?

Tubuh Hallaj bisa dipotong-potong, disalib, dipancung, hidupnya bisa diakhiri, kitab-kitabnya dibakar, murid-muridnya diburu, jasadnya musnah jadi abu. Namun ajaran dan pengaruh Hallaj tak bisa dilenyapkan. Mayoritas para sufi yang lahir setelahnya mengakui kewaliannya dan mengembangkan ajarannya.

Dalam sebuah kisah yang menuturkan penyaliban dan eksekusi Hallaj, ditonjolkan keberaniannya menjelang malaikat maut datang.

Hallaj sendiri yang minta agar ia dibunuh, karena menurutnya ”hidupku ada dalam matiku” dan penyaliban dianggap sebagai ”hari yang paling bahagia dalam hidup”. Tak lupa Hallaj mohon ampun pada Tuhan bagi mereka yang terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap dirinya.

Cerita penyaliban Hallaj ini dinukil dari Ibn al-Sa’î al-Baghdâdî yang menulis kitab "Akhbâr al-Hallâj". Ketika Hallaj digiring untuk disalib, ia melihat kayu dan paku yang siap menyalibnya. Ia malah tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar.

Hallaj melihat al-Syibli (karibnya) di antra hadirin, dan meminta sejadah untuk salat sebelum dieksekusi. Di rakaat pertama Hallaj setelah Fatihah baca ayat 155 dari surah Albaqarah ”Dan sungguh akan kami beri cobaan padamu, dengan ketakutan, kelaparan...”

Di rakaat kedua ia membaca kutipan dari surat Ali Imran ayat 185 ”Tiap yang berjiwa memiliki kematian...” Setelah salat, Hallaj memanjatkan munajat, berikut kutipannya: ”Ya Allah, Engkau yang menjelma di segala arah, tapi Engkau tak menempati di setiap arah. Mereka hamba-hamba-Mu berkumpul untuk membunuhku, karena fanatik pada agama-Mu dan ingin mendekatkan pada-Mu. Ampuni mereka.

Apabila engkau menyingkap (Kebenaran) untuk mereka seperti yang Kau singkap untukku, mereka takkan melakukan tindakan ini.

Apabila Engkau menutupiku (Kebenaran) sperti Kau tutupi pada mereka, aku tidak akan diberi cobaan seperti yang aku alami sekarang.

Ya Allah terpujilah Engkau atas apa yang akan Kau lakukan, dan terpujilah Engkau atas apa yang Kau inginkan. Ibrahim Fatik perawi cerita ini dan murid Hallaj teringat dialog dengan gurunya di suatu malam.

Kata Hallaj, "Hai anakku, sebagian manusia mengatakan aku kafir, sebagian yang lain mengatakan aku wali. Namun yang mengatakan aku kafir, lebih aku dan Allah cintai dibanding mereka yang mengakui kewaliaanku."

”Kenapa bisa demikian Syaikh?” tanya Ibrahim Fatik pada gurunya, dia heran Hallaj lebih suka dianggap kafir dibanding wali.

"Mereka yang mengatakan aku wali, berarti punya prasangka yang baik terhadapku, sedangkan mereka yang mengatakan aku kafir, fanatik tehdap Allah."

Maksud dari kata-kata Hallaj barusan dia bersedia jadi korban bagi orang yang ingin mendekatkan diri pada Allah. "Hai Ibrahim,saat kau saksikan aku disalib, dibunuh jasadku dibakar, bagiku itulah hari yang paling bahagia dalam hidupku," kata Hallaj.

Kembali lagi di tiang eksekusi, Abul Harits, si algojo melanjutkan tugasnya, ia memotong tangan dan kaki Hallaj. Namun sufi tidak mengeluh waktu disiksa, ia berkata: Hai Tuhanku, aku telah masuk rumah penuh idaman, aku menyaksikan keajaiban."

"Tuhanku, Engkau yg bisa mengasihi pada orang yang menyakitimu, bagaimana Engkau tidak mau mengasihi orang yang disakiti karena-Mu?" Setelah tangan dan kaki Hallaj dipotong-potong, ia diangkat ke atas kayu untuk disalibkan. Saat itu muridnya, al-Syibli, datang dan menanyakan apa itu tasawuf. Hallaj menjawab: ”(Tingkat) yang paling rendah seperti yang kau saksikan sekarang”

”Apa puncaknya?” tanya al-Syibli kembali.

”Kau tidak akan pernah menemukan jalan menujunya,tapi engkau akan menyaksikan esok," jawab Hallaj.

Di tiang salib Hallaj berseru: Bunuhlah aku, karena aku akan hidup / Matiku ada dalam hidupku / dan hidupku ada dalam matiku.

Hallaj pun disalib semalam. Esok hari dia belum mati, perintah terakhir: dipancung! Sebelum dipancung Hallaj berteriak kencang: ”Dia Yang Satu, esakan Dia Yang Satu untuk-Nya!-hasba al-wâhid ifrâd al-wâhid lahu.

Hallaj pun mengutip Quran al-Syura ayat 18, “Orang yang tidak beriman kepada hari kiamat, meminta supaya hari itu segera didatangkan...

Setelah dipenggal,jasad Hallaj tanpa kepala disiram minyak,dibakar hingga jadi abu. Ditaburkan di atas menara agar tertiup angin/jatuh ke sungai. Kisah eksekusi Hallaj yg sangat brutal itu selesai.

Kisah penyaliban Hallaj tadi sengaja dikutip panjang lebar, karena untuk menyelami ajaran Hallaj, kita perlu memahami peristiwa penyaliban ini. Hallaj sendiri menyebut kematiannya dalam ”agama salib”. Al-Hallaj pun menisbatkan ajarannya pada peristiwa penyaliban.

Penyaliban Hallaj bukan yang pertama dalam sejarah Islam.Menurut Hadi al-Alawi dlm Târîkh al-Ta’dzîb fil Islâm (Sejarah Penyiksaan dalam Islam), mereka yang memberontak, melakukan pembangkangan apabila tertangkap oleh Penguasa dihukum salib. Kepala yang pertama kali dipancung dan diarak adalah Amr bin al-Hamaq, pengikut Syaidina Ali. Kemudian al-Husain, anak syaidina Ali cucu Nabi Muhammad.

Menyimpang atau Politis?



Hallaj identik dengan ajaran yang dituding menyimpang, tapi kenapa dia dieksekusi seperti tahanan politik? Apakah ia trlibat gerakan politik?

Simpan dulu penasaran anda soal hubungan Hallaj dengan politik, kita mulai dulu dari tudingan bahwa ajarannya menyimpang.

Nama Hallaj sudah identik dengan ajaran-ajaran yang dituding menyimpang, lebih banyak tuduhan itu dtang dari lawan-lawannya. Mereka menduh Hallaj punya pendapat haji tidak wajib, punya kalimat-kalimat untuk menyaingi Al Quran. Konon pula ia punya pengikut fanatik yang menyembahnya.

Hallaj punya ucapan yang sangat terkenal ”Ana al-Haqq”—Aku lah Kebenaran- sering dimaknai oleh lawan2nya sebagai: "Akulah Tuhan".

Oleh musuh-musuhnya Hallaj dituduh telah "mendaku" sebagai Tuhan. "Hooii... Al-Hallâj telah menuhankan dirinya!" teriak mereka.

Namun bagi pembelanya, ucapan Hallaj tadi masuk kategori "syathahat", ucapan yang kedengaran aneh bila seorang sufi dalam posisi ekstase. Padhal Hallaj bukan orang yang pertama punya ucapan aneh.

Pendahulunya seperti Rabiah al-’Adawiyah dan Bayazid al-Busthami juga punya. Contoh "syathahat" dr Rabiah dan Bayazid, adalah: Rabiah

meledek yang beribadah pamrih surga/takut neraka ditamsilkan sebagai kelakuan budak yang berperangai buruk (al-’abd al-sû’). Rabiah pun ingin membakar surga dan memadamkan neraka untuk memurnikan pengabdian manusia pada Allah.

Yang paling menggetarkan adalah ucapannya saat melihat Ka’bah seperti berikut: La urîdul Ka’bata wa lâkin Rabbal Ka’bah, hadzâ al-shanamul ma’bûd fil ardli mâ walaja Allahu wa lâ khalâ ’anhu”. Artinya, aku tak ingn Ka’bah, tapi Pemilik Ka’bah. Ini (Ka’bah) berhala yang disembah di muka bumi, padahal Allah tak pernah masuk/keluar darinya.

Sementara itu, Bayazid pernah berkata, ”Subhâni Subhâni mâ a’dzama sya’nî” (Mahasuci aku, Mahasuci aku, Mahaagung diriku). Atau ucapan Bayazid yg lain: ”Ma fil jubbati illa Allâh” (Di balik jubah ini tak ada yang lain kecuali Allah).

Namun di tengah ucapan yang kontroversial, dua tokoh sufi ini tak pernah disakiti, kewalian mereka diakui dan dianggap tokoh suci. Kalau sufi-sufi sebelum Hallaj punya ucapan-ucapan kontroversial, mereka tidak disakiti, mengapa Hallaj malah dibunuh?

Bagi pengikut setia Hallaj atau bagi mereka yg percaya ”keimanan” dan ”ketauhidan” al-Hallâj, ia dibunuh karena aktivitas politiknya. Artinya tidak ada yg aneh dari ajaran Hallaj, dia terbunuh karena ada konspirasi politik. Ia dituduh misionaris Qaramithah, sebuah kelompok agama-politik yang ingin mengkup penguasa Dinasti Abbasi. Hukuman Hallaj seperti musuh politik yang lain.

Dalam pemahaman ini, pembunuhan Hallaj adalah pembunuhan politis. Ia tak ubahnya ”kambing hitam” yang dikorbankan oleh politisi-politisi korup. Motifnya, untuk meraih simpati rakyat, para politisi mengeksekusi seseorang yang dituduh murtad dan zindiq, mereka dianggap bela agama. Pemahaman Hallaj sebagai 'kambing hitam'-meski tak terlalu keliru- tapi mengerdilkannya sebgai seorang pejuang, martir atau syahid.

Lantas bagaimana menempatkan Hallaj ini dengan tepat? Apakah karena:

1. Ajaran Hallaj yang dianggap janggal ia dibunuh. 2.Memiliki aktivitas politik dan pengikut yang mengancam penguasa. 3. Kambing hitam? Untuk menjawab tiga pertanyaan tadi: hubungan Hallaj dengan agama dan politik, ada baiknya kita mengetahui riwayat hidup al-Hallaj.

Riwayat Al Hallaj

Nama "daging" Hallaj adalah al-Husain, ia disebut "bapak penolong" karena suka menolong bukan karena punya anak bernama al-mugits. Hallaj orang Persia asli, lahir di sebuah kawasan yang kini berinduk pada provinsi Fars (kawasan asli asal-muasal bangsa Persia).

Kakek Hallaj masih penganut Zoroaster (majusi/penyembah api) ayahnya masuk Islam diberi nama Manshur. Sedangkan asal nama al-Hallaj ada perbedaan pendapat. Ada yang menyebut, Al-Hallaj berarti "penggaru" katanya ayah Hallaj yakni Manshur punya pekerjaan sebgai "Hallaj" "penggaru/pemisah kapas dr biji-bijinya" Menurut versi lain, diambil dari karamah (perbuatansupranatural). Alkisah, suatu hari Hallaj minta tolong penggaru kapas, tapi ditolak, karena sibuk.

Kata Hallaj, "Tolonglah aku, biarkan aku menyelesaikan pekerjaanmu "menggaru kapas" si penggaru kapas setuju dan pergi. Kejadian ini menujukkan karamah Hallaj yang mampu membersihkan kapas segudang dalam waktu cepat-ia pun dikenal sebagai "al-Hallaj".

Versi lain, Hallaj dikenal sebagai "Hallajul Asrar" atau penyingkap rahasia, karena bisa mengetahui isi hati orang yang menemuinya.

Hallaj berguru pada tokoh-tokoh sufi di zamannya seperti Sahl al-Tustari, Amr al-Makki, Abu Ya’qub al-Aqtha’ dan al-Junaid al-Baghdadi. Hallaj menikah dengn putri gurunya Abu Ya’qub—istri satu-satunya dalam hayatnya.

Pernikahan ini memantik cemburu gurunya yang lain:Amr al-Makki. Sebgai murid yang cerdas dan tekun, Hallaj menarik simpati guru-gurunya dan ingin mengangkatnya sebagai menantu. Namun Hallaj diceritakan memiliki hubungan yang kurang baik dengan guru-gurunya seprti Amr al-Makki dan al-Junaid, karena beda aliran politik.

Guru-guru Hallaj adalah orang-orang sunni yang cenderung apolitis (mlempem pada penguasa), sementara Hallaj latarbelakang keluarga dan mertuanya syiah. Mertua Hallaj berasal dari suku yang menganut syiah ghulat (ekstrim) yang sering dituding terlibat pemberontakan untuk menggulingkan penguasa yang sunni.

Hallaj ibarat muara yang menerima dua aliran yang bisa dianggap subversif: ajaran-ajaran agama seperti Rabiah dan Bayazid, serta politik oposisi Idiom-idiom tasauf Hallaj pun penuh dengan simbol-simbol kebatinan syiah. Misalnya kode-kode huruf yang sering dipakai Hallaj huruf mîm pada Muhammad, ’ain pada Ali, dan sîn pada Salman al-Farisi.

Namun yg menarik khazanah spiritual Hallaj yang kaya bersumber dari mistisisme Islam (tasuaf) dan mistisisme tradisi-tradisi lain:Kristen,Buddhisme, dan lain-lain. Hallaj adalah sufi pelancong, dia melakukan perjalanan spiritual ke Timur sampai Kashmir. Bagi lawannya ia dituduh belajar sihir.

Perjumpaan Hallaj dengan tradisi-tradisi mistisime yang lain, dengan pelbagai penganut agama, diadopsinya untuk memperkaya "rute spiritual" menuju Tuhan. Kekayaan pengalaman spiritual dan kedalaman pengetahuan Hallaj jadi daya tarik bagi pengikutnya di samping cerita karamah-karamahnya yang tak habis-habis.

Daya pikat Hallaj bukan hanya ajarannya yang dalam dianggap ”ilmu khusus” yang mengikutinya dianggap ”anggota kelompok spiritual yang istimewa”. Hallaj punya pandangan-pandangan2 sosial yg ajarkan persaudaraan antar-manusia,lintas iman&pengakuan kesetaraan,serta solidaritas.

Hallaj dikenal ringan tangan dalam membantu yang lemah. Ia pernah menerima sekantung uang dinar, dibawa ke masjid yang di dalamnya orang-orang miskin tidur kelaparan.Hallaj bagikan uang itu sampai habis. Ia tidak menyimpan untuk dirinya. Ia pun dipanggil “Abul Mughîts” yang berarti ”sang Penolong”.

Inilah pesona Hallaj waktu itu, ia yang dipercaya dekat dengan Tuhannya, ia pun dekat dengan umatnya. Pengikut dan simpatisan Hallaj tidak hanya kaum lemah, tapi juga kalangan elit istana, ulama, politisi dan keluarga kerajaan.

Dari kalangan ulama Hallaj memperoleh simpati dari guru-guru besar madzhab Syafii & Hanbali—dua madzhab yang d ipinggirkan oleh Dinasti Abbasi. Hallaj adalah pemimpin sebuah gerakan spiritual yang mendapat simpati besar, gerakan ini jga peduli pada krisis sosial yang terjadi.

Pengaruh ajaran dan politik Hallaj bawa kekhawatiran pada dua kubu di penguasa pemerintah Abbasi (1) politisi (2) ulama-penguasa. Para politisi takut pengaruh Hallaj akan ciptakan bentuk pembangkangan baru, setelah sebelum ini terjadi pemberontakan terus-menerus.

Sedangkan ulama-penguasa (khususnya dr madzhab Maliki dan Dhahiri) takut ajaran Hallaj yang mementingkan "makna batin" agama akan menggusur fiqh. Dua kubu yang korup ini bersatu untuk menghancurkan Hallaj yang dituding bisa mengancam eksistensi mereka. Inilah makar / konspirasi.

Cara yg efektif untuk jegal gerakan Hallaj dengan dua tuduhan: murtad-zindiq, berarti musuh agama dan trlibat Qaramithah yang berarti musuh raja. Tahun 297 H / 909 M keluar fatwa dr Muhammad bin Dawud ulama Dhahiri, yang mengkafirkan Hallaj atas tuduhan bersatu dengan Allah. Hallaj ditangkap (bandingkan dengan kisah Syeh Siti Jenar).

Namun saat itu, Hallaj dibela oleh Ibn Suraij seorang ulama besar dari madzhab Syafii dengan alasan berikut: "Bagiku Hallaj hafal Quran dan pnya pemahaman yang baik terhadap ilmu-ilmu agama. Dia rajin puasa dan salat malam, meski kata-katanya tak kupahami, bukan berarti dia kafir."

Atas pembelaan Ibn Suraij, Hallaj untuk sementara selamat dari eksekusi. Namun setelah Ibn Suraij wafat, tak adapembela Hallaj yang berwibawa. Hallaj mulai disidang kembali zaman menteri Hamid al-Abbas yang dikenal kejam dalam menarik upeti,ia berkoalisi dengan Abu Umar bin al-Hamadi.

Abu Umar bin al-Hamadi ulama fiqh Madzhab Maliki memiliki ambisi untuk menduduki ketua hakim-agung (qadlî al-qudlât). Ulama madzhab Hanbali bernama Ibn Atha’ yang coba bela Hallaj, dipukuli sampai sekarat, dipulangkan dan meninggal tak lama kemudian.

Mudah ditebak jalannya sidang agama yang bukan untuk cari kebenaran atau klarifikasi tapi hanya tuduhan-tuduhan: al-Hallâj kafir, zindiq.

Vonis pun dijatuhkan pada Hallaj dengan alasan keluar dari agama dan pengacau. Hukumannya seperti yang diceritakan di awal.

Monarki Teokrasi


Kisah Hallaj ini tak lepas dari sistem sebuah pemerintahan dimana pemerintah/urusan politik mulai mengatur urusan agama dan sebaliknya, agama mengatur urusan negara. Hal ini juga berulang ratusan tahun setelahnya, pada era yang disebut "The Dark Middle Age". Zaman kegelapan dan zaman kehancuran peradaban bagi Nasrani Eropa karena bentuk pemerintahan yang Monarki Teokrasi. Para Pemuka Agama campur tangan dalam pemerintahan.

Salah satu tragedi besar dalam sejarah Monarki Kristen yaitu dihukum matinya Galileo Galilei karena mengungkap kebenaran science bahwa bumi beredar mengelilingi matahari. Gereja mengambil peranan penting dalam proses penghukuman ini.

Tragedi lainnya adalah dihukum matinya Joan of Arc (Jeanne d'Arc), seorang legenda pahlawan perang Perancis dalam mengusir penjajahan Inggris. Joan of Arc dihukum mati atas konspirasi Gereja di dalam kerajaan yang memilih untuk tunduk kepada Inggris.

Kembali lagi sistem pemerintahan dalam Islam, Nabi Muhammad tidak pernah menyebutkan bentuk pemerintahan. Bahkan tidak pernah mengkritik pemerintahan kerajaan yang menjadi satu-satunya sistem negara zaman itu. Nabi hanya memberikan tauladan sebagai pemimpin bagaimana memerintah yang baik.

Menjelang wafatpun, beliau tidak menunjuk seorang pengganti, itu tandanya bentuk pemerintahan diserahkan kepada umat sesuai perkembangan zaman.

Adapun masa sahabat Nabi, bentuk pemerintahannya kekhalifahan, yaitu pemerintahan musyawarah. Tapi pada perkembangan selanjutnya kekhalifahan justru bergeser menjadi sistem kerajaan alias monarki.

Ada banyak tragedi dalam monarki Islam, tidak kalah banyaknya dengan tragedi monarki Kristen. Diantaranya pembantaian ahlul bait dengan terbunuhnya cucu Nabi, yaitu Hasan dan Husein. Kemudian pembantaian keluarga kerajaan bani Umayyah oleh bani Ustman.

Beberapa cerita lain adalah pelarangan suatu mazhab karena bertentangan dengan mazhab yang sedang hegemoni di dalam kerajaan.

Tidak ada komentar: