Minggu, 22 Agustus 2010

Tarif Listrik Lampaui Singapura; Batam Lumpuh

PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak 1 April 2010 lalu, telah menaikkan tarif gas untuk PT PLN Batam. Keputusan ini akan memicu keinaikan tarif listrik Batam untuk bisnis dan industri, lebih tinggi dari Singapura. Dunia usaha pun terancam lumpuh.



Hal ini diungkap Irwansyah, anggota Komisi III DPRD Batam yang membidangi masalah listrik. “Saya mendapat laporan ini dari PLN Batam,” jelasnya.

Meski telah diputuskan 1 April lalu, namun kenaikan tarif ini belum diberlakukan karena masih terjadi penolakan oleh Pemko Batam, DPRD Batam, dan PT PLN Batam sendiri.

Hingga saat ini, ketiga instansi tersebut terus melakukan protes ke pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, agar kenaikan tarif gas tersebut dibatalkan.

Selanjutnya Irwansyah membeberkan beberapa jilid data resmi, terkait rencana PT PGN itu. Untuk tarif K2 (klasifikasi pelanggan gas PGN untuk PLN Batam) dari yang semula 3,84 dolar AS per MMBTU ditambah toll fee Rp605 per meter kubik, menjadi 4,22 dolar AS per MMBTU ditambah toll fee Rp700 per meter kubik. Bila diprosentasikan, total kenaikannya dari tarif sekarang berkisar 11,3 persen.

PLN, lanjut Irwansyah mengatakan, nanti yang akan memikul kenaikan tarif baru PGN tersebut adalah konsumen sektor industri dan bisnis, sedangkan rumah tangga tetap.
Hal ini tentu semakin mengguncang dunia usaha dan industri, sebagai pelanggan terbesar PLN Batam ini.

Keterlaluan!

Menurut Irwansyah, ini sudah keterlaluan. Dengan tarif saat ini saja -yang sudah mendekati tarif listrik Singapura- yakni rata-rata Rp1.113/kwh, membuat dunia usaha dan industri gelagapan. Bagaimana lagi bila nanti naik melampuaui atau tepatnya lebih mahal dari Singapura.

Bandingkan dengan tarif dasar listrik nasional yang hanya rata-rata Rp735/kwh. Jadi tarif listrik di Batam sudah 51 persen lebih tinggi. Bila dilihat di Jakarta, selain tarifnya murah, mall-mall di sana masih dapat subsidi dari pemerintah pusat. Sedangkan Batam, tidak.

“Makanya saya katakan Batam akan lumpuh total. Industri akan tutup, demikian pula sektor bisnis, seperti hotel, mall dan tempat hiburan,” jelas Irwansyah.

Prediksi Irwansyah ini didasarkan bahwa Batam tidak memiliki sumber daya alam, semisal hasil sawit, karet, batu bara dan lainnya. Berbeda dengan daerah lain.

Batam hanya mengandalkan letak geografis, sebagai daerah yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia. Artinya, Batam menggantungkan kelangsungan hidupnya dari sektor jasa, seperti bisnis dan industri.

Bila nanti tarif listrik untuk industri dan bisnis ini naik lagi, yang kali ini lebih mahal dari Singapura, tentu saja kelangsungan penggerak ekonomi Batam tersebut akan guncang. Efek dominonya akan merembet ke hal lainnya.

Contoh yang paling dekat, ketika pemerintah daerah melarang pasokan lele dari Malaysia, dalam sekejap lele segar jadi langka. Industri rumah makan yang menyediakan pecel lele ini guncang.

Sementara itu, lele yang ada saat ini tak lagi segar. Dari segi rasa juga sudah berkurang, karena agar bau amisnya tak menusuk, harus digoreng kering. Akibatnya, banyak penggemar lele berkurang dan omset rumah makan pun menurun, bahkan ada yang tutup.

Belum lagi saat ini kondisi Batam tak menentu, akibat FTZ tak jalan sebagai mana yang diharapkan. Batam pun kian susah. Arus keluar masuk barang tak seperti yang diharapkan. Barang-barang impor juga masih mahal, dan belum leluasa untuk memasukkanya. Masalah pemasukan mobil juga belum jelas, ditambah lagi ada PMK tentang penerapan PPN 10 pada tarif jasa telekomunikasi.

“Jadi, bagaimana lagi Batam bisa hidup?” ujar politisi PPP ini.

Ajak Dunia Usaha Protes PGN

Menurut Irwansyah kenaikan tarif gas yang akan memicu naiknya tarif listrik tersebut, sebenarnya tak perlu terjadi. Karena berdasar hasil eveluasi pemerintah dalam hal ini Dirjen Migas, pada rapat tanggal 5 Juli lalu terungkap, harga jual gas untuk PT PLN Batam oleh PGN dinilai sudah memberikan margin yang cukup baik.

Jadi kenapa harus naik lagi, jika harga lama sudah memberikan margin yang baik bagi PGN? Logikanya dari mana? Ini yang belum terjawab.

“Sekarang saja tarif listrik industri dan bisnis sudah mendekati Singapura. Bila nanti melampaui Singapura, apa kata dunia? Kita punya gas, kok listrik di Batam lebih mahal dari Singapura? Padahal, gas untuk listrik Singapura dari Indonesia!” sergah Irwansyah.

Berdasar kondisi ini, Irwansyah mengajak semua kalangan dunia usaha yang tergabung dalam Apindo, Himpunan Kawasan Industri (HKI), Hipmi, dan organisasi pengusaha lainnya untuk membuat surat kepada PT PGN meminta agar gas jangan dinaikkan.

“Mari kita sama-sama berjuang,” ajaknya.

Menurutnya, DPRD dalam hal ini Komisi III, sudah menyampaikan pada PLN kalau gas PGN naik, lalu PLN mengajukan kenaikan tarif listik ke DPRD, maka dia pastikan akan ditolak.

Bila misalnya PGN tetap ngotot menaikkan tarif gas, sementara DPRD menolak kenaikan tarif listrik, maka PLN tak akan punya uang untuk membayar gas. Otomatis pasokan gas untuk PLN Batam dihentikan, pembangkitnya macet, maka Batam akan gelap gulita.

“Makanya saya katakan, akan lumpuh total. Ini hal yang luar biasa,” sebutnya. ***

Tidak ada komentar: