Jumat, 01 Mei 2009

Ayo Tersenyumlah, Tertawalah (1)

Hey, senyumlah… ayo, jangan malu, jangan gengsi, senyum. Ayolah, enak kok, efeknya juga bagus, bisa merangsang hormon endogen (awat muda) dan adrenalin (semangat). Ayolah, senyum kalau bisa tertawalah, lepaskan semua masalah Anda bersamanya.Mungkin Anda bertanya, apa maksud saya kok tumben saat ini menjadi provokator senyum dan tawa? Ya, karena saya tak ingin Anda diserang penyakit yang berawal dari stress, seperti vertigo, darah tinggi, insomnia, anemia, bahkan jantung!

Karena itu, ringankanlah beban Anda, tersenyumlah, tertawalah, lepaskanlah beban Anda bersamanya. Ayo senyum, ayo bahagia, ayo tertawa, wa ha ha ha…

Memang, pada sebagian masyarakat tertentu, tersenyum sangat ringan, tapi di masyarakat perkotaan, ini menjadi barang yang amat mahal. Lihatlah, mereka, semua berjalan dengan wajah muram dan tegang.

Masuklah ke kantor-kantor, suasananya bagaikan neraka kecil, penghuninya bak robot, berjalan dengan wajah murung, tak ada canda, apalagi tawa. Entah apa masalahnya, sehingga senyum-senyum itu dirampas dari wajahnya.

Mungkin, inilah yang sudah diresahkan Rasulullah Muhammad Sallallahu wa alaihi wa salam, sehingga dia sampai-sampai bersabda agar umatnya menyedekahkan senyum di muka bumi ini, karena ini adalah ibadah termudah untuk mengubah agar dunia lebih baik, agar suasana lebih cerah.









Nah, tunggu apa lagi, ayo kita ikuti perintah Rasul. Ini ibadah, berpahala. Lepaskanlah senyum Anda, percayalah Anda lebih baik tersenyum dari pada murung, karena apa, otot wajah akan lebih banyak bekerja, jika Anda murung.

Janganlah milik-milih, mau tersenyum saja, masih lihat dulu siapa yang kita temui, cewek cantikkah? Orang kayakah? Waduh, kalau sudah begini apa bedanya Anda dengan syaitan yang pemuja materi itu?!
















Saat Allah perintahkan dia sujud kepada Adam, dia membangkang, karena menurutnya Adam terbuat dari tanah, sedangkan dia terbuat dari api. Menurutnya, api lebih tinggi kualitasnya dari tanah. Karena kesombongannya ini, Allah mengusirnya dari syurga.

Konyolnya lagi, ada yang bangga jika ke-mana-mana membawa wajah murungnya. “biar berwibawa,” katanya. Ha ha ha, entah teori apa ini. Ya sudah, kalau demikian selamat datang penderitaan! Jangan heran jika kebahagiaan tak akan Anda temukan.

Namun memang, ada saja yang membuat senyum ini direnggut dari wajah kita. Semua bermula, karena kita kurang ihlas di setiap peran dan hasil. Inilah yang membuat pikiran kita teracuni.

“Kadang kita, dalam pekerjaan, sering merasa tak puas oleh tingkah bawahan atau atasan, sehingga bikin dongkol di hati. Sebel!” curhat seorang rekan, menjawb mengapa kok susah tersenyum.

“Kalau begitu jangan dipendam, sampaikan uneg-uneg Anda,” saran saya.
“Sudah, tapi mereka tak mau tahu.”
“Kalau begitu ya sudah, lepaskan saja, biarkan saja, toh Anda sudah melakukan ihtiarnya.”

Saya paham maksud rekan saya ini, dia tak puas. Tapi, mau bagaimana lagi, kadang hidup berjalan tak seperti yang dia inginkan dan harapkan. Ada kalanya, ketidak puasan ini kita bawa sampai ke warung-warung kopi. Menggunjing.

























Waduh, sedap betul memang “memakan bangkai saudara sendiri”, sampai-sampai lupa waktu. Semua keburukan orang (bisa atasan) yang membikin kita tak puas itu, diumbar bebas.

Namun apa hasilnya? Selain berdosa, juga ini tak akan mengubah keadaan (keputusan). Nah, inilah maksud kalimat “ihlas di setiap peran dan hasil” tadi. Ya sudah, lepaskan, jangan biarkan ini menjadi racun di otak dan pikiran, tersenyumlah, tertawalah. Ha ha ha…

Tahu tidak, di kota-kota besar, seperti Jakarta, berapa orang-orang kaya itu merogoh koceknya dalam-dalam, hanya karena ingin bisa tersenyum dan tertawa. Ada saja nama metodenya, ada Emotional, Spiritual, Qotient (ESQ), ada juga yang bernama terapi tertawa.

Padahal, ini bisa kita ciptakan sendiri, syaratnya, ya seperti yang sudah kita singgung dalam tulisan di atas; ihlas di setiap peran dan hasil.



Tidak ada komentar: