Minggu, 24 Mei 2009

Ikrar

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, baik SD maupun madrasah, dulu saya dan kawan-kawan, sering membacakan ikrar sebelum pelajaran dimulai.

Di bangku SD, biasanya ikrar yang dibacakan adalah ”Pancasila”. Saat itu, secara bergiliran, salah seorang dari kami maju ke depan kelas memimpin pembacaan ikrar ini lalu diikuti yang lain.

”Pancasila” (diikuti yang lain).
”1.” (diikuti yang lain)
”Ketuhanan Yang Maha Esa” (diikuti yang lain)
”2.” (diikuti yang lain)
”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” (diikuti yang lain)
”3.” (diikuti yang lain)
”Persatuan Indonesia.”
”4.” (diikuti yang lain)
”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.” (diikuti yang lain)
”5.” (diikuti yang lain)
”Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” (diikuti yang lain)
Selesai. Lalu sang kawan kembali ke bangkunya.

Ikrar bahwa kami adalah bangsa ber-pancasila ini, akan semakin banyak dilakukan pada hari-hari tertenti. Minimal bisa dua kali sehari. Misalnya, tiap upacara bendera pada hari Senin, atau pada upacara hari besar kenegaraan lainnya.







Setelah jam SD berakhir sekitar pukul 12.00, saya pun masuk madrasah yang dimulai pukul 13.00. Di sini, kami kembali berikrar sampai dua kali, yakni pada jam sebelum dan sesudah pelajaran dimulai. Namanya juga madrasah, tentu ikrarnya diambil dari doa-doa atau ayat-ayat suci Alquran.

Sebelum jam pelajaran dimulai, salah seorang dari kami maju ke depan kelas, lalu memimpin pembacaan doa yang juga ikrar, sekalian denagn terjemahannya.

”Raditu billahi Robba, wa bil islami diina, wa bi Muhammadin nabiyyan wa rasula.... ” (diikuti yang lain). Artinya, kami berikrar bahwa Allah, Tuhan kami, Islam agama kami, Muhammad Rasul kami.

Setelah kalimat ini selesai, disambung dengan doa Nabi Musa, ”Rabbi sahli sadri, wa yasirli amri...” Artinya, kami sebagai mana Nabi Musa, meminta (doa) kepada Allah, “Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”

Begitulah. Hingga, saat jam pelajaran usai, kami masih membaca ikrar lagi. Kali ini, diambil dari Surah Al-’Asr. Kembali seorang teman maju ke depan, memimpin dan diikuti bagi yang lain. ”Wal asri...” Artinya, saat itu kami berikrar siapa kami dan apa tujuan kami.

”Demi masa (waktu), sesungguhnya semua manusia itu berada dalam keadaan merugi, kecuali dia termasuk mereka yang selalu beramal saleh, yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.”










Demikianlah. Ikrar-ikrar ini terus kami baca, dari hari-ke hari. Dalam setahun, lebih 300 kali kami membacanya. Hingga setelah masa kulian, dan bekerja, saya tak lagi diminta untuk berikrar secara formal semacam ini.

Hingga tadi pagi, Senin, pukul 07.25 saat hendak membayar kredit rumah di sebuah bank, lapat-lapat saya mendengar pegawainya membacakan ikrar sebelum jam kerja dimulai, sekitar pukul 07.30. Saya mendengar, salah seorang dari mereka memimpin, lalu diikuti pegawai yang lain.

Ikrar yang meereka bacakan, adalah visi dan misi bank tersebut yang lalu ditutup dengan lagu mars dan yel-yel, ”Go Batam, go Batam, go...! Setelah tiu, mereka bubar menuju meja kerja masing-masing. Saya lihat, wajah mereka bersemu merah, keringat bercucuran. Rupanya, mereka berikrar dengan semangat. Menarik juga.

Dari sini saya merenung kembali, ”Ah ternyata tak hanya ikrar itu penting juga! Bahkan perusahaan profesional semacam bank-pun perlu melakukannya!”










Ikrar adalah janji, ikrar adalah, tekad. Dengan demikian, orang yang berikrar otomatis telah berjanji, membulatkan tekad, untuk berjalan sesuai jalur. Ikrar yang terus dilakukan berulang inilah, nantinya diharapkan akan melekat di hati dan pikiran, sehingga menjadi landasan, bahkan tujuan hendak ke manakah mereka menuju.

Atau di perusahaan, bisa jadi sebagai penyadar bagi karyawan tentang, apa, bagaimana, bahkan hendak kemana tujuan perusahaannya itu. Yang tentu juga, sebagai alat kontrol atau pemandu bagi si karyawan saat menjalankan aktivitasnya.

Oh, alangkah konyolnya, jika seorang karyawan tak mengerti akan apa dan bagaimana perusahaannya itu sendiri. Di harapkan dengan berikrar semacam ini, mereka menjadi paham.

Sehingga jika mereka melakukan kekeliruan saat beraktivitas, otomatis hatinya akan segera menegur, ”Hei, ingat kamu kan udah berjanji tadi pagi, memproritaskan nasabah!”

Atau, ”Hei, ingat, kamu udah berikrar akan memberikan pelayanan prima pada nasabah. Inilah tujuan kamu bekerja di sini!”
Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar: