Rabu, 14 Oktober 2009

Little Mecca

Terhitung hari Senin 28 September - Kamis 8 Oktober, saya berlibur ke Pulau Bawean. Banyak kisah unik yang berhasil saya rangkum di pulau yang berada 80 mil utara Jawa Timur itu. Seperti kisah saat saya melihat alun-alun Sangkapura menjelma menjadi Little Mecca (Mekkah Kecil).


Sudah sejak 30 Agustus lalu, Alun alun Sangkapura, di depan Masjid Jami, berubah menjadi Mekkah kecil. Ada miniatur ibadah haji di sana, Safa, Marwah, Hijr Sulaiman, sekaligus bangunan Kakbah setinggi 10 meter.

Replika Baitullah ini mirip denga aslinya. Posisi Kakbah itu berada di tengah, menutupi tugu yang terpasang di sana.

Bila malam, alun-alun ini terang benderang oleh banyak lampu led ukuan besar yang terpasang pada poin-poin tempat pelaksanaan ibadah haji itu.

Semula, hal ini ditujukan untuk latihan masik haji jamaah dari Pulau Bawean, 22 September lalu. Namun setelah acara itu usai, miniatur ini belum dibongkar.

Bila dilihat dari kegunaannya, jelas alun-alun Sangkapura sudah kehilangan fungsinya. Apa itu? Sebagai tempat warga berkumpul, sebagai plaza masyarakat, sebagaimana yang didisain para penemu tata kota zaman Belanda dahulu.

Ya, gimana mau berkumpul, karena sudah menjadi miniatur ibadah haji. Namun, sah-sah saja lah, toh masyarakat bisa menerima. Malah, katanya, kesan Bawean sebagai Pulau Religius jadi kian tampak dengan adanya miniatur Haji ini.

Namun sayang, sang pembuat miniatur ini, lalai memperhatikan hal kecil, sehingga membuat simpati masyarakat terhadap panorama religi ini jadi agak luntur.

Hal ini saya dengar saat bertandang kesebuah rumah cukur. Di sana, beberapa pelanggan yang datang menggunjingkannya.

"Itu, mau sampai kapan alun-alun jadi tempat ibadah haji ya?" tanya salah seorang dari mereka.

" Tao, kalakoanna sapa jereak (Entahlah)," jawab yang lain cuek.

Kemudian, keduanya terlibat perbincangan sengit. Intinya, mereka mulai merindukan kembali suasana alun-alun seperti dulu. Buat apa dibuat ada Kakbah segala, toh tak dirawat juga.

"Engkene Kakbe-na la bennyyak carrek, eano kanak-kanan. Kadeng bede embik apa semasok (Sekarang dinding Kakbah-nya sudah banyak yang robek oleh anak-anak. Kadang juga kambing masuk ke situ," ujar yang lain bersemangat.

"Mong eson sepaleng penggel, lestrekna odik terros, sampek seang. Sementara oreng laen mate-matean (Kalau saya paling keki lihat lampu listrik di sana dibiarkan hidup. kadang sampai siang. Sementara lampu di rumah kita sering mati bergiliran," ujarnya.

Sejak mendengar percakapan itu, saya jadi tertarik melihat miniatur ibadah haji ini. Tiap kali melintas, selalu saya perhatikan. memang benar apa yang dikemukakan mereka.

Kondisi miniatur Kakbah-nya mulai lapuk dan banyak yang robek. yang paling miris, emnyaksikan lampu-lampu berwatt besar itu dibiarkan menyala hingga matahari di atas kepala.

Saya pernah berbincang soal ini denagn pemred Media Bawean Abdul Basit. Menurutnya, lampu itu sudah ada yang nanggung.

Oke sih, namun bukankah pemborosan itu tak baik? Apalagi dilakukan di saat krisis listrik tengah mencengkram Bawean?

Foto: Miniatur Kakbah yang sudah koyak moyak itu.

-------



Simak terus kisah menarik seputar liburan di Pulau Bawean di blog ini.

Tidak ada komentar: