Minggu, 18 Oktober 2009

Profesi Wartawan

Terhitung hari Senin 28 September - Kamis 8 Oktober, saya berlibur ke Pulau Bawean. Banyak kisah unik yang berhasil saya rangkum di pulau yang berada 80 mil utara Jawa Timur itu. Termasuk bagaimana mereka memandang tentang Profesi Wartawan.

Pandangan warga di kampung saya tentang wartawan, sama halnya dengan masyarakat di belahan pertiwi ini. Wartawan itu, ya meliput berita. Titik.

Sehingga tiap kali saya bertemu orang yang mengenal saya, mereka selalu bertnya, ”Lho, meliput apa di Bawean?” Atau ada lagi, ”Enggak meliput gempa ke Padang?”

Atau ada lagi yang lebih parah, ”Tolong dong saya acara saya diliput, biar masuk ke koran di Batam,” ujar seorang yang menyelenggarakan selamatan tujuh bulanan.

Mendengar ini, saya kadang hanya tersenyum. Adakalanya saya menjawab, bahwa saya sedang cuti, jadi takl meliput dulu. Atau agar mereka puas, ya sudah, saya ambil kamera poket saya, lalu jepret-jepret. Lalu saya bilang, ”Nah, nanti ini saya terbitkan di Jawa Pos Batam,” jelas saya.

Yang saya maksud ”Jawa Pos Batam” adalah Batam Pos, institusi tempat saya bekerja. Maklumlah, di kampung kami warga lebih mengenal Jawa Pos. Merekapun senang.

Anggapan wartawan meliput, memang ada benarnya, namun juga kurang tepat. Karena di era industrialisasi pers sepesat abad ini, wartawan tak melulu orang yang meliput berita di lapangan.

Berdasar undang undang pers, yang disebut wartawan itu adalah orang yang secara konsisten mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita. Dari pengertian ini, jelas, seorang wartawan tak hanya sebagai orang yang mencari (meliput) berita saja, namun ada bagian-bagian lain. Yang penting harus konsisten. Itu saja.

Untuk menjaga konsistensi itulah, maka dibentuk sebuah perusahaan pers. Di dalam perusahaan pers ini, seorang wartawan bisa jadi dia menjabat sebagai sekretaris, kepala bagian, kepala departemen, manajer, general manajer, direktur, direktur utama, bahkan seorang presiden direktur.

Oleh karena itu pada perusahaan-perusahaan pers yang besar, baik dari segi modal dan reputasi, seorang wartawan yang duduk di level pimpinan kadang diajar bagaimana itu mengelola perusahaan.

Mereka belajar financial non manajemen (keuangan), pemasaran, iklan dan tentu saja, organisasi dan tata laksana perusahaan. Bisa jadi saat itu mereka disiapkan suatu saat bisa mengisi posisi entah sebagai direktur keuangan, pemasaran dan lain sebagainya.

Inilah yang sebenarnya yang sebanarnya mau saya jelaskan pada mereka, namun tak ada waktu.

Hingga akhirnya kesempatan itu muncul, ketika Koko Sujatmiko, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Sangkapura, Bawean mengundang saya ke kantornya untuk berdiskusi soal pers.

Di sanalah saya menjelaskan sedikit organisasi kewartawanan, yang sebagian sudah saya jelaskan di atas.

Menurut saya, duania wartawan saat ini sama dengan dunia profesional lain yang memiliki jenjang karir. Mereka bekerja juga berdasarkan perencanaan, ada agenda setting, bussiness plan dan lain-lain.

Dalam perusahaan pers yang besar, karir wartawan dimulai sebagai reporter. Inilah ujung tombak. Merekalah yang meliput berita di lapangan. Selanjutnya, naik lagi sebagai asisten redaktur lalu redaktur.

Ini adalah semacam kepala bagian, orang yang bertanggung jawab akan satu persatu halaman koran. Redaktur juga bisa disebut editor, atau produser.

Naik lagi, ada asisten redaktur pelaksana dan redaktur pelaksana. Semacam kepala departemen. Mereka yang mengelola satu sesi koran. Dalam setiap eksemplar koran, biasanya ada beberapa sesi.

Naik lagi ada wakil pemimpin redaksi dan pemimpin redaksi. Mereka yang mengepalai redaksi. Di posisi lain, pemimpin redaksi bisa juga disebut manajer. Cuma beda bahasa saja, tugas-tugasnya sama.

Di atas Pemimpin redaksi ini ada Pemimpin umum, atau general manajer, ada juga nanti direktur, direktur utama, hingga chief executif officer (CEO).

Dari sini jelas, orang yang bertugas meliput itu adalah reporter. Reporter adalah wartawan, namun tak semua wartawan adalah reporter.

Semua ada tugas pokoknya, namun sah-sah saja bila selain reporter masih mau meliput. Toh, Dahlan Iskan saja, bos, bos, bos, bos, bos, bos, bos, bos, bos, para bos koran, masih mau meliput.

-------
Simak terus kisah menarik seputar liburan di Pulau Bawean di blog ini. Selengkapnya...

Tidak ada komentar: