Sabtu, 17 Oktober 2009

Misteri Baju Koko Basit

Terhitung hari Senin 28 September - Kamis 8 Oktober, saya berlibur ke Pulau Bawean. Banyak kisah unik yang berhasil saya rangkum di pulau yang berada 80 mil utara Jawa Timur itu. Seperti saat saya mengungkap tentang Misteri Baju Koko Basit.

Salah satu pertanyaan yang saya siapkan dari Batam setibanya di Bawean saat bertemu Abdul Basit, Pemred media Bawean, adalah; Mengapa selalu mengenakan baju koko? That it!

Sebenarnya, pertanyaan ini muncul ketika saya banyak mendengar bahwa Basit selalu mengenakan baju koko dalam kesehariannya.

”Pokoknya kalau kamu lihat orang yang siang malam selalu pakai baju koko, pasti itu Basit,” kisah seorang kawan, menjawab saya yang penesaran seperti apa Basit itu.

Ya, memang selama ini saya belum pernah bertemu langsung dengan Basit. Pertemanan kami hanya terjadi di dunia maya dan di dunia pulsa saja.

Dan, setelah lama saya simpan akhirnya pertemuan itu datang juga. Kesempatan berlibur ke Bawean itu datang juga. Dan saya memasukkan rencana bertemu Basit, dalam urutan atas listing agenda silaturahmi.

Saat bertemu pertama kali di markas Media Bawean, pada Senin (28/9) malam, pertanyaan itu belum sempat saya lontarkan. Meski saat itu saya lihat Basit mengenakan baju koko warna kuning. Maklumlah, saat itu Basit sedang sibuk editing, jadi tak enak hati mau mengganggu.

Hingga akhirnya, kesempatan itu datang pada keesokan harinya, Selasa (29/9). Saat itu Basit mengajak saya melakukan ekspedisi mendaki puncang Tanjung Gaan bersama keluarga besar Media Bawean. Kali ini baju kokonya ganti warna abu-abu.

Selama perjalanan menggunakan sepeda motor, Basit membonceng saya. Bak guide tour, sepanjang jalan dia menjelaskan bila ada tempat-tempat eksotik yang saya tak tahu.

”Ento nyamana Kampong Somor-somor, soalna benyyak somorna. Teap bengko andik somor (ini namanya Kampung Sumur-sumur. Soalnya, memiliki sumur yang bnnyak. Setiap rumah punya sumur),” jelasnya, menunjuk sebuah kampung yang berada jauh di pedalaman pulau Bawean.

Nah, dari perbincangan inilah akhirnya saya memiliki kesempatan untuk melontarkan pertanyaan yang sudah lama saya pendam itu. Mengapa selalu mengenakan baju koko? Namun sebelum masuk ke sana, saya terlebih dulu bertanya tentang apa motovasinya mengembangkan Media Bawean seperti saat ini.

Basit pun mulai mengurai, bahwa dia hanya ingin agar Bawean lebih dikenal lagi, tak hanya dalam skup nasional, tapi juga dunia. Selain itu, dengan media ini dia bisa memperjuangkan dan menyuarakan kepentingan masyarakat kepada pemerintah daerah, atau bajkan ke pusat.

Sebelum mengembangkan Media Bawean menjadi versi berita on line seperti saat ini, Basit bersama reken-rekannya membentuk sebuah LSM bernama Gerbang Bawean. Namun, suaranya kurang menggema. Hal ini akibat terbatasnya publikasi oleh press.

Karena itulah, akhirnya sekitar tahun 2007 dia mengembangkan Media Bawean. Saya sebut mengembangkan, karena Media Bawean sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1996. Namun saat itu hanya berisi kumpulan artikel tentang Bawean dari media massa nasional.

Di tangan Basit-lah, Media Bawean disulap menjadi media berita real time. Yang unik, ternyata semula Basit awam disain web. Dia bisa melakukan posting dan editing di web setelah didekte oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.

Namun karena semangatnya yang besar, akhirnya dia cepat mahir.

Mengambangkan media ini, bukannya tak banyak tantangan. Cibiran datang silih berganti. Namun Basit tetap istiqomah. Namun, banyak juga sambutan.

”Pernah motor saya pecah ban di sebuah desa, tiba-tiba pak kepala desanya menyuruh meninggalkan sepeda motor saya, dan meminjamkan sepeda motornya. Saya sungguh terharu,” jelasnya menuturkan pengalaman manisnya selama menjadi wartawan Media Bawean.

Singkat cerita, setelah ngobrol ”ka berak ka temor” maka tibalah saya melontarkan pertanyaan pamungkas itu. ”Mengapa selalu mengenakan baju koko?”

”Saya kurang suka mengenakan pakaian lain, selain baju koko. Rasanya lebih nyaman,” jawab Basit, sembari tetap berkendara.

”Punya berapa bajo koko?” saya penasaran.

”Ada empat, Bapak. Biru, merah, kuning dan yang saya pakai sekarang ini (abu-abu),” urainya.

Oh begitu rupanya.

Misteri baju koko Basit pun terkuak.



-------
Simak terus kisah menarik seputar liburan di Pulau Bawean di blog ini.

Tidak ada komentar: