Minggu, 27 November 2011

Carpe Diem...

Dalam sebuah bukunya, Still More About Nothing, Wimar Witoelar, berkisah tentang terowongan. Menurutnya, banyak ragam terowongan di dunia ini.

Ada yang dibuat di bawah dasar sungai, seperti terowongan di Rotterdam, New York, atau di Hong Kong. Ada juga yang dibuat di dasar laut, seperti Kanal Inggris (English Channel). Bahkan ada juga yang menerobos gunung, seperti terowongan terpanjang di Eropa, Mont Blanc.

Dari namanya, terowongan Mont Blanc digali di bawah gunung Mont Blanc, gunung tertinggi di Eropa yang berada di sudut tiga negara: Prancis, Italia, Swiss.

Panjangnya 13, 9 kilometer, masuk kota Chamonix di Prancis dan keluar di Italia. Saking panjangnya, maka yang tampak saat melihat ke kanan kiri, hanya tembok.

Sedangkan ke depan dan ke belakang, hanya rongga terowongan panjang, makin lama makin mengcil, kemudian hanya hitam.

Bila pengemudinya gampang stress, akan mudah dihinggapi rasa panik, dan mengakibatkan disorientasi. Bisa bahaya. Apalagi yang memiliki penyakit clustrophobia (rasa takut di ruamg tertutup).

Tak ada hal yang mengerikan daripada berada di terowongan tanpa ujung, bagai masuk penderitaan tanpa harapan. Namun bila kita yakin bahwa terowongan itu dibuat untuk mencapai ujung, maka disorientasi itu tak perlu terjadi.

Hal yang harus dilakukan hanyalah tenang, terus fokus, jernih, dan seimbang. Mengemudilah dengan baik, maka tak lama kemudian kita akan sampai ke ujung. Itulah solusinya.

Ketenangan itu mutlak diperlukan untuk menghadapi situasi seperti ini. Karena sehebat dan sepandai apapun seseorang menghadapi persoalan, tak akan bisa berpikir jernih bila tak tenang.

Kebalikannya, adalah rasa panik atau rasa takut mendadak yang langsung menggantikan perasaan lain, lalu dengan ganas menghilangkan kecerdasan dan akal sehat. Hilang logika, yang ada hanya luapan perasaan takut. Sumpah seranah menghujam.

Padahal, saat dalam keadaan tenang, kita merasa tindakan semacam itu tak perlu. Ada penyesalan, atau bisa jadi kita malah lucu sendiri.

Panik ini muncul saat menghadapi situasi yang tak terduga yang menyebabkan rasa kehilangan kendali. Tak harus masalah besar, kadang hal kecilpun bisa bikin panik.

Panik pada hal-hal kecil, kadang tampak lucu. Pernah lihat reaksi orang yang takut pada cecak, saat dilempar binatang melata itu? Lucu bukan? Padahal bila dia tenang, toh cecak itu tak akan menggigit.

Namun dalam skala serius rasa panik tak lucu lagi. Ingat peristiwa Terowongan Al Muassim di Mina? Ratusan jamaah Haji tewas terinjak-injak.

Rasa panik itu menular dan menyebar. Satu teriak, puluhan bahkan ratusan orang akan kalap. Sikap buruk menular melalui pikiran lalu ke tindakan.

Menurut saya, dari pada panik, mending optimalkan waktu yang ada. Kalau boleh meminjam sebuah frasa dalam bahasa Latin, Carpe diem, quam minimum credula postero... yang berarti: ”Petiklah hari, dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok.”

Oke, mungkin saya sudah ngelantur jauh. Dari tadi kok ngomongin terowongan, lalu kini ke rasa panik, hingga menjalar ke carpe diem, segala.

Baiklah, sebenarnya saya hanya ingin menggambarkan, begitulah umumnya kondisi masyarakat saat Batam diguncang demo buruh kemarin.

Sebenarnya peristiwa utamanya tak begitu besar dan singkat, namun dampak psikologisnya ke mana-mana dan berhari-hari. Dan ini terus diperburuk oleh berita-berita horor via SMS, twitter, facebook dan media sosial lain.

Katanya, ”Batam Centre rusuh...” padahal yang rusuh cuma di depan kantor wali kota saja, bukan Batam Center yang wilayahnya luas itu.

Ada juga yang bilang, ”Supermarket Gelael dibakar,” padahal yang ada hanyalah orang sedang bakar ban bekas, itupun lokasinya jauh dari Gelael.

Yang lebih parah ada yang mengatakan, toko-toko di Aviari, Batuaji dijarah. Padahal tidak benar sama sekali. Bohong. Begitu seterusnya yang kalau dihitung, saya menemukan ada 10 berita bohong yang beredar saat itu.

Things to do when panic, selling happens. Tampaknya pas menggambarkan kala social climber, mencoba peruntungan dengan memposting berita-berita seram bahkan bohong.

Padahal setelah ditanya, umumnya hanya akan menjawab, ”Katanya.... atau kabarnya...” tapi anehnya banyak yang malas verifikasi lalu langsung percaya begitu saja tak hanya oleh orang tak berpendidikan, juga yang well educated.

Akibatnya banyak yang disorientasi, seolah Batam sudah kiamat saja.

Rumors are carried by haters, spread by fools, and accepted by idiots.


Tidak ada komentar: