Senin, 05 Desember 2011

Ary Ginanjar, Antara ESQ, Sain dan Agama (1)

Saat mengikuti training ESQ 165 di hotel Harmoni One, Batam 3-4 Desember lalu, saya sempat berdiskusi dengan pendirinya, Ary Ginanjar Agustian. Pertemuan ini berlangsung singkat, hanya 20 menit.


Dalam diskusi itu, saya mempertanyakan metode ESQ yang dituding oleh beberapa kalangan,cenderung men-sain-kan agama. Misalnya, kerap kali menghubung-hubungkan ayat-ayat Alquran sebagai pembenaran temuan-temuan sain abad ini.

Kepada Ary saya memaparkan sekilas, betapa agama dan sain selalu dipertentangkan, dimulai dari Eropa abad pertengahan (sekitar tahun 400-an hingga 1400-an Masehi). Peristiwa yang paling dikenal ketika Galileo Galilei dihukum mati karena telah menyatakan bahwa Matahari adalah pusat alam semesta, yang tentu saja bertentangan dengan pendapat agamawan bahwa bumilah pusat alam semesta.

Dari sinilah, sehingga kemudian memunculkan gerakan pemisahan agama dan saian. Menurut para saintis, agama dan kitab suci hanya mengajar moral. Bila ada yang bercerita soal sain, itu hanya menghubung-hubungkanya saja.

Sain tak akan pernah nyambung dengan agama, karena konsep sain bersifat relatif, ragu, empiris. Karenanya hasilnya selalu berubah. Sedang ajaran agama bersifat percaya, tetap tak bisa dipertentangkan.

Sain selalu menuntut pembuktian, Rasionalitas. Sedang agama hanya bertumpu pada iman dan yakin. Hal ini bisa diamati soal penciptaan alam semesta, manusia, dan lain-lain. Agama dan sain selalu tak akur.

Lalu apa jawab Ary?

Dia mengurai, bahwa hal yang saya paparkan ini sebenarnya pernah ditanyakan kepada Albert Einstein. Saat itu, Albert Einstein dimintai pendapatnya tentang ilmu dan agama. Einstein pun menjawab, ”Science without religion is lame, religion without science is blind (ilmu tanpa agama adalah pincang, agama tanpa ilmu adalah buta).”

Dari pernyataan tersebut, kata Ary diketahui bahwa sebenarnya semua aturan alam semesta ini adalah sebuah hukum-hukum alam ciptaan Tuhan. Ketika membahas agama, maka sesuangguhnya kita sedang membahas sebuah hukum-hukum alam baik sosial, fisika, kimia. Semua itu adalah ketentuan-ketentuan yang diciptakan Tuhan.

”Inilah yang menjadi dasar pemahaman bahwa ketentuan itu bukanlah terjadi dengan sendirinya, tapi diciptakan Sang Maha Penata yang beranama Allah,” ujanya.

Ary berpendapat, ketika ilmu pengetahuan dipertanyakan, ilmu pengetahuan akan mempelajari bagaimana hukum-hukum alam itu memahami. Contoh, Einstein mengatakan bahwa E=Mc2.

Maka sesungguhnya dia tak pernah membuat hukum alam itu, dia hanya membaca tulisan Tuhan tentang bagaimana energi itu sama dengan massa per kecepatan cahaya kuadrad.

Lalu di mana letak sain dan agama? Menurut Ary, agama memahami bahwa ketentuan hukum alam itu adalah kehendak Tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan mebaca ketentuan agama itu. Nah titik ketentuan pertemuan itulah yang akan melahirkan keimanan.

Ada juga ketika pengetahuan itu ditemukan, maka manusia akan melihat bahwa the end of the science itu adalah hukum ketetapan alam yang keteraturan sempurna ciptaan Tuhan.

Pada saat the end of the science itulah, tumbuh keimanan. Baru saat itu dia terjatuh dan dia melihat ada sebuah kekuatan dan ilmu yang di luar kekuatannya. Di sinilah letak pertemuan antara agama dengan sain. ”The believe start when the reason end. Saat titik kejatuhan itu terjadi, barulah kita melihat cahaya,” jelasnya.

Soal adanya tudingan menghubung-hubungkan Alquran dengan sain, sehingga dikhawatirkan di kemudian hari muncul penelitian yang justru mempertentangkan keterangan Alquran itu sendiri? Ary memiliki uraian yang bagus.

Menurutnya, manusia akan selalu bergerak mencari titik kebenaran. Selama titik kebenaran belum selesai, maka data awal akan menjadi kebenaran itu sendiri. Ketika ada kesalahan pada ilmu pengetahuan (bertentangan dengan Alquran), mestinya jangan menyalahkan Alquran-nya, tapi salahkan pada ilmu pengetahuan yang belum sempurna.

”Jangan Alquran-nya yang disalahkan, tapi kemampuan manusialah yang belum sempurana,” jelasnya.

Menurut Ary, dari semua rahasia alam ini, hanya segelintir saja yang terungkap. Dan itu adalah cara untuk menunjukkan bahwa mukjizat Alquran bukan ciptaan manusia. Hal ini bisa dilihat dari perhitungan-perhitungan luar biasa yang tak mungkin dilakukan manusia.

Contohnya surat dan ayat dalam Alquran yang selalu berkelipatan dengan angka 19. Kemudian kata panas, kata dingin yang jumlahnya selalu sama. Masih banyak lagi hal-hal yang membuktuikan bahwa Alquran ini bukan ciptaan manusia.

”Karena secara komputerais telah dihitung. Ada sebuah susunan yang membuktikan bahwa itu dijaga oleh Allah yang membuktikan keaslian Alquran itu sendiri,” jelasnya.

Tidak ada komentar: