Rabu, 07 Desember 2011

Kota Lama

Sebelum beribukota di Al Qahiroh, atau yang kini disebut Kairo, Mesir, selama 5.000 tahun membangun peradabannya, sudah beberapa kali memindahkan ibukotanya.


Bermula dari era Old Kingdom (3100-2181 SM), Firau pertama bernama Narmer (3100 SM) membangun ibu kota Mesir Kuno di Ineb Hedj atau Memphis. Ibu kota ini bertahan selama 1.000 tahun, hingga akhirnya pada era New Kingdom (1550-343 SM), Firaun kala itu memindahkanya ke Thebes yang kemudian disebut Al Aqsor dan kini jadi Luxor.

Setelah 3.000 tahun berkuasa, melalui 30 dinasti, era Firaun pun runtuh oleh serangan bangsa-bangsa sekitarnya. Di antaranya penaklukan oleh orang-orang Macedonia, pimpinan Alexander Agung yang kemudian memindahkan ibu kota Mesir ke Alexandria, di seberang Eropa, pinggir laut Mediterania.

Hingga berabad kemudian, tepatnya di abad ke 7 Masehi, Amr bin Ash masuk dengan bala tentaranya mengusir pasukan Romawi dari Mesir. Amr kemudian membangun peradaban Islam, dan memindahkan ibu kota Mesir dari Alexandria ke Fustat, yang kemudian bergeser di era Ibnu Tulun ke Al Qattai. Keduanya berada di kawasan Al Qahiroh.

Hingga di era kerajaan Fathimiyah tahun 969 Masehi, nama Al Qahiroh mulai diperkenalkan yang kemudian terbaca oleh pedagang Eropa sebagai Cairo/Kairo.

Sedikit mengulas ke belakang, sebenarnya ada sebuah kota yang dilenyapkan dalam sejarah peradaban Mesir. Yaitu, kota Akhetaten. Padahal kota ini dulu menjadi pusat kerajaan Mesir kuno selama 15 tahun (1352-1336 SM) setelah Luxor. Sang Firaun kala itu bernama Ikhnaton, ayah Tutankhamun yang muminya dibungkus 120 kg emas.

Mengapa Firauan ke 10 dalam dinasti 18 itu memindahkan ibu kotanya dari Luxor ke Akhetaten? Tak lain karena Ikhnaton berpindah keyakinan dari semula memuja Dewa Matahari (Amun-Ra), ke agama tauhid yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Tak hanya itu, Ikhnaton juga mengubah namanya dari Amenhotep IV (berasal dari kata ”amun” atau ”amen” terkait dengan Amun-Ra), menjadi Ikhnaton atau Akhenaten yang artinya ”pelayan Tuhan”. Tuhannya bukan lagi Amun, melainkan Aton, Sang Pencipta matahari.

Menurut beberapa sumber, perpindahan keyakinan ini akibat pengaruh ibunya, Quinty, yang konon keturunan Nabi Yusuf.

Di Akhenaten inilah Ikhnaton mengembangkan agama tauhid dan melakukan revolusi keagamaan. Kuil pun dibangun terbuka, berbeda dari Luxor dan Karnak yang tertutup dan gelap.

Tentu saja hal ini membuat para pendeta pagan di Luxor geram, hingga kemudian, setelah Ikhnaton meninggal, kaum pagan berhasil mempengaruhi anak Ikhnaton yang masih kecil bernama Tutankhaton.

Hingga dua tahun kemudian, Tutankhaton berumur 9 tahun dan dilantik sebagai firaun, namun dengan cerdik mereka menanamkan kembali pengaruh agama pagan.

Nama Tutankhaton pun diganti menjadi Tutankhamun. ”Aton” yang bermakna Tuhan Esa diganti ”Amun”, yang artinya Dewa Matahari. Agama pagan pun kembali berkuasa. Untuk menghilangkan pengaruh agama Tauhid, para pendeta pagan itu menghancurkan kota Akhenaten sehancur-hancurnya hingga yang tersisa hanya fondasi bangunan dan beberapa tiang kuil.

Preview ini menjelaskan bahwa kota kala itu dibangun dengan landasan utamanya adalah spiritual (kepercayaan/agama). Seperti yang saya sebut di atas, Memphis dan Luxor adalah ibukota Mesir kuno beragama pagan. Di sana banyak ditemukan peninggalan berupa kuil, patung sesembahan, dan makam-makam raja yang dipertuhankan.

Berlanjut ke Alexandria, sebelum kelahiran Nabi Isa, kota ini menjadi pusat agama pagan ala Yunani-Romawi. Namun setelah nabi Isa lahir, Alexandria menjadi pusat penyebaran agama Kristen di Mesir, sehingga melahirkan agama Kristen Koptik khas Mesir.

Yang terakhir, Kairo atau disebut ”Kota Seribu Menara”, karena 4.000 masjid berdiri di atasnya. Termasuk masjid yang Amr bin Ash (dibangun tahun 641 masehi), yang mengambil nama dari pendirinya.

Inilah tradisi Nabi Muhammad yang ditiru umatnya, yakni membangun masjid sebagai awal pembentukan umat (kota), sebagaimana dilakukan saat beliau hijrah ke Madinah.

Tidak ada komentar: