Selasa, 20 Desember 2011

Feodal, Monarki, Republik

Sistem pemerintahan yang lazim dipakai negara-negara Eropa di abad pertengahan, khususnya Prancis, adalah feodal. Sistem ini dibuat berdasar penguasaan atas tanah. Alurnya seperti ini, buruh tani (strata paling bawah), ksatria, penguasa kecil, penguasa besar (paling atas).


Masyarakat feodal adalah orang yang berada di bawah ”perlindungan” penguasa (feodal lord/land lord) untuk menghindari serangan pihak luar, maupun meminjam tanah untuk mengerjakan pertanian disebut buruh pengolah tanah (serf).

Feodal lord memberi perlindungan kepada serf, lalu sebagai gantinya dia melakukan otoritas yang kuat seperti raja. Buruh pengolah tanah tadi, memberikan pajak dan padi-padian kepada penguasa dan harus izin dari penguasa untuk diperbolehkan pindah rumah, menikah dan lain-lain.

Di abad pertengahan sebenarnya ada raja, namun tak bisa menggunakan kekuasaannya. Perannya bagai boneka, karena terdesak oleh para land lord yang memiliki ksatria yang berani. Kesatria sendiri merupakan prajurit berkuda. Mereka adalah satu di antara kelas dalam sistem pemerintahan feodal ini.

Negara yang lebih dulu meruntuhkan sistem feodal adalah Prancis. Setelah melalui perang 100 tahun dengan Inggris, Prancis berubah menjadi sistem monarki absolut: sistem politik di mana raja mengontrol semua kekuasaan pemerintahan negara.

Raja yang mewakili kejayaan monarki absolut adalah Louis ke 14. Dialah pemilik kekuasaan tertinggi dan tinggi statusnya secara nasional sehingga disebut sebagai Raja Matahari atau Maha Raja. Ungkapannya yang terkenal adalah, ”negara adalah aku”.

Di balik suksesnya kekuasaan Louis 14, ada peran besar politikus bernama Colbert. Dengan jurusnya, Colbert melebarkan pasar domestik dan untuk merintis pasar luar negeri, dia meningkatkan ekspor, mengurangi impor serta memperbaiki tarif. Di masa ini juga kanal dan jalan baru, dibangun serta mendorong perdagangan dan membantu industri dan pertanian.

Tapi, akibat Louis 14 yang doyan perang, penganiayaan pada pemeluk Protestan, serta kehidupan istana yang mewah, membuat ekonomi Prancis menjadi sulit. Gaya kepemimpinan semacam ini, terus dilestarikan hingga masa Louis 16. Sehingga timbul antipati rakyat dan akhirnya menjadi bibit timbulnya Revolusi Prancis, Juli 1789.

Yang paling banyak menyita keuangan Prancis kala itu ketika Prancis membantu (mendanai) rakyat Amerika untuk memerdekakan diri dari jajahan Inggris pada pertengahan abad 18.

Akibatnya, Prancis diambang kebangkrutan dengan utang 2 miliar livre. Rakyat (orang biasa) pun dibebani pajak dan harga-harga barang dinaikkan. Sedangkan, kaum kaya, bangsawan dan rohaniawan tidak. Mereka tetap hidup mewah dengan menikmati fasilitas negara sebagaimana biasa.

Sebenarnya Dirjen Keuangan Negara Jacques Necker mengusulkan agar pajak tak dinaikkan lagi, dan meminta bangsawan dan pemuka agama mau bayar pajak. Namun pajabat dekat Raja Louis ke 16 menolak. Gereja pun tidak mau.

Akhirnya Necker dipecat & diganti oleh de Callonne sebagai Menteri Keuangan. Namun de Callonne juga dipecat dan diasingkan karena mengusulkan hal senada denagn pendahulunya.

Akibatnya, beban utang Perancis yang besar ditanggung kelas menengah yang lambat laut berkurang dan habis. Tinggallah yang tersisa kelas miskin. Ditambah lagi kegagalan panen, harga roti meroket tajam. Rakyat pun berpakaian compang-camping dan kelaparan.

Pejabat Prancis kala itu kembali mempraktikkan sistem feodal (meski tak secara resmi). Para pemilik tanahlah (land lord) kembali berkuasa. Yang tidak punya tanah, harus membeli hasil bumi dengan harga melangit. Orang miskin yang lapar dan kurang gizi mulai menjarah toko makanan dan gudang hasil bumi.

Inilah yang memicu revolusi Prancis. Puncaknya, 12 Juli 1789 penduduk Paris menyerang gudang senjata dan menjarah 28 ribu senapan dan 5 meriam. Pada tanggal 14 Juli, revolusi berkobar, benteng Bastille yang dipakai sebagai penjara dan gudang bubuk mesiu, diserang dan dikuasai.

Revolusi ini berujung beralihnya sistem monarki ke republik, pejabat kerajaan dan termasuk Louis 16 dan istrinya Marie Antoinette ditahan, kemudian tahun 1793, mereka dipenggal di bawah bilah guillotine.

Revolusi Prancis ini merupakan peristiwa bersejarah yang mencari hak rakyat, meruntuhkan kekuasaan raja, dan pengaruh kaum bangsawan serta menghancurkan sistem kelas. Bisa dikatakan titik awal yang mengumumkan permulaan demokrasi.

Dari sinilah muncul slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite) yang kemudian menjadi motto negara Prancis.

Dan kini, ratusan tahun kemudian, saya kembali membaca peristiwa serupa. Ada penguasa memotong tunjangan pegawai di level bawah dengan alasan defisit anggaran. Namun tunjangannya dan pejabat teras lain tak sepeserpun dipangkas. Serupa meski tak sama.

Tidak ada komentar: