Kamis, 15 Oktober 2009

Mengunjungi Bandara Bawean

Terhitung hari Senin 28 September - Kamis 8 Oktober, saya berlibur ke Pulau Bawean. Banyak kisah unik yang berhasil saya rangkum di pulau yang berada 80 mil utara Jawa Timur itu. Seperti kisah saat saya Mengunjungi Bandara Bawean, daerah Tanjungori, Tambak.


Setelah bersepeda motor dari Sangkapura menempuh jarak 25 kilo bersama Pemred Media Bawean, sekitar 1 jam lebih melintasi rusaknya jalan lingkar dengan lubang lubang besar, batu tajam bak medan off-road, akhirnya saya tiba juga di lapangan terbang Bawean, Sabtu (4/10).

Lapangan terbang Pulau Bawean terletak di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak. Pembangunan bandara ini dimulai pada tahun 2007, dengan panjang landasan pacu 900 meter.

Ide pembuatan bandara ini bermula saat bisnismen asal Singapura dan Malaysia mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur kala itu, Imam Utomo.

Mereka mengatakan pada Gubernur, mengapa di Bawean tak dibangun bandara saja, sehingga jarak tempuh antara Surabaya dan pulau tersebut akan lebih singkat dan mudah dibanding dengan kapal.

Dengan pesawat udara, hanya membutuhkan waktu 15 menit saja. Bendingkan dengan kapal laut yang memakan waktu 3 jam. Lebih dari 10 kali lipatnya.

Dari sinilah, kemudian pada awal Januari, tim dari Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya turun melakukan pengkajian hingga akhirnya ditemukan lokasi yang cocok di dekat tebing di Tanjungori.








Saat saya ke sana, kondisinya masih dalam pengerjaan. Sudah 60 persen selesai, sudah pula lengkap dengan terminal penumpang baik deperture maupun arrival.

Untuk menuju terminal itu, dari jalan utama masih harus masuk ke dalam sekitar 2 kiloan. Kondisinya cukup baik. Tinggal perluasan landasan pacu saja yang masih terkendala. Konon masalah pembebasan lahan-lah yang membuat hal ini berlarut-larut.

Mumpung masih dalam pengerjaan, saya melihat langsung ke landasan pacunya. Wow, cukup luas. Dari kondisi fisiknya landasan ini hanya diperuntukkan untuk pesawat jenis Fokker 50. Karena bila melayani boeing atau air bus, masih kurang panjang dan luas lagi.

Namun, saya rasa cukuplah untuk membuka isolasi ini.

Sesampainya di landasan pacu tiu, saya turun dari sepeda motor. Tak sadar, tubuh ini luruh mengucap sujud syukur, lalu saya menelentangkan badan di atas aspalnya.

Kepanasan? Ya iyalah, saat itu tepat pukul 12.00, saat matahari menampakkan kegarangannya. Mana pada tanggal tersebut, jarak rotasinya lebih dekat dengan khatulistiwa, lagi.

Melihat aksi saya ini, Basit, terheran-heran. Dasar wartawan, secepat kilat dia mengambil kamera poketnya, lalu jepret, jepret, dia mengambil gambar saya.










Usai melakukan sksi ini, saya mengajak Basit meninjau ujung landasan. Dari sini saya tahu, ternyata bandara ini dibangun di atas tebing.

Dari atas sini view-nya sangat indah. Saya bisa melihat indahnya panorama alam Bawean, dengan pantai berpasir putih, dan sederet kapal-kapal nelayan berjejer didekat perkampungan.

Subhanallah. Allah ternyata sungguh baik, dengan memberikan penduduk pulau Bawean alam yang begitu indah, kaya dan ramah. Sayapun bertasbih, tahlil dan tahmid.

Setelah itu, saya memanggil Basit. ”Lihatlah Pak! Lihatlah! Inilah kunci kemakmuran pulau kita!” seru saya. Basit menyimak.

Lalu saya menjelaskan, bahwa tak mungkin pemerintah pusat mengucurkan uang miliaran rupiah untuk membangun lapangan terbang di sebuah pulau terpencil semacam Bawean, bila tak ada apa-apanya. ”Di beberapa kabupaten di Kepulauan Riau saja, tak semuanya memiliki lapangan terbang,” ujar saya.

Dari sinilah, nanti potensi Bawean akan tergali, pendapatan asli daerah akan terbantu, sehingga bisa membuat status pulau ini bisa saja naik.

Lalu saya menceritakan pertemuan saya dengan Gus Dur tahun 2008 lalu. Menurutnya, Bawean bisa maju asal tiap hari harus ada penerbangan. ”Ya, nantinya ada pesawat terbang dari Bawean menuju Sembilangan, yang berada di pantai barat Madura,” jawab Gus Dur.






Beberapa profesor yang ikut nimbrung dalam diskusi kami saat itu menimpali, bahwa Bawean memiliki sumber kelautan yang sangat baik. Bila Kenjeran saja bisa makmur hanya memanfaatkan selat Madura, Bawean pasti lebih bisa lagi. Karena potensi kelautannya lebih besar dan banyak.

Bahkan kabarnya, nantinya Bawean akan menjadi hub dan pusat industri maritim dan hortikultura di Indonesia bagian Barat. Hal ini akan mengulang kejayaan Bawean di masa penjajahan Belanda lampau, yang memang diperuntukkan untuk itu.

Berasal dari inilah kenapa saat ini di Bawean banyak ditinggali multi etnis, mulai Palembang hingga Mandar.

Kini, tinggal mencari investornya saja. Cara yang paling mudah, dengan menggalakkan pariwisata. Dari sinilah mereka akan masuk.

Berbicara soal potensi wisata Bawean, sunguh kaya. Tinggal dikelola saja. Pantainya landai dan bersih, penduduknya baik dan ramah, kulinernya mantap mantap, apa lagi? Mau mandi air panas? Ada. Mau mandi air terjun? Bisa.

Atau mau melakukan outbound di danau, hiking, tracking, rappeling hingga puncak gunung? Tinggal pilih saja, Bawean banyak memiliki gunung. Jumlahnya konon sampai 99 buah. Setara asmaul husna. Luar biasa.

Bagi yang suka diving, fishing, ah itu sih kecil. Di sini tak kalah indahnya dan asyiknya. Apalagi bicara soal fishing, tak usah kelaut dalam, di dermaga saja, Anda sudah bisa mendapat ikan kakap merah.

Terumbu karangnya juga bagus, khususnya di pantai Mayangkara dan beberapa pulau kecil, seperti Nusa, Cina, Karabile, Noko, dan Gili.

Bila mau wisata kampung, macam Dorani homestay di Malaysia, atau wisata religi di sinilah surganya. Di pulau ini selain alamnya masih perawan, juga menyimpan banyak peninggalan bernilai religius dan sakral. Di sini ada gelebung, situs Nyai Zainab, hingga jherat lanjheng (kuburan panjang).










Cuma, semua potensi ini belumlah terekspos. Untuk itu, saya menyarankan agar para camat membikin lomba desa wisata. Caranya, tiap desa mengusulkan potensi wisata unggulannya. Potensi wisata ini, selanjutnya dikelola desa masing-masing.

Tentu ini kan baik, karena selain akan menambah pendapatan bagi desa yang bersangkutan, juga akan membuat potensi wisata Bawean kian dikenal dan bisa terorganisir dengan baik.

”Itulah mengapa tadi saya sampai sujud syukur Pak Basit. Ini sebagai rasa kecintaan saya terhadap pulau ini. Kita bisa lebih aju lagi, setara dengan daerah lain,” jelas saya. Basit pun mafhum.

Saya melanjutkan, tak usah terlalu jauh, keuntungan di depan mata saja dengan berdirinya bandara ini bagi penduduk, akan dapat menciptakan multy player effect yang baik.

”Dengan adanya bandara, nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja dan lahan bisnis, mulai rumah makan, transportasi hingga penginapan. Bahkan bisa jadi akan mengubah ‘naga bisnis’ pulau Bawean dari Sangkapura, ke Tambak!”




-------
Simak terus kisah menarik seputar liburan di Pulau Bawean di blog ini.

1 komentar:

Tri Setyo Wijanarko mengatakan...

mas saya butuh info neh, apa di pulau bawean terdapat penginapan yang murah meriah? kalo misalnya bawa motor dari surabaya bisa nggak ya? saya ingin liburan kesana, tapi masih bingung dengan transportasi yang ada di pulau bawean sehingga kalo bisa mau bawa motor aja dari surabaya.. nah kalo bawa motor gini kena berapa ya tiket kapalnya?

terimakasih buat jawabannya mas..