Sabtu, 05 Desember 2009

Demi Rumah Idaman

Di sebuah kota binatang, tinggalah sebuah keluarga anjing yang berbahagia. Mereka hidup harmonis penuh cinta. Hingga suatu ketika, terbersitlah niat sang ayah untuk memiliki rumah sendiri. Rumah itu dia kredit selama 15 tahun.


“Ini penting untuk prestise,” ujar sang ayah, kepada anggota keluarganya. Merekapun mafhum.

Namun apa daya, harga rumah tersebut amatlah mahalnya. Hingga untuk mengangsurnya, sang ayah harus menerapkan penghematan yang sangat ketat. Bahkan bisa dibilang pelit.

Hingga pada suatu ketika, sang ibu datang padanya menguitarakan maksud. “Nak, ibu sudah tua. Sebelum ajal ini datang, ibu ingin pergi ke luar negeri. Bisakah engkau tambah kekurangan uangnya?”

Si anak pun menjawab, “Tidak bisa ibu. Kita harus berhemat, demi target memiliki rumah idaman.”

Di hari-hari berikutnya, sang istri datang padanya, mengajak untuk refreshing. “Ayah, sudah lama kita dan anak-anak tak jalan-jalan ke luar, sambil makan-makan.”

Namun, perminitaan ini ditolak dengan alasan yang sama. “Tidak bisa. Kita harus berhemat, demi target memiliki rumah idaman.”

Hal serupa juga dialami oleh anak-anaknya. Ketika mereka meminta belikan tas dan buku baru, karena yang lama sudah rusak, sang ayah menolaknya.

Bahkan hal-hal yang menjadi tradisi di keluarga itupun dihilangkan, uang saku anak-anak pun dipotong bahkan ditiadakan.

Ingin makan atau jalan-jalan ke luar saja, masih harus meminta sumbangan orang lain, siapa yang ulang tahun atau melaksanakan pesta.

“Kita harus berhemat, demi target memiliki rumah idaman,” begitu terus alasannya.

Akhirnya tahun-tahun berlalu, kehidupan di keluarga tersebut dilalui dengan monoton dan membosankan.

Suasana di keluarga itu pun berubah drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Bila dulu penuh kehangatan, dan sejuk kini panas bagai neraka dan gersang. Pertengkaran sering terjadi, kebencian pun meraja.

Hingga 15 tahun berlalu sudah. Sang ayak pun berhasil memiliki rumah idaman, hal yang menurutnya sebagai target, prestise dan prestasi sebagai kepala keluarga. Namun hal itu tak juga membahagiakannya.

Ya, untuk apa sebuah rumah, kalau di dalamnya dia hanya tinggal sendiri. Cintanya sudah pergi. Anak dan istrinya sudah lama berpisah, ibundanyapun sudah lama tiada, meninggalkan harapan yang belum terpenuhi.

“Oh, apa yang sedang terjadi. Saat saya mendapatkan rumah idaman, sementara saya harus kehilangan cinta dan kasih di rumah ini,” keluhnya.

Hikmah dari kisah ini adalah, kadang kala kita terlalu memaksakan diri mencapai sesuatu, demi sebuah pujian dan sanjungan, dengan cara mengorbankan hal yang lebih besar, cinta dan kasih dari orang-orang terdekat.

Untuk apalah pencapaian seperti ini bila hanya berakhir dengan kegersangan.

Semoga kisah dari keluarga anjing ini menjadi inspirasi kita untuk berbuat hal yang lebih baik lagi, tanpa mengabaikan hak keluarga kita atau orang-orang yang mencintai kita.

Tidak ada komentar: