Kamis, 10 Desember 2009

Nasib Ban Serap

Saya dilanda kecemasan yang sangat hebat, mana kala ban mobil belakang saya kempes. Waduh, terpaksa pontang panting cari tukang tambal ban. Mana setengah jam lagi, mau bertemu seseorang lagi.


Karena sudah kesuntukan masa, pelan-pelan, saya kendarai juga mobil ini. Menyeret ban belakang yang kempes itu. Saat tiu, saya seolah merasakan betapa deritanya ban kempes tersebut. Drukkkk… drukkk… druk…

Tak lama, sampai juga pada kios tambal ban, milik orang batak, sebelah rumah makan babi panggang yang mangkal di depan Mako Pangkalan AL, Batam.

Untung pas sepi pula, jadi langsung dilayani.

“Bah, sepertinya susah nih Pak, bocornya sudah kena pinggir,” kesannya setelah memeriksa ban belakang mobil saya.

“Jadi gimana dong?” saya kebingungan.

“Apa Bapak punya ban serap?”

“Ban serap? Astaga, iya saya punya,” jawab saya, lalu membuka bagian dasar bagasi.

“Nah ini dia pak. Waduh kok bisa sampai lupa begini ya?” seloroh saya.

“Kondisinya bagaimana Pak?” tanya sang tukang tambal ban.

“Oh, saya tak tahu. Sayapun lupa apa ban ini masih baik atau tidak,”

Mendengar jawaban saya itu, sang tukang tambal ban garuk-garuk kepala. Satu dua helai ubannya pun menyembul saat jarinya menusuk sela-sela rambuntnya itu.

“Pak, meski ban serap harus jugalah diperhatikan dan dirawat. Karena suatu saat justru inilah yang jadi penyelamat. Inilah yang akan menggantikan posisi bila ban utama bocor dan tipis,” nasihatnya.

Menarik juga filosofi ban serap si bapak ini. Meski ban serap harus jugalah diperhatikandan dirawat. Karena suatu saat justru inilah yang jadi penyelamat. Inilah yang akan menggantikan posisi bila ban utama bocor dan tipis.

Oh, betapa lalimnya saya. Seandainya saja ban serap ini bisa ngomong, tentu dia akan protes berat diperlakukan seperti ini. Hanya diambil perlunya saja, setelah itu dicampakkan bagai sampah tak berarti. Untunglah ban serap ini tak punya hati dan rasa seperti manusia.

“Pak… Pak…” suara si tikng tambal ban membuyarkan lamunan.

“Bapak beruntung, ban serapnya masih bagus.”

Saya menghela nafas panjang, ah syukurlah. “Ya udah, langsung dipasang aja,” ujar saya.

Tak lama, tangan-tangan terampil si tukang beraksi. Mobil sayapun kini bisa digunakan.

“Bagaimana ban yang bocor ini Pak? Mau ditambal enggak?”

“Ah, biarin dulu lah. Saya keburu-buru, taruh aja kembali di tempat ban serap tadi,” pinta saya.

Setelah semua rampung, saya pun tancap gas. Dalam benak selalu berbisik, “Ingat, kamu membawa ban serap yang bocor.”

Tidak ada komentar: