Sabtu, 02 Juli 2011

Jadi Satpam

”Jadi satpam sekarang sangat berat, Pak,” keluh Rino, sebut saja begitu. ”saya enggan masuk koran, Pak,” begitu alasannya.



Kata ”sekarang” yang dibilang Rino, karena akibat kian tingginya angka kejahatan di Batam, rasa aman kian susah didapat, membuat kerjanya dituntut ekstra keras dan ketat lagi. Apalagi, dalam satu minggu dua peristiwa pencurian mengguncang kompleksnya.

Jadi mau bagaimana lagi, Rino cs kena dampaknya. Pertama-tama, dia kena damprat komandannya, kemudian pak RT dan RW. Pertanyaannya itu-itu saja; Kok bisa bobol? Emangnya kamu ngapain aja?

Beragam cibiran wargapun terlontar. Diapun dibuat serba salah.

Misalnya saat dia menagih iuran uang keamanan, warga pun menyambut enggan. ”Berat rasanya saat mengetuk pintu pagar. Lain dari biasanya, pak,” jelasnya. Belum lagi, dia harus menerima sindiran-sindiran kecil, ”Mau nagih uang keamanan ya! Uang keamanan, tapi kok tak aman?” begitulah. Rino pun tersenyum kecut.

Warga patut kecewa, karena satu-satunya jalan untuk masuk ke Perumahan yang dijaga Rino ini, hanyalah dari depan. Intinya, siapapun akan terdeteksi. Apalagi, pendatang masih harus melalui dua pintu. Pertama di portal, kedua pintu gerbang. Semua lengkap dengan pos satpamnya.

”Ya, mau gimana lagi pak. Bank aja bisa bobol, padahal yang jaga lebih hebat dari saya,” dalihnya.

Akibat peristiwa kebobolan tersebut, mereka langsung menggelar rapat darurat. Intinya pengetatan keamanan. RT RW memutuskan akan mengaktifkan kembali ”sistem stiker” bagi warga yang memiliki kendaraan bermotor.

Semula kendaraan warga didata, lalu bagian depannya ditempel stiker. Ini untuk membedakan mana warga komplek dan bukan. Bila kendaraan tanpa stiker, akan dihentikan dan diperiksa dengan seksama apa keperluannya.

Demikian juga dengan orang yang keluar masuk, baik itu penjual sayur, makanan dan minuman, semua akan didata sehingga akan diketahui bila ada ”tamu kehormatan” yang lain. Pemulung, tetap ditolak.

Sementara itu, sistem kerja satpam juga kian padat. Misalnya, meningkatkan frekuensi patroli, penambahan personel jaga, hingga sistem penjagaan di pintu masuk.

Bila biasanya satpam hanya berjaga di portal, kini juga berjaga di gerbang. Itupun gerbangnya hanya dibuka separo, kira-kira seukuran mobil. ”Sekarang semua kendaraan dan orang harus diperiksa,” jelasnya.

Namun, ya lagi-lagi salah. Warga mengeluh, katanya terlalu sempit. Mereka juga minta gerbang dibuka agak lebar dan satpam cukup jaga di pos saja, tak usah jaga di luar, seperti aparat saat merazia kendaraan.

Tak hanya keluhan soal keamanan, Rino kerap menerima keluhan soal-soal lain. Misalnya soal banyaknya kebersihan hingga soal binatang peliharaan, khususnya anjing yang dibiarkan keliaran di jalan.

”Soal itu kami sudah menegur pemiliknya Pak, ya tapi, mereka bandel. Susah sekali dibilangin,” kisahnya.

Ada juga warga yang mengeluh, karena tiap melintas di depan rumah di ujung gang, dia digodain oleh anak-anak kos yang tinggal di situ, dengan dipanggil, ”amoi... amoi...” lalu disuit-suitin. Tentu saja yang digodain tak terima, sehingga jadi ramai.

Belum lagi keluhan soal adanya penghuni baru yang mencurigakan. Warga banyak bertanya, apakah mereka sudah lapor RT/RW. Soalnya kadang hilang, kadang muncul. ”Ya jadilah kami muara segala keluhan,” terangnya.

”Apa semuanya kamu jawab?”

”Ya, saya jawab sebisanya,” jelasnya.

Melihat kegalauan Rino saya menyarankan agar dia melengkapi diri dengan buku kecil (notes) dan pena.

”Untuk apa pak?” dia penasaran.

”Untuk menulis semua keluhan,” jawab saya.

Jadi, semua keluhan warga tak lagi dia jawab dengan lisan, namun dicatat, siapa namanya, alamatnya di mana, hari apa, tanggal berapa, serta dan jam berapa keluhan itu disampaikan. Selanjutnya keluhan tiu dia sampaikan pada ketua RT/RW atau komendannya.

Saya yakin dengan pola sepeerti itu, pekerjaannya akan lebih ringan. Selain itu juga lebih tertib, karena bukti tulisan akan lebih kuat dari pada lisan.
Rino pun tersenyum. Dia berjanji akan segera melakukannya.

Tidak ada komentar: