Jumat, 01 Juli 2011

Munir

Di zaman di mana ketidaktegasan, penindasan dan kesewenang-wenangan meraja seperti ini, membuat kita merindukan kembali hadirnya sosok pemberani, tanpa pamrih, pejuang hak azazi manusia dan pembela korban tindak kekerasan seperti Munir S Thalib.

Kita semua tentu tahu, di masa hayatnya, Munir adalah harapan kamu tertindas. Keberaniannya mampu membuat kedigjayaan alat-alat rezim otoriter goyah.

Saya bersyukur, pernah berjumpa dan bercanda dengan tokoh luar biasa ini. Saat itu, pertengahan tahun 2000, Munir ikut rombongan Presiden Gus Dur ke Batam, tepatnya di sebuah resor di Nongsa, Batam.

Di sela-sela jeda pertemuan tersebut, di sebuah bangku panjang di lobi utama resor, saya bertemu lelaki yang oleh majalah Asiaweek tahun 2000 dianugerahi sebagai Young Leader for The Millennium in Asia.

Kesan pertama ketika bertemu pria asal Kota Batu, Malang ini, saya tak menyangka kalau itu adalah Munir yang pemberani itu. Semula saya pikir sosok Munir itu tinggi dan garang. Namun setelah melihat langsung, perawakannya kecil kurus dengan tinggi sekitar 155 cm, dan suaranya lembut. Beda dengan orang keturunan Arab pada umumnya.

Rambutnya juga terbiar agak panjang hingga bagian belakang menyentuh bahu. Beberapa helai di antaranya kelihatan memerah. Dari semua ciri ini, yang amat menyita perhatian saya adalah kantung matanya, yang dalam kehitaman.

Penampilan Munir juga sangat sederhana. Bajunya itu itu saja, kemeja putih tipis, lengannya selalu digulung. Celana kain warna hitam potongan baggy, plus sepatu pantofel ikut melengkapinya.

Di lengan kiri Munir, mengapit tas kulit warna hitam. Ukurannya lebih besar sedikit dari album foto keluarga. Tapi karena badan Munir kecil, tas ini jadi kelihatan besar, dan hampir menutup setengah badannya. Tas inilah yang selalu disandang erat ke manapun sang empu pergi.

”Mungkin isinya dokumen-dokumen penting,” pikir saya kala itu.

Selanjutnya saya terlibat perbincangan akrab. Serius juga, sedikit. Layaknya wartawan, saya ingin mendengar pengalaman hidup orang besar ini, tentunya melalui diskusi. Namun, Munir selalu bersahaja. Dia enggan membanggakan diri. Biasa saja.

Melihat posturnya yang seperti itu, sayapun bertanya kiat Munir mengatur dan mengatasi rasa takutnya. Maklumlah, berkaca pada keberaniannya, Munir sangat rentan sekali terkena empat langkah operasi intelijen, berupa pengamatan, teror, santet hingga diracun.

Namun kembali Munir menjawab, semua dia serahkan diri pada Allah. Menurutnya, hidup mati itu di tangan-Nya.

Terakhir saya tahu, bahwa Munir juga berihtiar menjaga keselamatan dirinya dengan memakai jas antipeluru. Jas ini pernah dia tunjukkan pada Usman Hamid, yang kelak jadi penggantinya di KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).

Dari sini saya berkesimpulan, bahwa seorang pemberani itu bukanlah orang yang tak memiliki rasa takut, tapi bagaimana dia mengaturnya saja.

Di sela-sela keasyikan diskusi kecil itu, datanglah AKP Munir, Kapolsek Lubukbaja kala itu. Sebagaimana protap pengamanan presiden, saat itu kapolsek seluruh Batam ikut berjaga di sekitar ring 1, termasuk Kapolsek Munir ini. Karena dalam tugas pengamanan, dia mengenakan pakaian dinas lapangan (PDL), lengkap dengan sepatu lars panjang.

“Wah, Munir ketemu Munir nih,” celetuk saya.

Mendengar ini Munir langsung terkekeh, matanya berbinar, “Munir itu artinya corong. Bedanya saya corong rakyat, Munir yang ini (dia menunjuk kapolsek Munir) corong pemerintah,” celetuk Munir spontan, yang disambut tawa yang mendengar. AKP Munir pun ikut senyam-senyum.

Dari sini saya tahu, ternyata Munir adalah pribadi yang menyenangkan. Istilahnya humoris. Jauh dari kesan garang yang ditampakkan saat dia beraksi membela hak azazi manusia dan orang-orang korban kekerasan.
***
Munir adalah pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ditemukan tewas diracun arsenik (sejenis racun tikus) dalam pesawat Garuda GA-974, saat mendarat di Bandara Schippel, Amesterdam, Belanda, 7 September 2004 (7 tahun lalu). Dia diduga diracun saat transit di Singapura.

Munir berangkat ke Belanda dari jakarta, untuk menghadiri seminar dan sekaligus mengurus bea siswa yang diterimanya dari Inggris (British Achievening Awards). ***

Tidak ada komentar: