Selasa, 14 Mei 2013

Buku dan Perpustakaan

Bayangkan bila Batam, atau di Kepulauan Riau ini memiliki perpustakaan besar, lengkap, visioner dan menyenangkan

Interiornya asyik, cozy dan exciting. Taman-taman nan indah di sekelilingnya bahkan ada danau buatan, sehingga mampu menyedot jutaan pengunjung dan berlama-lama membaca dan menyerap ilmunya. 

Bukunya sangat lengkap, buku-buku terbaru dan terbaik di indonesia bahkan dunia, mulai buku sain, teknologi, popoler, hiburan, buku intelektual kelas berat sampai buku dongeng yang merangsang imajinasi untuk anak-anak, menarik dan inspiratif. Ada juga buku-buku tentang pemikiran pemimpin-pemimpin besar atau penemu-penemu hebat dunia.

Perpustakaan tak lagi kalah menariknya dari toko-toko buku ternama. Di sana juga dilengkapi fasilitas multimedia, ada juga video tentang ilmu pengetahuanya dan teknologi terbaik, puluhan komputer dengan akses internet super cepat, lengkap dengan wi-fi.

Perpustakaan pun menjelma menjadi pausat pembentukan kecerdasan, selain pendidikan formal, menjadi lokasi berkumpulnya orang-orang cerdas untuk berbagi ilmu pengetahuan. 

Di sana orang akan membaca bagaimana membangun karakter, jiwa, impian dan semangat. Membaca bagaimana orang2 memicu kebangkitan peradaban dan membangun kebahagiaan. 

Mereka juga membaca apa saja visi besar dari para pemimpin terbaik di dunia, serta bagaimana strategi-strategi indah bisa memicu akselarasi. Mereka juga membaca bagaimana orang-orang paling cerdas diciptakan, dan bagaimana orang-orang besar itu, bangkit dan unggul. 

Dari sinilah nanti imajinasi dan ide-ide besar dibentuk dan ditemukan. Brain gain. Great input, great mind, great men learn from great men, sebagaimana pidato persiden pertama Indonesia Soekarno, di Semarang, 29 Juli 1956. Katanya, bangsa dan keunggulannya akan dibentuk oleh imajinasi dan ide-ide besar. 

Hal sama juga pernah dilontarkan ahli politik dan sejarawan ternama, Bennedict Anderson dan konsep ”Imagine Community”, yang mengatakan bahwa bangsa dan keunggulannya bisa diciptakan, dibentuk, diproduksi, dikembangkan dan diperkuat.

Dalam buku Metropolis Universalis, Eko Laksono, pemerhati kota memaparkan, gagasan perpustakaan menjadi tempat membentuk dan menghasilkan orang-orang hebat bukan hal yang baru. Alexander Agung (anak didik Ariestoteles), George Washington, Napoleon, Hitler, Kennedy, Newton, Einstein, Bill Gates, Rocekefeller, Soekarno, juga Hatta, semua memiliki kegemaran membaca di perpustakaan. 

Salah satu orang dari zaman kuno yang memiliki visi tersebut adalah Ptolemy I Soter yang mendirikan perpustakaan Alexandria di abad 2 SM. Tujuannya, mengumpulkan semua tulisan dan ide yang pernah dihasilkan umat manusia. 

Banyak jenius yang mengembangkan ide revolusionernya di Perpustakaan Alexandria ini, ada Euclid (elements), Archimides, dan Eratosthenes yang berhasil menemukan suatu cara mengukur keliling bumi.

Di perpustakaan Alexandria, selain ruang membaca juga ada tempat diskusi dan kuliah umum, ruang belajar, ruang makan, tempat pengamatan astronomi, serta taman yang indah dengan pohon, bunga, patung dan kolam yang menyegarkan, sehingga intelektual belajar tenang dan damai. Karena adakalanya manusia memerlukan kesunyian dan kesendirian. Ini adalah elemen yang sangat esensial dalam pembentukan intelegensi. 

Seringkali orang-orang besar itu berpikir dalam kesunyian dan kesendirian agar bisa berimajinasi, menelaah, mencari ide dengan nyaman dan bebas. Einstein kecil senang menghayal di atas bukit dekat rumahnya, dan saat dewasa ketenangan didapatnya selama di kantor paten dan tempat tinggalnay di Bern, Swiss, Jalan Kramgasse 49, lantai 2 (1903-1905). 

Demikian juga Newton yang gemar bersantai di kebun apel di rumah orang tuanya di Woolsthrope Manor, dekat Granthame, Lincolnshire. Dan kita semua tahu, bahwa teori gravitasi itu terinspirasi dari jatuhnya buah apel.

Dari keheningan itu menghasilkan kejernihan pikiran, menciptakan aura dan kondisi kritikal yang pada akhirnya mampu menghasilkan terobosan, ide-ide kreatif, bahkan revolusioner.

Apa kunci dari Renaisan? Keliru bila anda menjawab, Mona Lisa, Lukisan Michael Angelo dan karya seni lainya. Kuncinya terletak pada perburuan besar-besaran pemikiran canggih zaman klasik di seluruh perpustakaan di Eropa. Penggiatnya adalah Medici, Petrarch, Bracciolini, salutati, Nicolli. Gerakan ini dumulai di Andalusia, ketika ilmuan-ilmuan Islam menerjemahkan buku-buku klasik Yunani kuno. 

Dalam sejarah ditulis, Medici, penguasa Florence (Italia) yang menjadi motor utama yang mendorong terciptanya Renaissan, selain senang mendukung seniman-seniman besar Renaissan, dengan kekayaannya juga gemar mengoleksi buku-buku klasik, yang kala itu mahalnya bukan main, karena mesin cetak (era Guttenbergh) belum ditemukan. Buku-buku itu dikumpulkan di perpustakaan Lorenzo de Medici. Di masa pemerintahannya jua, Laurentian Library, perpustakaan nan megah, dirancang oleh Michael Angelo.

Amerika, saat membangun bangsanya, juga memulainya dengan perpustakaan, The Library of Congress.nMayor Pierre L’Efant, arsitek Washington, ibukota Amerika Serikat, pada tahun 1791 sudah merancang perpusatakaan ini menjadi bagian bangunan prestisuius di Washington, seperti gedung Capitol Hill sebagai pusat demokrasi Amerika, dan The White House sebagai simbol dari negara superpower selama ratusan tahun hingga saat ini. 

Library of Congress dibangun sebagaimana kota-kota utama sepanjang sejarah dunia yang memiliki perpustakaan besar dan signifikan, seperti Athena, Alexandria, Roma (Librarie of The Forom, di era Agustus), Konstantinopel, Florence pada era Renaissan, Bibliotheque Nationale de France di Paris yang sudah dibuka untuk publik pada tahun 1692, dan perpustakaan Akedemi Sain Rusia di St Petersburgh. 

Hingga saat ini, The Library of Congress memiliki rak buku yang panjangnya 1.349 km, dengan koleksi 22 juta buku, 60 juta manuskrip dan total 140 juta total item koleksi.

Di sinilah pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan terbesar di dunia. Di sini orang bisa mendapat ilmu pengetahuan apapun. Ada sejarah alam semesta, sejarah umat manusia, masa depan, masa lalu, pemimpin-pemimpin besar, orang genius, pengusaha dan industrialis paling sukses, seniman, sains, teknologi baik  masa lalu dan termaju, filusufi, fisika, hingga ruang angkasa. 

Hal yang sama juga ada di perpustakaan pusat Seattle, rancangan Rem Koolhas, Philological Library di Berlin rancangan Norman Foster, atau konsep Waalse Krook Urban Library di Gent Belgia.

Inilah visi dunia saat ini, visi learning city. Karena di abad moderen ini, keunggulan bangsa tak lagi dibentuk oleh sumber daya alam melimpah, namun oleh kualitas manusia. Untuk itu kota-kota cerdas dibangun untuk mendapatkan keuntungan terbesar dengan meningkatnya knowledge economy, creative economy, dan high-tech economy.

Sekali lagi kuncinya: buku dan perpustakaan. ***

Tidak ada komentar: